Bab 14: Cemburu

5.3K 528 34
                                    

Sepertinya kata jera tidak pernah berlaku untuk Choi Seungcheol.

Sebegitu besarkah nyalinya menantang nasib? Mengapa dia mengambil keputusan yang jelas-jelas pernah membayanginya dengan mimpi buruk? Tidakkah dia takut jika keputusan itu akan kembali menyakitinya? Jeonghan tak mengerti apa yang berputar dalam pikiran seorang Choi Seungcheol. Tapi aneh, dia rasakan getaran dalam hatinya hanya dengan melihat sinar mata penuh keyakinan pria itu.

Kedua mata itu menatapnya tanpa gentar, seakan berkata bahwa kali ini segalanya berbeda. 

"Kau tampak terkejut. Bukankah seharusnya kau merasa senang?" celetuk Seungcheol, menyadarkan Jeonghan dari gelut batinnya.

"Untuk...untuk apa aku merasa senang!?"

Seungcheol tersenyum. Manis sekali, sampai kedua lesung pipinya melesak ke dalam. Perlahan dia berjalan mendekat, menyisakan sedikit jarak di antara mereka. "Selama ini kau selalu mendesakku untuk mengakui perasaanku. Kau menuduhku menyukai Eunjung. Tidakkah kau senang mendengar bahwa aku menyukaimu?"

Jeonghan terperangah. Urat nadinya sampai menyembul keluar. "Jangan salah paham! Aku hanya muak melihat sikap angkuhmu! Walaupun kau menyukaiku---"

"Walaupun aku menyukaimu, kau tidak suka padaku? Itu tidak jadi masalah."

Hal positif namun mengesalkan dari seorang Choi Seungcheol adalah kepercayaan dirinya. Kepercayaan diri yang seringkali membuat seseorang merasa tertantang, seperti yang Jeonghan rasakan saat itu. "Kalau begitu, jangan harap aku akan membalas perasaanmu," sahut Jeonghan ketus.

Seungcheol kembali mengulas senyum tampannya, lalu semakin mencondongkan tubuhnya hingga Jeonghan terpaksa beringsut mundur. "Tidak ada yang tahu tentang masa depan. Suatu hari nanti, kau bisa saja jatuh cinta padaku."

Jeonghan mendengus sinis. "Kau ini terlalu percaya diri. Lihat saja nanti, kau--"

Belum tuntas ucapan itu dia tandaskan, mendadak telepon genggam di atas meja kerja Seungcheol berbunyi. Pria itu segera meraih dan mengangkatnya. "Halo? Oh...oke, aku akan me-review dokumen itu sekarang. Kita bertemu jam tiga nanti."

Setelah sambungan itu berakhir, kata pertama yang Seungcheol keluarkan dari bibirnya adalah:  "Keluarlah."

Jeonghan mendelik mendengar perintah tak terduga itu. "Apa?"

"Aku hendak bekerja dan pembicaraan kita sudah berakhir. Kau bisa meninggalkan tempat ini."

Memang benar, tidak ada lagi kepentingan yang hendak mereka bicarakan. Namun siapa Yoon Jeonghan jika sudi menuruti permintaan angkuh itu? Dia tak lantas melakukannya dan malah berjalan menghampiri Seungcheol, menumpu satu tangannya pada meja kerja pria itu dan memberikannya tatapan mengejek. "Kau mengusirku? Katanya kau menyukaiku? Perkataanmu tidak bisa dipercaya."

Sindiran itu berhasil menyita perhatian sang lawan bicara. Namun tampaknya keputusan Jeonghan untuk mengolok seorang Choi Seungcheol keliru, karena beberapa detik kemudian lengannya ditarik maju hingga wajah mereka berhadapan dalam rentang jarak yang sangat dekat.

"Kalau kau berada di sini, aku tidak akan bisa fokus bekerja dan hanya akan memikirkanmu, sayang," bisiknya menggoda.

Perhitungan Jeonghan yang meleset membuat pipinya memanas. Lekas ditepisnya tangan pria itu dengan penuh kekesalan.

Seungcheol tersenyum tipis dan berkata, "Kembalilah nanti sore ke ruanganku. Kita pulang bersama."

Jeonghan memandangnya galak. "Untuk apa? Aku bisa menyetir mobilku sendiri!"

"Untuk membawakan barang-barangku. Kau lihat bahuku tidak bisa digerakkan. Ingat gara-gara siapa?"

Sepertinya tiada hari pria itu tidak menguji  kesabarannya. Jeonghan mengerang kesal sebelum berjalan menuju pintu. Dia lalu memberi pernyataan, "Aku akan kembali ke sini hanya karena berutang budi pada bahumu. Jadi jangan berpikir macam-macam."

My Long Time AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang