...NIGHTMARE...
¤
¤
¤Happy Reading
***
Vania yang tidak terlalu banyak bicara tetapi suasana yang diciptakan teman-teman Zeyn seakan ikut tinggal dan membuat Vania merasa rileks.
Yudha bagai mentransfer kepercayaan diri terhadap Vania, pria yang telah membuka hatinya, yang mengajarkan Vania banyak hal.
Setelah kedatangan teman-teman Zeyn, semuanya berjalan lancar, hubungan antara Zeyn dan Vania juga mulai membaik, tidak ada pertengkaran dan untuk pertama kalinya Zeyn pulang tepat waktu.
"Hari ini, kau pulang lebih cepat," ucap Vania saat melihat Zeyn melepas sepatunya. Zeyn memandang Vania sebentar "Iya," jawab Zeyn singkat.
"Kamu ingin makan sesuatu?" Zeyn berjalan melewatinya dan saat itu juga Vania berbalik dan yang membuatnya terkejut karena Zeyn yang biasanya menuju kamar tidurnya tapi kali ini berbeda, pria itu berjalan menuju dapur.
'Apakah ini nyata?' gumam Vania dalam hati tidak percaya dengan apa yang ia saksikan.
"Aku baru saja membuat pancake, kamu mau?" Zeyn mengangguk setuju, lalu mengeluarkan sebotol jus dari dalam kulkas dan membawanya ke meja makan. Vania ikut menghidangkan sepiring pancake buatannya di depan Zeyn.
"Apa kau tak ikut makan?" tanya Zeyn melihat Vania hanya berdiri. Jantung Vania berdegup kencang. 'Apakah ini berarti aku tidak akan makan sendiri malam ini?' ujar Vania dalam hati seraya tersenyum.
Vania duduk Disisi lain meja dan sepiring pancake di depannya. Entah mengapa perasaan senang saat duduk di meja bersama seseorang sangatlah menyenangkan dan harapan yang selalu Vania panjatkan disetiap do'anya akhirnya terkabulkan.
Wajah Zeyn berbeda dari biasanya yang memasang wajah dingin dan terkesan datar tapi kali ini berbeda wajah Zeyn terlihat masam membuat Vania mengernyit merasa ada sesuatu yang aneh, karena Zeyn tampak sedih.
"Kau baik-baik saja?" Vania menemukan keberanian untuk bertanya, "Apakah ada sesuatu yang mengganggumu?" lanjutnya.
Zeyn tetap diam, walau hanya beberapa detik rasanya terasa sangat lama bagi Vania, Zeyn mengangkat kepalanya melihat sekilas ke arah Vania lalu melanjutkan acara makannya. Sorot mata yang selalu tajam berubah menjadi tatapan sendu.
Vania tak bisa menebak apa yang ada dipikirkan Zeyn. Apakah Zeyn akan mengabaikan perhatian Vania kali ini dengan ucapan 'bukan urusanmu' atau tetap diam membisu.
"Ayah ... ayah sedang sakit dan sekarang dia di rumah sakit," ada jeda dalam kalimatnya.
"Tapi semuanya sudah baik-baik saja, ayah sedang menjalani perawatan intensif," lanjut Zeyn.
Jawaban Zeyn membuat mereka terdiam cukup lama, Vania juga kehabisan kata-kata. Ada perasaan bahagia dan sedih dirasakan Vania. Bahagia karena Zeyn akhirnya mengutarakan keluhannya dan sedih karena kondisi mertuanya yang sedang sakit.
Vania sangat ingin menghibur Zeyn tapi otaknya beku. 'Apakah kata-kata bisa menghiburnya? Jika ya, apa yang harus aku katakan?' batin Vania.
"Ibu memintaku untuk membawamu ke rumah sakit menjenguk ayah," Zeyn menambahkan.
Vania mengamati pergerakan Zeyn yang mulai beranjak dari meja makan setelah menghabiskan makanannya dan tanpa pikir panjang Vania juga ikut berdiri dan memegang ujung kemeja yang dipakai Zeyn dan membuat sang empu berhenti tapi tak berbalik.
"Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan karena ayah pasti tak akan menyukainya dan akan menghancurkan hatinya jika melihatmu seperti ini. Dia akan baik-baik saja, ayah adalah pria kuat ... jika kau membutuhkan sesuatu ... ingat, jika aku selalu ada di sini untukmu."
Vania kehilangan kesadarannya, ucapannya keluar begitu saja dari mulutnya, ia bahkan tak bisa mengontrol dirinya sendiri. Setelah merasa cukup, Vania melepaskan tangannya di kemeja Zeyn. Sunyi, hanya kalimat terakhirnya yang berulang kali bergema di kepalanya, 'Apakah aku baru saja membuat sebuah pengakuan?' ujar Vania dalam hati merutuki kebodohannya.
