Ketika berpikir tentang 'kencan', Jeonghan tak mengira Seungcheol akan membawanya ke sebuah lapangan di pinggir kota. Namun tempat itu bukan sembarang lapangan, melainkan sebuah area olahraga panahan. Seungcheol sebagai member VIP dengan mudah memesan area privat untuk mereka gunakan. Ketika suaminya itu berbincang akrab dengan para staf yang ada, Jeonghan bisa menangkap bahwa dia adalah seorang langganan yang sudah seringkali menampakkan wajahnya di sana.Firasatnya memburuk ketika mereka tiba di area permainan. Seungcheol mengulurkan sebuah busur panah padanya. "Ayo bertanding denganku."
Jeonghan mengerjap tak percaya. "Apa?"
"Permainan ini biasa kulakukan bersama kolega-kolegaku. Aku berpikir sepertinya menyenangkan juga melakukannya bersamamu," lanjut Seungcheol.
Jeonghan memandang malas busur yang terulur padanya. "Kau menyuruhku menyia-nyiakan satu hari hanya untuk melakukan ini bersamamu?"
"Kenapa? Kau tidak suka permainan ini?" Seungcheol mengangkat sebelah alisnya. "Atau kau tidak berani karena tidak bisa?"
Seandainya saja Yoon Jeonghan bukan pria yang mudah tersulut emosi, mungkin dia bisa meloloskan diri dari nasib buruknya hari itu dengan tidak terpancing omongan Choi Seungcheol. "Apa kau bilang? Kau meremehkanku?"
"Aku hanya menebak kalau kau tidak bisa."
Merasa tertantang, Jeonghan segera menyambar busur yang Seungcheol ulurkan padanya. "Kalau kau kalah, turuti permintaanku."
Merasa tak keberatan dengan syarat itu, Seungcheol dengan enteng mengangguk. "Tapi jika kau yang kalah, akan ada hukumannya."
Seakan tidak mendengar pernyataan itu, Jeonghan melangkah maju menuju shooting line untuk bersiap memulai permainan.
Namun sampai di sini, jangan kalian berpikir dia memiliki pengalaman dalam memanah. Dia belum pernah mencoba olahraga itu seumur hidupnya. Dia hanya berusaha terlihat mampu agar Choi Seungcheol tidak meremehkannya. Diambilnya sebuah anak panah, lalu mulailah dia membidik papan sasaran yang terletak puluhan meter di kejauhan. Tetapi pengalaman memang tetap berbicara, karena anak panah yang dilepasnya kemudian meleset jauh dari target.
Tidak butuh waktu lama bagi Seungcheol menyadari bahwa Jeonghan belum pernah memanah, bahka memegang busur. Lantas dia tertawa melihat betapa keras Jeonghan berusaha menyembunyikan kesulitannya. "Aw... kau yakin tidak ingin kuajari?"
Jeonghan berdecak kesal. "Diam."
Namun keamatiran Jeonghan dalam kegiatan itu terus membawanya pada kegagalan, hingga skor mereka membentang jauh. Kebalikan dengan Jeonghan, Seungcheol ternyata sangat mahir memanah. Dia kerap mencetak skor tinggi dalam waktu singkat. Melihat betapa jauh perbedaan kemampuan mereka, Jeonghan dengan kesal menarik busurnya untuk melepas anak panah terakhir. Namun sebelum sempat melepasnya, mendadak tangan seseorang menyentuhnya dari belakang.
"Rilekskan tubuhmu. Fokus. Tatap ke satu arah," ujar Seungcheol membimbingnya.
Posisi mereka saat itu begitu dekat, hingga Jeonghan tanpa sadar menahan nafas. Diciumnya harum parfum Seungcheol dan dirasakan kehangatan sentuhan tangannya.
"Bayangkan membidik target itu seperti membidik hatiku..." bisik Seungcheol sebelum Jeonghan menembak anak panahnya.
Dan ajaib. Untuk pertama kalinya anak panah itu berhasil mengenai bidang target. Seungcheol tersenyum dan melepas rangkulannya dari tubuh Jeonghan. "Lihat, berhasil kan?"
"Aku membayangkan membidik muka menyebalkanmu sebagai target itu," desis Jeonghan, tak sudi memberi kredit pada pria itu.
Permainan pun berakhir dengan rentang hasil yang mengenaskan. Seungcheol memasang senyum puasnya ketika memastikan dirinya adalah pemenang. "Jadi, kau siap menerima hukuman?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Long Time Admirer
RomanceKekalahan dalam persaingan bisnis membuat Yoon Jeonghan harus menikahi Choi Seungcheol, pria yang sepuluh tahun lalu pernah menyatakan cinta padanya, yang juga ditolaknya dengan keji. Dendam yang lama bersarang dalam hati Seungcheol menjadikan perni...