...NIGHTMARE...
¤
¤
¤Happy Reading
***
"Aku ingin mengakhiri semuanya, aku lelah dan aku ingin bercerai," Vania akhirnya berujar.
Posisi mereka sedang duduk di ruang tamu, hanya ada suara dari TV yang bergema di seluruh ruangan.
Vania menarik napas dalam-dalam hanya untuk menenangkan diri, jantungnya berdegup tak karuan karena gugup serta perut yang mulai terasa sesak.
Zeyn sudah memprediksi momen seperti ini pasti akan datang. Setiap hari, hubungan keduanya kian memburuk dan yang Zeyn tahu dia-lah penyebabnya. Merasa sudah menghancurkannya, mengembalikan kepribadian istrinya menjadi seperti semula. Tapi pertanyaan mengapa tetap keluar dari mulutnya.
"Aku ... aku sudah tidak sanggup hidup denganmu. Itu terlalu sulit bagiku."
Zeyn menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya.
Zeyn bukannya tidak peka. Hanya dengan melihat wajahnya yang tak berekspresi, tidak bahagia saat Zeyn menyentuhnya. Zeyn sudah menganggap dirinya sebagai pria brengsek yang masih di izinkan hidup setelah semua perlakuannya terhadap Vania.
Zeyn mencoba menghilangkan perasaan bersalahnya, berjanji tidak akan mengulanginya lagi tapi masih saja ia lakukan. Karena Zeyn tidak bisa menahannya, menahan hasratnya karena ia sudah menganggap Vania sebagai obatnya.
Setelah menyingkirkan alkohol sebagai cara bersantai untuk menghilangkan penat setelah seharian bekerja dan Zeyn butuh sesuatu yang baru. Sesuatu yang dapat menenangkan emosinya yang sedang hancur.
Bekerja di bidang bisnis sudah cukup membuatnya frustrasi, karena masih belum terlalu berpengalaman tetapi ia perlu mempertahankan perusahaan dan memikul seluruh nyawa karyawan di pundaknya.
Terasa sangat berat jika ia melakukan kesalahan sekecil apapun karena akan berdampak besar bagi perusahaan.
Sekarang ini semua perhatian hanya tertuju pada Zeyn, ada banyak rival bisnis yang menunggu kegagalan Zeyn. Hanya butuh secuil kesalahan sudah mampu membuat seorang Zeyn terjatuh.
Entah mengapa menyentuhnya, melihatnya bahagia saat berada di bawahnya sudah menjadi kebutuhan Zeyn. Tidak ada hal lain yang lebih penting dari itu.
"Aku mengerti," Zeyn merasakan tangannya gemetar, hatinya seakan dicabik-cabik. "aku juga berpikir seperti itu. Kita harusnya bercerai," gumpalan besar tersangkut di tenggorokan Zeyn, setiap detik semakin membesar membuatnya susah untuk sekedar bernapas normal.
"Tapi ... mungkin ... kita ... maksudku... Jangan sekarang ... aku tidak bisa sekarang... " lanjut Zeyn terbata-bata.
Zeyn mencoba kartu bantuan terakhirnya, mengatakan sesuatu yang akan menunda hal-hal seperti itu terjadi. Dia bahkan tidak tahu mengapa, sedalam apa ia menyakiti dan melukai hati Vania.
Keinginan terakhir Zeyn agar semuanya tidak berakhir dengan kekecewaan dan dia hanya perlu menebus kesalahan.
Kemudian, jika itu kemauan istrinya agar segera melepasnya. Zeyn akan melepasnya dengan harapan suatu hari, keajaiban berada di pihaknya dan Vania dengan senang hati memilihnya kembali.
Namun itu hanya sebuah angan-angan yang sebatas terwujud di pikiran Zeyn. Tapi jika itu tak terjadi Zeyn hanya berharap Vania bisa menemukan kebahagiaannya bersama sosok pria yang lebih pantas dan bisa membuat Vania bahagia lahir dan batin.
"Apa kamu sudah lupa?"
"tentang apa?"
"Kontrak, kontrak yang sudah kita sepakati. Kamu sendiri yang bilang jika aku-lah yang harus melakukannya, menggugatmu ke pengadilan. Seperti yang kamu inginkan dan rencanakan. Aku akan mewujudkannya untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️
General FictionWanita yang menjalani hidup dibawah tekanan seorang suami membuat Vania hidup layaknya sebuah dasi, yang berperan sebagai pelengkap sebuah setelan mewah. Hanya sebatas Aksesori. Di mata orang lain, keluarga mereka sempurna. Di mata orang lain, pern...