Zeyn sedikit menolehkan kepalanya "Kuenya ... e-enak."
Vania tak bisa menggambarkan betapa bahagia dirinya mendengar dua kata itu keluar dari mulut sang suami yang memuji rasa masakannya.
***
"Perasaan apa ini?" Zeyn memegang dadanya sesaat setelah menutup pintu kamarnya.
Zeyn duduk dan mengatur napasnya yang kian memburuh, "Apakah aku sedang sakit?" tanya Zeyn masih menenangkan debaran aneh di dalam dadanya.
"Jika kamu membutuhkan sesuatu. Ingat aku selalu ada di sini untukmu," entah mengapa ucapan itu selalu terngiang di benak Zeyn.
Zeyn mendesah kasar merasa frustasi dengan pikirannya sendiri. "Kenapa dia mengatakan itu?" gerutu Zeyn merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan tangan yang terbuka lebar.
Ditengah aktivitas rebahannya, tiba-tiba ucapan Dery melintas di benak Zeyn. "Segalanya berjalan dengan baik, aku hanya perlu memanfaatkan moment ini sebaik mungkin sebelum bercerai."
***
"Kita perlu bicara," kata Zein melihat Vania yang sedang sibuk merapikan buku dan majalah.
Vania tiba-tiba merasa cemas dan tak menyangka bisa mendengar nada datar itu lagi.
Mereka bahkan sudah mengunjungi orang tua Zeyn tiga hari yang lalu dan sekarang sikap Zeyn kembali seperti semula. Tak ada raut wajah sedih, lalu ada masalah apa lagi?. Terkadang kata-kata seperti itu pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi.
Zeyn duduk di sofa dan memberi isyarat agar Vania juga ikut duduk.
"Ada hal yang harus kita selesaikan, aku sudah memikirkannya berulang kali dan sekarang aku pikir waktu yang tepat untuk membahasnya, kita perlu membuat kesepakatan."
Zeyn meletakkan selembar kertas dan sebuah pena di atas meja lalu menyodorkannya ke arah Vania.
"A-apa ini?" tanya Vania bingung melihat kertas di depannya.
"Kontrak pernikahan yang sudah kita sepakati sebelumnya," Vania melongo dan tangannya mencengkeram kuat ujung bajunya.
"Aku menambahkan beberapa poin penting di dalamnya. Untuk sekarang ini kita hanya perlu menjalani kehidupan berumah tangga selama satu tahun sampai akhir tahun nanti. Jadi, kau hanya perlu membuat segalanya terlihat baik-baik saja untuk membantuku, hingga urusan perusahaan aku ambil alih nantinya. Aku memastikan kau akan menjalani hidupmu dengan nyaman. Setelahnya kita akan bercerai, dan kau harus menjadi orang yang melakukan itu. Orang tuaku tidak akan mengizinkan aku untuk mengajukan gugatan cerai. Aku pikir ini bukanlah ide buruk, iya kan? lagian kita tidak bahagia dengan pernikahan ini, jadi aku memutuskan untuk mempermudahnya," Zeyn menyelesaikan ucapannya.
Satu kata yang bisa menjabarkan seorang Zeyn yaitu egois, mementingkan dirinya sendiri tanpa peduli perasaan orang yang ada di depannya, yang mungkin merasakan 1000 kali hantaman benda tajam tepat di jantungnya.
Vania terpaku di tempatnya, tangannya bergetar hebat, nyawanya hilang dari raganya. 'Kenapa dia selalu memutuskan suatu hal sesuka hati? Di saat aku sudah merasa segalanya akan menjadi lebih baik, mulai merasa nyaman dan lagi-lagi dia melakukan sesuatu yang membuatku hampir mati, perceraian?' lirih Vania dalam hati bersusah payah menelan gumpalan besar di lehernya.
'Tapi aku menyukaimu.'
Tbc..... 😥😥
Si Zeyn emang manusia lucnat.... Nggk ada akhlak...
😠😠😠Ingin rasanya 🔪🔪🔪⚔️⚔️
KAMU SEDANG MEMBACA
TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️
General FictionWanita yang menjalani hidup dibawah tekanan seorang suami membuat Vania hidup layaknya sebuah dasi, yang berperan sebagai pelengkap sebuah setelan mewah. Hanya sebatas Aksesori. Di mata orang lain, keluarga mereka sempurna. Di mata orang lain, pern...