Eunjung tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam sekejap. Belum cukup ibu yang dia sayangi meninggal dunia, kini ayahnya pun terbaring sakit. Rasanya masalah tidak pernah jera datang mengusik.
Seusai acara pemakaman, yang dia lakukan sepanjang hari hanyalah mendekam di rumah untuk merawat sang ayah. Tidak sekalipun dia menapak keluar rumah, hanya sesekali beranjak keluar kamar untuk makan ataupun butuh ke kamar mandi. Setelah itu dia kembali mengurung diri. Menyaksikan hal itu, Seungcheol dan Mingyu merasa tak tega. Besok mereka berencana kembali ke Seoul, dan untuk memastikan Eunjung tidak semakin terpuruk, keduanya sepakat mencari cara untuk menghiburnya. Maka sore itu berkunjunglah mereka ke rumah Lee Eunjung berbekalkan rencana.
"Eunjung, kau mau keluar bersama kami? Karena sudah lama tidak kemari, aku ingin melihat daerah sekitar. Sekalian mencari udara segar," ucap Seungcheol melancarkan aksinya.
Ternyata membujuk gadis itu tidaklah mudah. Eunjung terlihat ragu. "Tapi ayahku..."
"Pergi saja sebentar, Eunjung. Kau butuh menghirup nafas. Ayahmu akan Bibi jaga selama kamu keluar," sahut suara seorang perempuan paruh baya dari arah dapur. Itu bibinya yang datang dari Seoul dan menginap selama beberapa hari untuk membantu Eunjung selama masa berkabung.
Setelah memikirkannya sejenak, Eunjung akhirnya menerima ajakan mereka.
Ketiga sahabat itu melangkah keluar beriringan. Namun di tengah jalan, Mingyu berhenti mengikuti langkah kedua sahabatnya dan malah berbelok menuju kediaman Choi Sera. Menyadari itu, Seungcheol pun berhenti melangkah. "Mingyu, kau tidak mau ikut jalan-jalan?"
"Tidak usah, kalian saja. Mendadak perutku tidak enak," Mingyu memasang ekspresi kesakitan sambil memegangi perutnya.
Seungcheol tampak tidak curiga. "Oh, ya sudah kalau begitu. Ayo Eunjung."
Sebelum mengikuti Seungcheol, Eunjung melihat Mingyu mengacungkan jempol padanya seraya tersenyum lebar. Dia mengerti maksud sahabatnya itu dan hanya tersenyum lemah sebagai balasan.
Berkeliling sore itu ternyata bukanlah ide yang buruk. Hawa sejuk dari angin musim gugur yang berhembus dan sedikitnya jumlah penduduk yang melintas meringankan langkah mereka. Seungcheol menyapu pandangannya ke sekitar, menikmati suasana yang dulu pernah mengisi kesehariannya. "Tempat ini tidak banyak berubah, ya."
Eunjung mengangguk sependapat. "Ya, tempat ini tidak pernah berubah."
"Ngomong-ngomong kau tidak lapar? Mau ke mini market mencari makan?"
"Tidak, aku tidak lapar."
Seungcheol berpikir sejenak. "Kalau begitu...bagaimana kalau kita ke taman 'petak umpet'? Aku rindu sekali tempat itu."
Taman petak umpet adalah julukan sebuah taman publik yang biasa digunakan oleh penduduk sekitar, terutama anak-anak, untuk bermain. Petak umpet adalah permainan yang paling sering dilakukan oleh para pengunjung karena tempat itu dikelilingi pepohonan rimbun yang memudahkan siapapun untuk bersembunyi. Mereka mendatangi taman itu, dan begitu tiba di sana Seungcheol langsung memutar kembali memori masa lalunya. "Wah, sudah lama sekali aku tidak ke sini. Dulu aku sering bermain di sini bersama anak-anak sekelas."
"Aku juga. Bukankah saat SMP dulu kita pernah sekelas dan bermain hampir setiap hari di taman ini?"
Seungcheol tampak terkesan dengan ingatan gadis itu. "Kau benar. Kalau tidak salah di tahun pertama, ya?"
"Ya. Tahun berikutnya kita tidak sekelas, tapi aku ingat kau masih sering mengajakku bermain."
"Ah, aku ingat sekarang. Kau pintar bersembunyi sampai sering sekali mengelabui yang lain. Bahkan sempat satu kali kami pulang larut malam karena belum menemukanmu," timpal Seungcheol.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Long Time Admirer
RomanceKekalahan dalam persaingan bisnis membuat Yoon Jeonghan harus menikahi Choi Seungcheol, pria yang sepuluh tahun lalu pernah menyatakan cinta padanya, yang juga ditolaknya dengan keji. Dendam yang lama bersarang dalam hati Seungcheol menjadikan perni...