22

500 42 11
                                    

...NIGHTMARE...

¤
¤
¤

Happy Reading

***

Vania sudah meninggalkan rumah saat Zeyn terbangun. Di tinggal sendiri dengan kesunyian membuat Zeyn beralih menyalakan TV kemudian berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan ala kadarnya.

Alhasil, matanya menilik semangkok bubur beserta sup daging sapi sudah yang sudah tertata rapi di atas meja, tinggal menunggu Zeyn untuk memakannya.

Pria itu tersenyum memikirkan betapa perhatiannya Vania. Perasaan bahagia karena di rawat oleh sang istri di kala sakit, saat bangun di pagi hari sudah mendapati makanan yang di buat oleh istri dengan penuh cinta.

'Nikmat apalagi yang kau dustakan Zeyn.'

Zeyn masih setia berdiri memegangi sandaran kursi, beberapa detik kemudian perasaan bersalah mulai menggerayang dan senyumnya-pun perlahan memudar saat menyadari jika dirinya bisa kehilangan sosok Vania.

Zeyn melakukan semua hal yang harusnya dilakukan, bersantai di sekitar rumah, mandi dan terakhir duduk di sofa selama berjam-jam sembari menonton acara TV membuat Zeyn di landa rasa bosan. Tak ada lagi pekerjaan yang harus ia selesaikan.

"Dia baru bekerja belum lama ini, jadi apa yang dia lakukan selama ini seorang diri? dia juga tidak bekerja dan tidak punya teman, aku juga kadang pulang terlambat dan tidak terlalu memperhatikannya," gumam Zeyn yang saat itu merasa sesuatu yang menusuk hatinya.

"Pasti sangat tertekan dan kesepiannya dia untuk tinggal bersamaku."

Sekali lagi, Zeyn mendapati dirinya memikirkan Vania, rasa bersalah mengingat apa yang di lakukan Vania setiap harinya di rumah. Sedangkan Zeyn yang nyatanya hanya sehari tak sanggup untuk ia jalani tanpa keluar rumah.

***

Vania dengan hati-hati menekan dan mendorong pintu agar tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Tapi ketenangan dalam rumah meyakinkan Vania bahwa Zeyn sudah tidur. Vania merasa agak sedih karena tak bisa bertemu dengan suaminya, walau sebisa mungkin mencoba cuek. Tetap saja, saat Zeyn sakit adalah ide buruk. Vania dengan senang hati merawatnya dan melihat Zeyn sakit hanya membuat hatinya semakin lemah.

Pukul 12.25 am

Sudah sangat larut saat terdengar sebuah gedoran keras dari arah pintu. Karena terkejut, Vania terbangun dan memeriksa layar intercom, matanya menyipit, samar-samar menemukan siluet sang ayah. 'Apa yang dia lakukan di sini? saat larut malam begini?'

Awalnya Vania ingin berpura-pura tak peduli dan tidak membuka pintu, tapi sekali lagi hantaman keras terdengar dan dengan berat hati Vania membukanya karena takut mengganggu ketenangan tetangga.

Keputusan yang salah di ambil Vania, karena saat ayahnya masuk, keributan-pun mulai terjadi.

"Apa hakmu melakukan hal itu, hah?" dia mendorong bahu Vania kasar, Vania sudah tahu jika ayahnya sedang mabuk karena bau tajam alkohol dalam napasnya.

"Apa kau sudah gila?"

"A-apa yang ayah bicarakan?" Vania melangkah mundur saat sang ayah terus menerus menghampirinya.

"Kau masih berani bertanya? dan pura-pura tidak terjadi apa-apa?"

"Ayah! tenang dulu, pelankan su ..."

"Jangan coba mengguruiku jal*ng kecil!"

"Ayah, tolong jangan berteriak, kamu ..." Vania tak sempat melanjutkan ucapannya. Jadi Vania memutuskan untuk masuk ke kamarnya karena itu tempat terjauh dari kamar Zeyn. Vania tak bisa berbuat apa-apa, tak ada yang bisa menghentikan ayahnya dan Vania tak memiliki kekuatan untuk melawan ayahnya.

TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang