"Aku sudah menikah, Mingyu."
Suara berat, tegas, dan penuh penekanan Seungcheol membungkam Mingyu. Jelas tidak ada unsur canda dalam pernyataan itu. Mungkin Seungcheol mengira Mingyu mengalami short-term memory loss sehingga dia mengucapkan kenyataan yang sebenarnya tidak lagi memerlukan penjelasan.
"Aku tahu," dan Mingyu meluruskan bahwa perkiraan itu tidaklah benar.
"Kalau kau tahu, seharusnya tidak usah bertanya soal itu."
Mingyu tertawa. Dia memaklumi reaksi Seungcheol atas pertanyaan anehnya. "Maaf. Lupakan saja ucapanku barusan. Nanti akan kusampaikan pada Eunjung kalau kau tidak jadi datang. Sampai jumpa."
Ketika Mingyu mematikan sambungan, Eunjung yang baru kembali dari toilet datang mendekat. "Itu tadi Seungcheol?" tanyanya.
"Ya, dia tidak jadi datang."
Sekilas Mingyu dapati guratan kekecewaan di wajah sang sahabat. Dia langsung menegakkan tubuhnya dan bertopang dagu, memandang gadis itu lurus. "Apa kau tidak suka minum berdua saja denganku?"
Kening Eunjung berkerut. "Kau bicara apa sih? Aku senang kok minum bersamamu. Ayo pesan!"
Sambil memerhatikan bartender menyiapkan pesanan mereka, Mingyu menyeletuk, "Kau menyukainya kan?"
"Menyukai apa?"
"Seungcheol..."
Nada suara Mingyu saat melafalkan nama itu terdengar mengambang. Dia perhatikan perubahan mimik wajah Eunjung. Dan benar saja tebakannya, wajah gadis itu seketika menegang, bahkan sampai tak berkedip karena terperangah dengan ucapannya barusan.
Mingyu menyesal telah mengajukan pertanyaan itu, karena suasana canggung tercipta di antara mereka. Maka buru-buru dia melanjutkan, "...Seungcheol menyukai minuman itu. Kau juga kan?"
Melihat Mingyu menunjuk apple cider-nya yang telah tersaji di atas meja, Eunjung langsung tercampak dari kesalahpahamannya. "Ah, iya. Aku menyukainya," ucapnya salah tingkah seraya mengambil gelas minuman itu.
=========
"Bagaimana kondisi ayah, bu?"
"Kondisinya stabil, tapi dia masih harus menetap di rumah sakit. Kau sendiri bagaimana? Pekerjaanmu lancar?"
"Iya, ibu tenang saja. Aku bisa menangani situasi di sini."
Percakapan singkat di antara Jeonghan dan ibunya berakhir setelah pintu lift kantor terbuka. Hari itu Jeonghan datang lebih awal untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dua tumpuk dokumen menantinya sejak kemarin di atas meja, dan dia bertekad akan menyelesaikannya hari itu juga.
Namun alangkah terkejutnya Jeonghan ketika menemukan para bawahannya sudah berkutat di depan komputer masing-masing. Merasa heran, segera dilirik arlojinya yang baru menunjuk pukul 7. Ternyata dia kalah cepat.
"Selamat pagi, pak...." sapa mereka ketika melihat kedatangan Jeonghan.
Jeonghan mengangguk kecil dan membalas pelan, "Ya, selamat pagi..."
Lalu seketika langkahnya terhenti. Entah mengapa dia tidak ingin pergi begitu saja setelah menyaksikan raut wajah letih para karyawannya yang bekerja begitu giat. Di saat seperti itu, kira-kira apa yang harus dia lakukan sebagai bentuk berbasa-basi? Apa yang Seungcheol akan lakukan jika berada di posisinya? Pria itu pasti dengan mudah akan menyemangati mereka atau memuji dengan tulus. Tapi sulit sekali bagi seorang Yoon Jeonghan melakukannya.
Dengan sedikit kikuk, Jeonghan berbalik badan dan menggalang perhatian seluruh karyawannya dengan berdeham. "Erm..."
Serentak para karyawan di ruangan itu menoleh. Menerima banyaknya tatapan, Jeonghan menarik nafas panjang. "Semuanya, tolong berkumpul sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Long Time Admirer
RomanceKekalahan dalam persaingan bisnis membuat Yoon Jeonghan harus menikahi Choi Seungcheol, pria yang sepuluh tahun lalu pernah menyatakan cinta padanya, yang juga ditolaknya dengan keji. Dendam yang lama bersarang dalam hati Seungcheol menjadikan perni...