Membuka loker pada pagi hari adalah kegiatan paling meresahkan bagi Jeonghan. Di balik pintu lemari loker bernomor 1004 miliknya, pasti selalu ada benda itu. Benda menyebalkan itu.
Sebuah amplop putih berisikan selembar surat yang diketik rapi dan tersegel rapat berada di sana. Surat itu selalu datang setiap hari dengan format tulisan dan pengemasan yang sama, hanya berbeda isi teks. Namun konteksnya sama, tentang bagaimana sang pengirim surat rahasia itu mengagumi dan menyukainya.
Menyebut surat cinta semacam itu menyebalkan memang terdengar sedikit keterlaluan, tapi wajar mengingat surat itu selalu muncul di dalam lokernya selama dua minggu terakhir. Satu buah cukup, dua mungkin bisa ditolerir, namun selebihnya sudah melebihi batas. Sayangnya Jeonghan tidak tahu siapa pengagum rahasianya itu, dan dia tidak pernah mau membalasnya.
"Pagi Jeonghan!" suara itu mengalihkan perhatian Jeonghan dari lokernya. Jun, sahabat dekatnya, menyapa dengan ceria seraya merangkul pundaknya.
"Jun. Kau tahu siapa yang menaruh surat ini di lokerku?" tanya Jeonghan tanpa berbasa-basi. Sebenarnya selama ini dia memilih tutup mulut tentang keberadaan surat itu, namun benda yang selalu datang untuknya selama dua minggu terakhir itu benar-benar membuatnya muak.
Jun mengerjap polos dan menggeleng. "Tidak. Surat dari siapa itu?"
Menyadari sang sahabat tidak tahu-menahu, Jeonghan menghela nafas dan memasukkan surat itu kembali ke dalam loker. "Entahlah."
"Surat cinta, ya?" tebak Jun tepat sasaran. "Kau benar-benar populer ya. Itu pasti bukan surat pertama yang kau terima, kan?"
Memang bukan. Surat itu adalah surat cinta ke-14 yang diterimanya dari orang yang sama!
Sepanjang hari, dia memikirkan bagaimana caranya menghentikan pengiriman surat misterius itu. Mengapa pengirimnya begitu pengecut, tidak pernah mencantumkan nama atau bahkan menulis tangan? Jelas dia tidak ingin identitasnya diketahui. Lalu apa yang diinginkannya?
Awalnya Jeonghan tidak menggubris dan menganggapnya seperti prank, lama-kelamaan tindakan itu terasa seperti menerornya. Isi surat itu sendiri tidak pernah berindikasi mengajaknya bertemu. Sang penulis hanya menorehkan kata-kata manis dan ungkapan perasaan suka yang sangat klise. Apa orang ini sebenarnya mau mengerjainya? Tapi siapa, dan mengapa?
Jeonghan memikirkan segala pertanyaan itu sampai kegiatan club-nya berakhir saat langit beranjak gelap. Bahkan dalam perjalanan pulang, dia masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
Sampai lambat laun dia rasakan seseorang mengikutinya.
Jarak antara rumah dan sekolahnya memang terbilang dekat, hanya lima belas menit dengan berjalan kaki. Selama ini dia selalu pulang dalam kondisi aman, namun baru kali ini rasa waspada menyerangnya.
Dia sempat berhenti melangkah, dan suara langkah kaki di belakangnya pun ikut berhenti. Lalu dia melangkah lagi, kali ini lebih cepat. Dan mengerikannya, langkah kaki di belakangnya pun kembali terdengar.
Jeonghan ingin berbalik, namun terlalu takut untuk melakukannya. Jalanan tempat dia berada saat itu sunyi dan gelap, hanya dikelilingi tembok pembatas jalan serta tanah kosong yang penuh alang-alang. Bagaimana jika si penguntit melakukan hal-hal aneh terhadapnya? Membayangkannya saja sungguh mengerikan!
Maka dia menarik nafas panjang dan kembali berjalan cepat, setengah berlari. Semakin dia berlari, semakin dia merasa takut. Apa penguntit itu sedang mengejarnya? Apa yang harus dia lakukan jika tertangkap? Bagaimana jika dia diserang dari belakang? Segala kekhawatiran itu memadati benaknya, hingga mendadak kakinya tergelincir. Dia terjerembap membentur aspal.
Jeonghan merintih kesakitan. Kedua kaki dan tangannya terasa nyeri. Dia masih berusaha mengatasi rasa sakitnya ketika sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Long Time Admirer
Roman d'amourKekalahan dalam persaingan bisnis membuat Yoon Jeonghan harus menikahi Choi Seungcheol, pria yang sepuluh tahun lalu pernah menyatakan cinta padanya, yang juga ditolaknya dengan keji. Dendam yang lama bersarang dalam hati Seungcheol menjadikan perni...