...NIGHTMARE...
¤
¤
¤Happy Reading
***
Hari demi hari berlalu dan Vania masih belum berani menyapa atau sekedar melihat Zeyn, dia bahkan tak berani meninggalkan rumah agar tidak membuat Zeyn marah.
Vania sangat takut setelah kejadian tempo hari, impiannya untuk bekerja harus ia kubur dalam-dalam.
Seperti biasa, Vania akan membuatkan makan malam untuk Zeyn dan di pagi hari saat Vania bangun, ia menemukan makanan yang tak berkurang bahkan tak di sentuh sedikit pun. Walau begitu Vania masih tetap membuat sarapan untuk Zeyn, karena Vania takut jika tidak ia lakukan akan membuat Zeyn marah lagi.
Saat siang hari Zeyn berangkat bekerja, bertemu dengan teman-temannya dan pulang larut malam. Tak saling berbicara, tak ada pertengkaran karena sepulang kerja Zeyn akan mengunci dirinya di ruang kerjanya.
Hari ini berbeda, Zeyn pulang sangat cepat dan tidak dalam kondisi mabuk.
"Minggu depan ayah dan ibuku mengundang kita untuk datang ke pestanya, jadi cobalah untuk tidur nyenyak agar membuat dirimu terlihat lebih bersemangat karena lingkaran hitam di matamu terlihat sangat buruk. Aku tidak ingin orang lain melihatmu dengan penampilan seperti itu," ucap Zeyn lalu berjalan melewati Vania.
Vania sibuk merapikan sepatu Zeyn, matanya seketika membulat mendengar pintu kamar kembali terbuka. Vania mendongak, melihat Zeyn yang menghampirinya. 'apa terjadi sesuatu lagi? Apakah ada sesuatu yang membuatnya marah lagi? Apakah ada yang salah di dalam kamarnya? Tempat tidurnya berantakan? Karpet kotor? Apa yang akan dia lakukan lagi padaku?' batin Vania menerka-nerka.
Vania melangkah mundur takut jika hal yang buruk akan terulang kembali, Vania melihat Zeyn mengangkat tangannya dan Vania spontan menutup matanya karena takut sesuatu akan menyentuh pipinya.
"Ini...! ambil ini," ucap Zeyn dan Vania perlahan membuka matanya. Netranya tertuju pada wajah Zeyn kemudian beralih ke tangan yang memegang sebuah kartu berwarna hitam. Black Card.
"Ambil dan belilah baju untuk pesta minggu depan, gaun sederhana tapi tetap terlihat cantik dan berkelas. Melihat pakaianmu, aku pikir bisa mempercayaimu dalam hal seperti ini." lanjut Zeyn dan meraih pergelangan tangan Vania dan meletakkan kartu tadi di tangan Vania.
Hanya sedetik tapi sentuhan Zeyn di kulit Vania membuatnya merasa ada sesuatu yang bergemuruh di dalam perutnya dan dengan santainya Zeyn kembali masuk ke kamarnya.
Vania mengejapkan matanya beberapa kali saking terkejutnya. "Apa ini nyata?"
***
Disisi lain, Zeyn membaringkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size itu, matanya sibuk memandang langit-langit kamarnya. "Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu saat ini," gumam Zeyn
Zeyn tidak seburuk yang kalian pikirkan dan Zeyn juga sangat menyesali perbuatan yang pernah ia lakukan terhadap Vania. Zeyn memukul Vania, memukul seorang wanita dan itu benar adanya. Semuanya terjadi begitu saja karena Zeyn di bawah pengaruh alkohol dan tak bisa mengendalikan dirinya.
Tapi tetap saja, Zeyn tidak seharusnya melakukan hal seperti itu. Perilakunya tidak mencerminkan seorang pria yang seharusnya melindungi wanita terlebih Vania adalah istrinya. Walau tak di landasi rasa cinta tapi itu sama saja Zeyn melukai fisik dan perasaan seorang.
Zeyn ingin meminta maaf tetapi ia bahkan tidak tahu harus memulainya dari mana. Apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia katakan? Zeyn tidak tahu. Jadi ia memutuskan untuk tidak melakukannya dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara mereka alias gengsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️
Fiksi UmumWanita yang menjalani hidup dibawah tekanan seorang suami membuat Vania hidup layaknya sebuah dasi, yang berperan sebagai pelengkap sebuah setelan mewah. Hanya sebatas Aksesori. Di mata orang lain, keluarga mereka sempurna. Di mata orang lain, pern...