...NIGHTMARE...
¤
¤
¤Happy Reading
***
Vania sangat sadar dengan setiap kata yang terucap dari mulut Zeyn yang membuatnya lebih sakit. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan, seperti ada sesuatu yang mencabik-cabik hatinya. Tubuhnya merasa lemah dan air mata yang mulai tak terbendung untuk keluar dari pelupuknya.
"Lagipula, kita sudah menandatangani surat cerai itu," ucap Zeyn dengan seringai. Vania tercengang.
"Apa?"
"Jangan pura-pura bodoh. Surat yang sudah kau tandatangani, kontrak pernikahan kita. Di sana sudah jelas di katakan jika kita akan bercerai."
"A-aku ... aku tidak ... tidak pernah melakukannya."
"Apa? Jangan bertingkah bodoh," ujar Zeyn membuka laci dan mengeluarkan selembar kertas. "Aku punya buktinya dan di sini ada tanda tanganmu." Zeyn menunjuk kertas itu dan Vania dengan jelas melihat nama dan tanda tangannya. "Jangan membodohi dirimu, semuanya akan segera berakhir."
Vania tak berpikir panjang, tubuhnya bergerak tanpa dikomando oleh otaknya. Mengambil alih kertas yang di pegang Zeyn dan mulai merobeknya menjadi beberapa bagian.
"Apa yang kau lakukan?" pekik Zeyn. Secara tak sadar tangannya menampar pipi kiri Vania hingga menimbulkan goresan. Perlakuan yang tiba-tiba membuat Vania sempoyongan tak bisa mengimbangi diri sebelum akhirnya terjatuh kelantai. Tangannya tak punya tenaga untuk sekedar menyibak rambutnya, deraian air mata mulai membanjiri pipinya.
Zeyn mencoba mengulurkan tangannya dan tak di tanggapi oleh Vania karena lebih nemilih berdiri menatap sebentar wajah suaminya sebelum pergi dari rumah.
***
Vania mendapati dirinya tengah membunyikan bel pintu rumah orang tuanya. "Kenapa aku datang ke sini?" jika di tanya alasannya, Vania pasti tidak akan tahu karena langkah kakinya yang bekerja dengan sendirinya.
Akhirnya pintu terbuka dan Vania melihat ayahnya. Beliau tidak terlihat senang tapi Vania tetap menerobos untuk masuk. Bisa di pastikan jika wajahnya sedikit marah melihat kedatangan putrinya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada yang tidak menyiratkan kebahagiaan. "Apa kau punya masalah dan melarikan diri dari suamimu?" cibirnya.
"Aku tidak ingin tinggal bersamanya lagi" ucap Vania terdengar sangat menyedihkan.
"Apa? kau sudah gila?"
"Aku hanya ingin pulang ke rumah! apakah itu tidak boleh?" mohon Vania.
"Kau bercanda! cepat pergi ... rumahmu bukan di sini. Keluar." dia menarik paksa tangan Vania untuk berbalik lalu mendorong Vania keluar. "Pergi, dasar tidak berguna! semua sifat wanita sama saja, pergi seenaknya."
Vania mencoba menarik kaki sang ayah tetapi tenaganya tidak cukup kuat, malah di tendang kasar agar segera keluar. "Kamu tidak ada bedanya dengan ibumu! Pergi dari rumahku!" dia mendorong Vania sekali lagi dan Vania terdiam tak melakukan perlawanan karena sudah jatuh tersungkur, wajahnya terbentur cukup keras di sisi pintu dan tangannya yang memerah karena berulang kali terjatuh ke tanah.
Vania merosot, lututnya gemetar dan air matanya bercucuran deras dari matanya sesaat setelah pintu tertutup.
"Zeynan kau sudah menghancurkan hatiku."
Disisi lain, Zeyn bahkan tidak mengira semua itu akan terjadi, tangannya spontan bereaksi dan menampar istrinya. Setidaknya itulah hal pertama yang di ingat Zeyn karena tingkah Vania yang begitu menuntut. Pukulan yang sangat kuat membuat Zeyn akhirnya tersadar dalam beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️
General FictionWanita yang menjalani hidup dibawah tekanan seorang suami membuat Vania hidup layaknya sebuah dasi, yang berperan sebagai pelengkap sebuah setelan mewah. Hanya sebatas Aksesori. Di mata orang lain, keluarga mereka sempurna. Di mata orang lain, pern...