10

600 38 3
                                    

...NIGHTMARE...

¤
¤
¤

Happy Reading

***

Akhirnya Vania tersenyum cerah. "Dia baik padaku dan dia sangat menyayangiku, ayah."

"Aku ikut bahagia mendengarnya, tapi sebenarnya aku khawatir karena pernikahan kalian dilandasi sebuah perjodohan dan aku mengenal bagaimana watak putraku. Karena aku membesarkannya dan aku tahu jika sikap dan kepribadiannya tak baik. Tapi jika dia melakukan sesuatu yang buruk padamu segera beri tahu dan aku memastikan dia akan menerima ganjarannya," celetuk ayah Zeyn di akhir kalimatnya.

Vania ikut tertawa. "Menurutku itu tidak perlu ayah."

Di tengah obrolan itu tangan Zeyn masih setia menggenggam tangan Vania. Vania merasakan suhu tubuhnya naik setiap menitnya dan membuat pipinya kian memanas.

Perasaan lega dirasakan Vania saat mereka berpindah ke meja makan. Membuat Zeyn tak bisa duduk sangat dekat di samping Vania dan ada perasaan sedih karena Vania sudah mulai menyukai sentuhan Zeyn di kulitnya.

Vania mulai menaruh beberapa potong daging ke piringnya tapi aktivitasnya terhenti saat Zeyn mengambil alih piring di tangannya. Vania duduk di kursinya fokus memandangi Zeyn yang sedang sibuk memotong daging. Vania terkejut bahkan lupa bagaimana cara bernapas dengan benar.

'Bagaimana dia tahu cara bertindak manis seperti ini? sikapnya jauh berbeda dengan sebelumnya. Apa dia benar Zeyn? mungkin inilah Zeyn yang asli? yang kemarin itu imitasi? ataukah dia sedang memakai topeng dan sekarang sudah ia lepaskan?' deretan pertanyaan-pertanyaan yang tengah berputar di kepala Vania.

Vania merasakan jantungnya kembali berpacu, debaran dan sensasi aneh di perutnya kembali menyerang.

Mata Vania sibuk mengamati wajah, rambut hitam, rahang tegas, kulit putih pucatnya serta tangan kekar milik Zeyn.

Tawa ayah Zeyn berhasil membuyarkan lamunan Vania lalu beralih memandang mertuanya yang sedang terlibat perbincangan dengan Zeyn.

Namun nurani Vania berkata lain dan tak bisa menahan diri untuk tidak memandangnya lagu. Rambut, dahi, mata, bibir, rahang tegas, hidung. Semua yang ada pada diri Zeyn, semuanya sempurna di mata Vania. Bagai candu yang seakan tak ingin melewatkan momont berharga itu.

Alhasil Zeyn tiba-tiba menoleh ke arah Vania.

"Ini sayang," ujar Zeyn tersenyum dan meletakkan piring Vania kembali. Ucapan itu tambah membuat gemuruh hebat dalam tubuhnya.

Zeyn tersenyum, tak ada emosi, dan wajah dingin seperti biasa. Kalimat yang di ucapkan Zeyn terdengar sangat manis dan sarat akan perhatian di telinga Vania. 'Aku yakin, jika berdiri sekarang aku akan jatuh karena lututku yang terasa seperti jelly dan membuat detang jantungku berdetak tak normal karena dirimu, Zeynan Shadiq Daulyn.' gumam Vania dalam hati.

***

"Malam ini sangat menyenangkan," tutur Vania saat memasuki pintu rumahnya. "Aku menikmatinya, ayah dan ibu juga tampak bahagia. A ...." Vania tak melanjutkan kalimatnya saat Zeyn memotong omongannya.

"Ya, kau melakukannya dengan baik," ucap Zeyn kembali datar. "Mereka percaya kita bahagia dan terima kasih atas kerja samanya," setelah mengucapkan itu, Zeyn masuk ke kamarnya.

Vania terpaku di tempatnya, lidahnya kelu, untuk kesekian kalinya Vania terperdaya. Dadanya sesak, detak jantungnya melambat dan sekali lagi Vania lupa bahwa semuanya hanya kebohongan belaka. Perasaan marah pada dirinya sendiri kian membuncah, merutuki kebodohannya karena terjerumus dalam jurang yang sama.

TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang