Pagi itu, dering alarm memekakkan pendengaran. Selama beberapa menit bunyi bising itu tak kunjung berhenti, hingga seorang pria mematikannya. Pria bercelemek itu memandang ke arah ranjang, tepatnya ke arah sosok di balik selimut yang masih asik menyelami dunia mimpinya.
"Seungcheol," suara Jeonghan mengalun lembut sembari dia mendekati ranjang. Namun yang dipanggil tak kunjung bereaksi dan tetap berbaring nyenyak di atas kenyamanan ranjang king size-nya.
"Bangun. Sudah waktunya kerja," ulang Jeonghan sekali lagi, mengeraskan suaranya.
Seungcheol beringsut kecil, mengerang pelan, "Mhm...sebentar lagi..."
Jeonghan mengguncang tubuh suaminya lebih kencang. "Ayo bangun, sudah jam segini."
Kali ini kedua mata Seungcheol membuka tipis, mengintip dari balik helai bulu mata lentiknya. "Tenang saja. Aku tidak punya urusan penting hari ini."
"Tetap saja kau harus bangun pagi. Aku sudah membuat sarapan."
Tidak ada jawaban.
"Seungcheol? Ayo bangun!"
......
"Choi Seung--ah!"
Sebelum Jeonghan sempat melayangkan protes lagi, lengannya direnggut kuat hingga tubuhnya terjatuh menimpa Seungcheol. Pria itu lalu mendekapnya kencang dan tak sedikitpun memberikan celah baginya untuk melepaskan diri.
"Seungcheol, bangun!" Jeonghan berusaha memberontak, meski percuma. Kekuatan pria itu jauh lebih besar darinya.
"5 menit lagi..."
"Hari ini kau ada jamuan makan siang dengan client dari Tiongkok, kan?"
"Hm..."
"Kalau kau telat, apa tidak akan gawat? Ayo bangun!"
Jeonghan berusaha mendorong tubuh besar Seungcheol, namun pria itu malah mencengkeram kedua pergelangan tangannya. "Ya, gawat. Gawat sekali. Tapi lebih gawat jika aku bangun sekarang."
Jeonghan berkedip bingung. "Memang kenapa?"
Seungcheol mengerucutkan bibirnya dan berkata manja, "Nanti aku pasti akan memikirkanmu sepanjang hari karena belum puas memelukmu."
Seungcheol memang berhasil mencengkeram kedua lengan Jeonghan, namun dia lupa bahwa suaminya itu memiliki sepasang kaki yang mampu bergerak bebas. Lantas dia tak sempat mengelak dari serangan lutut Jeonghan yang membentur tubuhnya. Tendangan itu membuat Jeonghan sukses melepaskan diri, sementara korban terjangannya mengaduh kesakitan di atas ranjang.
"Ayo kerja. Cari uang yang banyak untukku," ucap Jeonghan sambil tersenyum penuh kemenangan.
Seungcheol yang mulai pulih dari rasa sakitnya pun terkekeh. "Hei...semua aset, gedung, tanah, dan harta bergerak yang kumiliki sudah menjadi hak milikmu. Bahkan kau memiliki tubuh dan hatiku. Apalagi yang kau butuhkan?"
Jeonghan mencondongkan tubuhnya dan tersenyum lebar. "Aku butuh suami yang bisa bangun tepat waktu."
"Tapi aku tidur larut malam juga karenamu. Semalam kau memohon padaku untuk tidak berhenti. Sekali saja tidak cukup untukmu, jadi--"
Detik itu juga sebuah bantal menimpuk wajah Seungcheol. Jeonghan melancarkan beberapa kali pukulan dengan canda. Terjadi keributan kecil diiringi tawa di kamar itu. Setelah puas 'menghukum' suaminya, Jeonghan bangkit berdiri. "Ayo cepat bangun! Atau tidak ada sarapan untukmu."
Mereka mengakhiri cengkerama pagi itu dengan membasuh diri dan menyantap sarapan. Sudah tiga minggu berlalu sejak kasus penculikan Dongguk terhadap Jeonghan. Selama tiga minggu terakhir, keduanya menjalani kehidupan pernikahan layaknya pasangan pada umumnya. Jeonghan kembali tinggal di rumah mereka, memasak sarapan setiap pagi, bahkan nyaris mengklaim kamar Seungcheol menjadi miliknya. Karena sejak hari pertama kembali ke rumah itu, dia hampir tak pernah lagi tidur di kamarnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Long Time Admirer
RomanceKekalahan dalam persaingan bisnis membuat Yoon Jeonghan harus menikahi Choi Seungcheol, pria yang sepuluh tahun lalu pernah menyatakan cinta padanya, yang juga ditolaknya dengan keji. Dendam yang lama bersarang dalam hati Seungcheol menjadikan perni...