...NIGHTMARE...
¤
¤
¤Happy Reading
***
'Tapi aku mencintaimu,' kata itu hanya muncul dalam hati.
Tak ada lagi yang bisa Vania lakukan, dia mengangguk setuju dengan kesepakatan yang di buat Zeyn, setelah cukup lama berdiam diri di tempatnya. Vania akhirnya berdiri dan berlari keluar rumah, bahkan enggan untuk melihat Zeyn, ucapan Zeyn seakan menuntunnya untuk menganggukkan kepala.
Vania berusaha keras menyeka air mata yang semakin lama membanjiri pipinya, kepalanya menunduk menyembunyikan wajahnya yang menyedihkan. Vania berjalan tanpa tujuan, ia hanya mengikuti kemanapun langkah kakinya akan membawanya.
Tidak ada masalah dengan kontrak pernikahan sebelumnya, Vania hanya kecewa karena Zeyn menambah bagian baru dalam kontrak itu.
"Aku tidak masalah dengan perilaku dinginnya terhadapku, aku terima semua kebenciannya, aku tak masalah dengan intensitas pertemuanku dengannya yang kurang, aku baik-baik saja dengan semua itu karena ku tahu satu hal yang pasti, aku memilikinya. Aku memiliki setidaknya satu orang di sampingku. Meski ia tak peduli denganku, yang kubutuhkan hanya kehadirannya. Sikapnya yang tidak menentu, menganggapku tak ada lalu bersikap manis hingga membuat hatiku meleleh juga tak apa, karena yang ku tahu dia ada bersamaku. Aku yakin suatu saat sikap kasar dan dinginnya akan memudar seiring berjalannya waktu." Vania memukul pelan dadanya yang terasa sesak.
"Namun sekarang aku bahkan tak punya harapan, aku tak bisa memilikinya. Zeyn akan pergi meninggalkanku. Aku tak memiliki siapa pun, aku sendiri lagi. Tak adil, bahkan tak ada yang tersisa untukku? apa yang akan terjadi padaku? haruskah aku mati? karena ayah dan ibu pasti tidak akan mengizinkanku hidup setelah perceraian ini. Di tambah lagi saat mereka tahu jika yang mengajukan perceraian adalah aku, maka lambat laun aku akan merasakan sakitnya penyiksaan, penderitaan tiada akhir. Itulah yang akan menungguku. Bukan hanya hatiku yang sakit tapi seluruh tubuhku juga akan merasakan sakit. Aku lebih baik kehilangannya karena wanita lain, kehilangan karena kurangnya kasih sayang terhadapku. Tapi kehilangan Zeyn karena kehendaknya sendiri terlalu menyakitkan untuk ku tanggung,"
"Apa yang bisa kulakukan? aku akan kehilangan satu-satunya orang yang ku pedulikan, satu-satunya orang yang ku rindukan, apakah aku tak pantas bahagia atau sekedar berharap, Tuhan?" deraian air mata mengalir bagai hujan di tengah dinginnya angin malam.
Vania duduk di bangku taman, mengeluarkan semua perasaan emosionalnya lalu menenangkan hati dan pikirannya.
Untuk beberapa saat Vania sudah merasa rileks walau sesegukan di dadanya tak kunjung hilang tapi tetap diam menatap langit di malam hari membuatnya sedikit merasa tenang.
Vania menghabiskan waktunya untuk diam tapi cairan di matanya masih saja keluar tanpa izinnya. Vania beralih melihat kakinya yang berjalan tanpa alas kaki. "Aku bahkan lupa cara memakai sendal."
Sesuatu yang dingin menyentuh permukaan kulit pipinya, Vania mendongak dengan mata yang terbuka lebar. Dia Yudha dengan es krim di tangannya.
Vania tersenyum samar, hatinya yang hancur seolah-olah di hidupkan kembali hanya dengan melihat wajah tampan Yudha.
Raut wajah Yudha mengerut melihat Vania, tetapi Vania tak memberinya waktu untuk sekedar bertanya ataupun bereaksi. Untuk saat ini Vania hanya butuh kehangatan dan sandaran.
Vania berdiri menghadap Yudha dan tanpa pikir panjang Vania memeluk pria yang ia ketahui adalah sahabat suaminya itu, ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Yudha.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️
Ficción GeneralWanita yang menjalani hidup dibawah tekanan seorang suami membuat Vania hidup layaknya sebuah dasi, yang berperan sebagai pelengkap sebuah setelan mewah. Hanya sebatas Aksesori. Di mata orang lain, keluarga mereka sempurna. Di mata orang lain, pern...