13

2.1K 173 51
                                    

70 vote and 30 komen untuk lanjut awokawok.. Ett tapi jan spam komen yang next next next diriku ga mau huaaa...

Dalam hidup, tugas manusia cuma melepas dan menerima. Menerima kedatangan dan melepas kepergian.

______________________________________

Pagi ini rafa entah kemasukan apa dia ikut sarapan dibawah sama galang, tapi dengan raut muka dingin dan datar, ngga ada kata yang keluar dari mulutnya bahkan nyapa galang aja engga. Sebut saja sekarang rafa itu ice boy. Ya ice boy.

Setelah sarapan yang bener bener hening itu selesai, rafa gak masuk ke kamar lagi, dia masih tetap duduk sambil tangannya bergerak mengambil pisau buah, tangan satunya mengambil buah apel. Lidahnya sedikit pahit, jadi dia ingin makan apel sekedar memberi rasa manis dan segar pada lidahnya itu.

"Gue berangkat sekolah dulu, lo jan main yang ngga ngga, awas aja. Dan satu kesenangan tersendiri bagi gue lo mau keluar kamar dan sarapan tanpa diperintah. Kalo gini kan sama sama enak. Dah ya gue berangkat dulu." galang bangkit dari duduknya, meraih tasnya yang tergeletak di kursi kosong sebelahnya.

Rafa sama sekali ga berniat ngerespon perkataannya galang. Dia sibuk dengan dunianya sendiri, mengupas kulit apel toh galang juga udah pergi xuxuxu eh xixixixi

Bi nur datang, dia membereskan piring piring di meja makan. Membawanya kebelakang untuk dicuci. Bi nur sebenarnya dari kemaren prihatin melihat teman dari aden nya ini. Bi nur dapat merasakan apa yang saat ini rafa rasakan. Mungkin karena bi nur seorang ibu jadi dia bisa lebih peka dan bisa ikut merasakan kesedihan rafa.

"Aden mau bibi kupasin apel lagi?"

"Ga usah.

"Apa aden pernah dengar tentang kalimat ubah lukamu menjadi kebijaksanaan?...Jangan biarkan luka aden terus menganga dan malah membuat kelemahan bagi aden. Aden harus bisa ubah luka aden jadi kebijaksanaan bagi aden. Kebijaksanaan yang mampu menuntun hidup aden ke kebahagiaan. Kebijaksanaan yang bisa membuat aden menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi."

"Hidup itu ironis den, butuh kesedihan untuk mengetahui apa itu kebahagiaan, kebisingan untuk menghargai keheningan dan ketidakhadiran untuk menghargai kehadiran. Semua harus melalui sebuah proses dulu. Jika ingin bahagia ya harus merasakan sedih dulu, jika ingin kenyaman dan ketenangan ya harus merasakan kebisingan dulu dan sesuatu itu ga akan pernah berharga sebelum merasakan kehilangan. Cobalah menerima kenyataan, menerima itu memang hal paling susah, tapi coba anggap menerima itu sebagai sebuah proses menuju kebahagian. Tuhan sudah menulis dengan apik jalan hidup kita, tapi entah dilapisi senyuman atau tangisan. Bibi ga tau apa masalah aden, dan belajar menerima ya jangan terus biarin lukanya tambah parah, obati lukanya. Bibi yakin aden bisa. Bibi ga bisa bantu apa apa bibi cuma bisa bilang begitu."

Apa yang rafa bisa katakan saat ini?
Rafa hanya bisa diam.

Ingin bahagia? Tentu rafa ingin bahagia.
Tapi apa harus semenyakitkan ini dulu untuk menuju kebahagiaan itu.

"Tapi maaf, rafa blom bisa menerima."

Bi nur menghela napas sambil tersenyum menatap rafa.
"Ga papa.. Bibi paham ga mudah emang untuk menerima. Cobalah berusaha untuk menerima ya den.."

"Rafa permisi."

Itu..ngomong apa nyambungnya apa..
Rafa tinggal bi nur sendiri di meja makan. Dirinya naik ke atas, masuk ke kamar.

Apakah perkataan bibi menyinggung rafa? Bukan menyinggung lagi itu seperti sebuah tembakan yang tepat mengenai hati rafa tapi sayangnya hati rafa tidak sampai tertembak karena dilapisi lapisan kebencian dan ketidakterimaan disana. Dan tembakan itu belom bisa menghancurkan lapisan itu.
Entah harus dengan apa lapisan itu hancur..

RAFA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang