19

465 35 4
                                    

...NIGHTMARE...

¤
¤
¤

Happy Reading

***

"Zeyn! kamu mabuk," gumam Vania dengan suara serak, ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya menolak. Dalam hati Vania, sosok Zeyn masih tetap membencinya dan tindakan Zeyn saat ini hanya pengaruh alkohol yang masih merambat keseluruh aliran darahnya dan Vania berusaha menyadarkannya.

'Jika boleh jujur, aku akan mengizinkannya melakukan apapun yang dia inginkan, karena aku juga menginginkannya. Aku mungkin sudah gila karena merindukan kecupan, sentuhan dan hangat pelukannya saat mendekapku. Aku sangat ingin itu terjadi tapi aku takut dia akan kembali memainkan perasaanku. Aku tahu bagaimana perasaannya terhadapku. Aku tidak ingin menjadi beban di hidupnya dan mematahkan hatiku jika aku terlalu berharap."

Vania memalingkan wajahnya, menghindari kontak mata dengan Zeyn, Vania mendorong pelan tubuh Zeyn lalu berjalan di bawah lengannya dan berlari meninggalkan rumah.

***

"Seharusnya kau mengatakan sesuatu Zeyn, kau seharunya menyangkal atau setidaknya bilang jika aku salah, bahwa kau juga menginginkanku. Kau bahkan tak mencoba mencegahku tapi malah diam dan membuktikan semua ucapanku benar."

Sesak di dada Vania semakin memburu hingga membuatnya sulit bernapas.

"Kau kenapa?"

Wajah Vania terangkat untuk melihat sosok pria yang baru saja bersuara, seperti seorang super hero. Pria itu datang di waktu yang tepat.

Vania duduk di bangku yang sama saat dia menghibur Vania pertama kali, juga di posisi yang sama.

"Kakak juga kenapa ada di sini?"

"Sebenarnya, ada sesuatu yang perlu kubicarakan pada Zeyn, tapi lupakan. Aku bisa melakukannya nanti," Yudha menggidikkan bahu dan ikut duduk di samping Vania. "Btw, aku ingin menanyakan pertanyaan yang sama. Apa Zeyn? apa dia berbuat ulah lagi?"

"Kak!" panggil Vania.

"Jika ada sesuatu yang membuatmu khawatir Jangan sungkan untuk cerita dengan kakakmu ini," ibu jarinya menunjuk dirinya sendiri. Vania tersenyum simpul. Yudha bisa membuat Vania tersenyum begitu mudahnya. "Ini mengenai Zeyn?" Vania menganggukkan kepala. "Terlihat jelas dari raut wajahmu."

"Aku tidak mengerti dengan semua perilakunya? tidak mengerti dengan tingkahnya. Apakah dia masih tidak sadar telah menyakitiku? apa yang harus kulakukan padanya? sejak awal bertemu dia sudah membenciku! apa ada yang salah dengan diriku? apakah aku seburuk itu? apakah aku tidak menyenangkan? apa ada yang kurang di diriku? kenapa dia sangat kejam padaku?:

"Bukan kamu," ucap Yudha mencoba menghibur Vania.

"Kumohon, jangan ucapkan bukan aku, karena itu tak akan membantu."

"Aku tidak bohong, memang bukan kamu." Vania melirik Yudha dengan tatapan serius.

"Walaupun wanita itu bukan kamu, dia masih tetap bersikap sama."

"Aku tidak mengerti. Tapi kenapa? atau dia kesal karena pernikahan ini, tapi kenapa harus sejauh ini? apakah ... apakah mungkin karena gadis di foto itu?"

"Hah! maksudmu Divya?"

"Aku juga tidak tahu namanya, yang pasti aku pernah melihat fotonya di buku Zeyn."

"Tidak, ini bukan tentang dia."

"Kakak yakin? tapi kenapa dia marah saat aku bertanya tentang dia,"

"Memang benar dulu mereka menjalin suatu hubungan, tapi sungguh ini bukan tentang dia," kening Vania mengerut masih tak mengerti.

TRYNA PRETEND (it's okay to be not okay) END ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang