25

567 35 1
                                    

...NIGHTMARE...

¤
¤
¤

Happy Reading

***

"Kalian sudah tak pergi bersama?" kaget Selly dan Rania di tengah percakapannya dengan Vania di sebuah restoran dekat kantornya.

"Bukan itu maksudku, kadang-kadang aku juga masih menemaninya. Tapi karena kupikir, mungkin dia sudah cukup terbiasa untuk melaluinya sendiri dan sekarang aku juga sudah bekerja jadi sulit menemukan waktu untuk pergi bersama."

"Berarti kehadiranmu hanya di manfaatkan olehnya," ujar Rania lagi

Vania menegang, bukannya tidak mengerti karena dia sudah tahu itu sedari awal dan tujuan utama pernikahannya. Tapi mendengar dari mulut teman sekantornya membuat hatinya hancur dan Vania lupa akan hal itu.

"Bagaimana denganmu?" kali ini Selly yang bertanya

Vania tersentak, haruskah ia jujur dan ia melakukannya karena ingin melarikan diri dari tekanan orang tuanya.

"Mungkin ayahku yang memetik keuntungannya," jawab Vania bercanda dan dua wanita di depannya ikut tertawa.
"Zeyn juga belum mengaku, kan?" Vania mengangguk. "Kalian sudah tidur bersama. Jadi begitulah adanya, salah satu kebutuhan duniawi manusia. Zeyn adalah pria dan semua pria itu sama saja."

"Sama?"

"Sederhana, jika kamu menunjukkan sedikit bagian tubuhmu yang selama ini kamu sembunyikan dan lihat apa yang akan mereka lakukan. Kamu akan berakhir di tempat tidur melayani hasratnya tentu saja, perilakunya ini tidak didasari cinta tapi nafsu dan kamu adalah korbannya."

"Korban?" sela Vania.

"Iya, mungkin kata korban tidak layak untuk di sematkan dalam topik ini tapi kembali lagi, kamu dengan sengaja merayunya. Jika tak bisa menolak maka pasrah saja." Rania menyesap minumannya. "Aku heran, kita seumuran tapi kamu belum tahu bagaimana cara dunia ini bekerja.
"Tapi ... tapi kami sudah menikah! kurasa itu beda cerita," Vania berusaha setenang mungkin, walau nada suaranya lebih mengarah untuk meyakinkan dirinya sendiri.

"Itu sebabnya aku terkejut! maksudku siapa yang akan menunggu selama itu, tinggal bersama tanpa ada kepastian."

"Rania!" Selly mencoba menghentikan omong kosong Rania.

"Aku penasaran, apa yang dilakukan Zeyn selama ini?" tanya Rania lagi lebih ke dirinya sendiri.
"Sudah dong!" Selly memukul pelan lengan Rania. "Omongannya jangan dimasukkan ke hati yah?" ucap Selly lagi memegang punggung tangan Vania.

Semua yang ada di benak Vania hanyalah sebuah kehancuran, bagai tong kosong yang luarnya kokoh tapi di dalamnya tidak ada apa-apa.

"Aku harus pergi," ucap Vania seraya berdiri.

"Tunggu," ucap Rania menahan langkah Vania.

"Tolong, jangan salah paham dengan ucapanku tadi. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku tahu itu menyinggungmu tapi aku tidak berniat seperti itu. Aku hanya tidak ingin hal yang pernah kualami terjadi padamu. Aku ingin melindungimu dan memastikan jika Zeyn benar-benar tulus dan kuharap kamu bisa lebih pintar dalam mengambil keputusan tanpa harus membuat suatu kesalahan yang sama sepertiku."

Vania menatap intens wanita yang sedang memegang tangannya itu.

"Jika kamu tidak yakin Zeyn menyukaimu, jika dia tidak menunjukkan rasa pedulinya padamu. Berjanjilah padaku, kamu akan meninggalkannya, hmm? atau begini, jangan berjanji padaku. Anggap saja ini sebagai nasihat dariku."

TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang