6

42 2 0
                                    

Aku reflek menoleh ke asal suara, seorang laki-laki berjalan mendekat dengan topi hitam menutupi kepalanya. Dia sangat putih terlihat sama dengan kaos yang sedang dipakainya.

Guk....guk....

Anjing itu berlari menghampiri lelaki yang terlihat lega, laki-laki itu langsung menggendong anjing tadi dan mengangkatnya setinggi yang dia bisa.

"Apa Holly membuat kesalahan?" Tanya laki-laki itu.

"Nggak kok, anjingmu menggemaskan." Jawabku tersenyum.

"Saya juga berpikir seperti itu." Lalu laki-laki itu terdiam, aku memalingkan wajahku darinya.

"Apa kau menangis?"

Aku menoleh, suaranya pelan tetapi aku masih bisa mendengarnya. Laki-laki itu mengusap kepala anjingnya.

Apa yang lu harepin,cha~ Aku merutuki kebodohanku sendiri.

"Terimakasih sudah menahan Holly, dia memang nakal." Laki-laki itu tersenyum.

Sumpah, senyumannya manis banget~

"Santai." Jawabku yang ikutan tersenyum, senyumannya seakan menghipnotisku untuk ikut tersenyum.

"Jadi namanya Holly?" tanyaku menunjuk anjing tersebut.

"Ya."

"Saya duluan, sekali lagi terimakasih." Lalu laki-laki itupun pergi, dengan senyuman manisnya.

Tak lama setelah pria itu pergi, aku kembali melamunkan hal yang tidak jelas. Duduk di bawah pohon besar dengan tiupan angin menerpa wajahku pelan.

"Ternyata benar tebakanku." Suara yang sangat kukenal mendekat.

"Kok kamu tau?" Kini Varrel sudah duduk di sampingku.

"Tadi aku kerumah kamu, tapi yang ada cuma bang Nathan aja, terus aku coba ke sini." Varrel tersenyum.

Tiba-tiba aku mengingat perkataan papah tadi, lalu tanpa sadar air mataku turun.

"Kok nangis?" Varrel mengusap air mataku.

"udah dong kasian air matanya jatuh pasti sakit." Kata Varrel masih mengusap pipiku.

"Apaan sih?" Aku memukul lengan Varrel pelan.

"nah kalo senyum gitu kan cantik, emang gak capek mata kamu udah bengkak itu ntar ngalahin panda."

"Siapa juga yang senyum." Bantahku cepat.

"Masa aku pacaran sama panda, terus nikah sama panda terus jadi papah panda."

"Pftt beda Varrel." Aku tertawa, melihat tingkah Varrel.

"Masa mata panda bengkak." Tambahku mengusap pipiku sendiri.

"Gitu dong, emang kenapa sih nangis?"

"Aku dimarahi papah." Jawabku menatap mata yang kini menatapku sayu.

"Ada apa? Apa ada masalah?." Varrel terlihat khawatir.

"Sekarang udah gak apa-apa, kan ada kamu." Aku tersenyum.

"Wah... sekarang calon istriku pinter ngegombal." Varrel mencubit hidungku.

"Sakit sayang." Aku menjauhkan mukaku.

"Lagian kamu yang ngajarin." Tambahku lagi.

"Iya-iya, I love you forever." Varrel merangkulku erat.

"Me too."

"Pokoknya selama apapun itu aku akan menunggumu, my lovely." Varrel jongkok di depanku mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih.

"Tapi kamu harus berjanji kalau kamu akan menjaga jari manismu ini agar tidak diisi oleh apapun." Varrel memakaikan sebuah gelang perak yang terukir kata love forever di tangan kananku.

"Anggap saja aku sedang latihan melamarmu." Varrel tersenyum kotak, ciri khas itu selalu teringat di pikiran dan hatiku.

"Aku akan menanti saat itu tiba." Ucapku, tersenyum bahagia.

Lalu kami berpelukan hingga beberapa menit, setelah itu Varrel mengajakku ke sebuah kafe langganannya.

Lalu kami menceritakan banyak hal, Varrel bercerita tentang hal yang aneh tapi aku ikuti saja alurnya sesekali kami tertawa bersama. Seakan waktu berjalan lambat untuk kami.

Hingga waktu itu tiba, dimana tante Rosa datang ke meja kami dengan suara yang nyaring, membuat kami terkejut.

"APA-APAAN KALIAN!"

"Mamah udah bilang ke kamu buat jauhin wanita rendahan kayak dia, dia itu gak pantes buat kamu." Ucap tante Rosa dengan penekanan di setiap katanya, matanya melotot tajam kepada Varrel.

"Mamah jangan kayak gini, malu di tempat umum." Varrel merendahkan nada bicaranya mencoba menenangkan tante Rosa.

"MALU?!" Tante Rosa menatapku jijik.

"Mamah lebih malu liat kamu jalan sama wanita murahan kayak gini, temen-temen mamah punya anak yang lebih cantik dari dia." Tante Rosa menyiramku dengan cokelat hangat yang aku pesan beberapa menit lalu.

"MAMAH!" Seru Varrel tertahan tangannya mengepal kuat.

" mamah ini kenapa sih? Acha gak salah apa-apa ke mamah." Varrel mencoba menahan amarahnya.

" daritadi dia diem liat kelakuan mamah yang gak ada tujuan begini." Varrel berdiri di depanku.

Rasanya sangat menjijikan ketika ada cairan yang mengalir dari kepala hingga ke wajah. Hancur sudah penampilanku saat itu.

"Berani kamu sama mamah? Wanita ini udah mencuci otak kamu Varrel." Tante Rosa menunjukku sedangkan Varrel melindungiku.

Pelayang mulai menghampiri meja kami malu, marah dan kecewa itu yang kurasakan saat itu. Tante Rosa terus memakiku dengan bahasa yang kasar.

"Saya bisa jalan sendiri!" Tante Rosa mengomeli pelayan tersebut.

"Jangan temui anak saya lagi, kamu udah mempermalukan saya PERGI DARI HADAPAN SAYA!" Bentakkan itu membuatku takut.

"Mamah gak bisa begini, Varrel udah milih dia dan dia adalah yang terbaik buat Varrel,mamah juga...."

"Apa yang kamu harepin dari dia!" Bentak tante Rosa lagi.

Dengan cepat aku langsung berlari keluar dari kafe tersebut, tidak mempedulikan teriakan Varrel yang meneriaki namaku.

Kulihat tante Rosa menahan Varrel sekuat tenaga di meja tersebut, aku berlari sepanjang jalan.

Teringat aku pergi dari rumah tanpa membawa barang apapun.

###

SUDDENLY married {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang