...NIGHTMARE...
¤
¤
¤
Happy Reading***
.
.
.Zeyn bangun dan merasa lengannya sakit, sedetik kemudian matanya membelalak. “Tidak mungkin! Aku pasti masih bermimpi.”
Zeyn menoleh ke kanan dan di sana ia tepat melihat wajah cantik itu tidur dengan nyenyak di sampingnya, hampir tak mengeluarkan suara.
Bulu kuduknya meremang dan Zeyn membeku karena masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Zeyn mungkin sudah memimpikan istrinya berulang kali sehingga sulit baginya untuk membedakan sesuatu yang nyata dan tidak lagi.
Zeyn tidak bermimpi dalam mimpi,bukan?
Semua mimpinya selalu berakhir dengan kesendirian. Akan tetapi, mimpi kali ini berbeda karena bayangan istrinya masih tinggal bersamanya.
Dia bisa merasakan semua bagian tubuhnya kaku, ia perlahan berbalik ke samping, menghadap orang yang sedang tidur, dan meletakkan tangannya di sisi pipinya. Zeyn terperangah dan sesak merasakan kehangatan kulit halus di ujung jarinya.
“Dia nyata!”
Zeyn ingin menciumnya, ingin memeluknya erat. Di saat yang sama Zeyn juga ingin menangis karena bahagia dan berjanji tidak akan melepaskan tubuh Vania dari cengkramannya.
Namun, ingatan kejadian semalam di saat Zeyn berpikir semuanya hanya sebuah mimpi, memutuskan melepasnya karena dia yakin jika itu hanyalah ilusi dan Zeyn melakukannya.
Zeyn bersusah payah untuk menelan ludahnya yang terasa kering di tenggorokannya. Dia ingin menampar dirinya sendiri agar tersadar dari lamunannya.
Alasan Vania meninggalkan Zeyn sejak awal dan dia lagi-lagi melakukannya saat istrinya kembali.
“Astaga! Kenapa aku sangat bodoh??”
Setelah berjanji pada dirinya sendiri untuk meyakinkan Vania, menceritakan semuanya dan perlahan membuat istrinya percaya. Tetapi malah sebaliknya, sepertinya Zeyn memanfaatkan fakta jika kesedihan bisa melemahkannya.
“Ohh... Kesempatan ketigaku!!”
Ucapan terakhir sang istri saat meninggalkannya masih berdenging di telinga Zeyn. Sampai sekarang ini kata-kata itu masih berputar di kepalanya.
‘Habislah kau Zeyn.’
***
Suara terisak mengganggu indra pendengaran Vania yang perlahan membuka matanya. ‘Zeyn menangis?’ gumamnya dalam hati.
Vania memandangnya tapi wajahnya terhalang sebuah tangan.
Bahkan setelah meninggalkannya selama sebulan, setelah hatinya di remukkan, Vania tak bisa untuk sekedar menahannya selain merasa terpukul melihat suaminya sedih. Satu reaksi yang tak bisa Vania sembunyikan.
Vania berpikir bisa melarikan diri dari tekanan penderitaan untuk menjadi boneka semua orang, membebaskan diri dari mantra seorang Zeyn, tapi sekali lagi Ayahnya membuktikan jika yang Vania lakukan salah.
Flashback*
Berpikir Ayahnya tidak peduli dengan apa yang Vania lakukan adalah kesalahan, setelah menemukan pasien kaya raya untuk rumah sakitnya dan segala yang mereka miliki terutama uang dan koneksi dari perusahaan keluarga Daulyn sudah cukup dan Vania bisa hidup mandiri.
Bercerai dan melakukan apa yang ingin dilakukan namun anggapan Vania melenceng karena kebebasan tidak termasuk dalam kamus Ayahnya. Tidak ada hal seperti itu dan itu berlaku untuk Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️
Genel KurguWanita yang menjalani hidup dibawah tekanan seorang suami membuat Vania hidup layaknya sebuah dasi, yang berperan sebagai pelengkap sebuah setelan mewah. Hanya sebatas Aksesori. Di mata orang lain, keluarga mereka sempurna. Di mata orang lain, pern...