Hidup ibarat sebuah buku; Tuhan yang menyediakan pena (takdir), tapi kita lah penulisnya (nasib).
______________________________________
Rafa sekarang tengah duduk sendiri di kamarnya. Nunggu abel, dia mo bicara bentar sama abel. Abelnya belom pulang sekolah soalnya.
"Abang minta maaf, abang gak bisa sama kamu lagi dek."
Ceklek
Suara pintu dibuka, dari langkahnya saja rafa sudah tau bahwa itu abel.
"Abangg... " abel memeluk rafa dari belakang. Tapi rafa ga bales sama sekali pelukan abel.
"Bel duduk, abang mau ngomong sama kamu." rafa.
Abel duduk disebelah rafa, dia takut dengan muka abangnya saat ini, ga ada senyum sedikitpun. Mata dan hidungnya merah.
"Kenapa bang?"
"Abang ga bisa lagi tinggal disini, abang mau pergi. Abel jaga bunda ya.." rafa sebisa mungkin ngomong perlahan lahan supaya abelnya juga bisa paham. Rafa sungguh gak mau ninggalin abel, tapi keadaan yang membuatnya begini.
"Loh.. Kemana bang?"
"Ga tau, Intinya abang ga bakal tinggal disini lagi."
"Abang ninggalin abel? Abang biarin abel tidur sendiri?" mata abel udah mulai berkaca kaca.
"Iya."
"Hiks... Kenapa? Abang sayang kan sama abel?" abel menatap mata rafa dengan air mata yang terus menetes.
"Sayang, abang sayang sama abel. Abang sekarang pengin sendiri, abel disini jaga mereka ya.." jangan ditanya sayang apa engga.. Ya jelas sayang banget.
"Gak mau... Abang ga boleh pergi hiks.. " abel memeluk lengan rafa erat banget sambil terus menangis.
"Abang ngingkarin janji abang sendiri, abang pernah bilang kalo abang gak bakal biarin abel nangis, tapi sekarang tangis abel karena abang. Abang minta maaf."
"Abel..disini masih ada ayah bunda. Abang pergi ga bakal jadi pengaruh besar, malah abel bisa bahagia bareng ayah bunda." rafa mengelus kepala adeknya sayang. Demi apapun rafa gak tega liat adeknya begini.
"Kalo bisa bahagia sama abang hiks.. , kenapa gak sama abang aja?"
Adeknya ini memang kepala batu, sekalinya enggak ya enggak. Kalo begini terus abel ga bakal biarin abangnya pergi.
Tok
Tok"Den rafa, non abel suruh turun kebawah. Makan malem."
Beda dari biasanya. Suasana meja makan saat ini benar benar canggung, gak ada tawa atau candaan seperti biasanya.
Abel juga dari tadi diem terus, dia bahkan nunduk terus ga berani liat ayah bundanya, takut ditanya macem macem.
"Abang mau ikan ini?" fani memecah kecanggungan dengan mencoba bertanya kepada rafa.
"Gak."
Bahkan rafa gak natep bundanya sama sekali. Bundanya aja ga ditatap apalagi ayahnya. Benar benar seperti orang asing."Mau minum, bunda tuangin ya." fani mau mengambilkan minum buat rafa tapi ditahan sama rafa.
"Ga perlu. Saya dikasih makan seperti ini sudah cukup."
Apa dia bilang?
Benar benar seperti orang asing.
Ray sama fani sangat terkejut dengan omongan rafa. Dia benar benar sudah berubah..
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFA [END]
Random"Saya ngga peduli mau sesayang apa anda sama saya, intinya saya kecewa!" Dunia bagi Rafa seakan terbalik begitu saja. Hidupnya yang dulu dan sekarang sangat berbeda. Satu masalahnya, kenapa seseorang tidak jujur, tidak mau berkata yang sebenarnya...