Tujuh

33 3 0
                                        

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti beberapa langkah di depanku, aku tidak mempedulikannya. Hingga pintu itu terbuka memperlihatkan pria yang kutemui tadi pagi bersama anjingnya.

"Apa aku bisa membantumu? Kau terlihat.... Kacau." Ucapnya, aku hanya tersenyum sebagai tanda aku baik-baik saja walau aku tidak tau senyuman apa yang kuberikan.

"Masuklah! Saya tidak akan berbuat macam-macam." Kata pria tersebut, aku menoleh pria itu tersenyum kepadaku.

Entah kenapa aku masuk ke dalam mobil tersebut, feelingku pria ini bukanlah orang jahat.

"Kamu terlihat seperti orang gila tadi." Ucap pria itu yang melajukan kendaraanya setelah aku duduk di sampingnya.

"Terlihat sekacau itu ya?" Aku menundukkan kepalaku.

Aku seperti lupa akan segala hal, pikiranku tercampur dan berceceran di segala tempat. Bahkan aku tidak tahu penampilanku sekarang.

"Apapun yang terjadi padamu, sepertinya itu hal yang buruk." Ucap pria itu, dia terlihat berbeda dari tadi pagi.

Kini pakaiannya rapih dengan jas abu-abu dan kemeja hitam, tidak ada yang bersuara hingga satu menit terakhir.

"Saya akan mengantarmu pulang, dimana rumahmu?" Tanyanya.

"Nggak usah, keliatannya kamu sibuk aku bisa sendiri kok." Tolakku, karena tidak mau merepotkan pria yang bahkan belum kukenal.

"Tidak apa, anggap saja ini balas budi saya karena kamu berhasil menangkap Holly tadi pagi."

"Itu kan kebetulan." Gerutuku pelan, pria di sampingnya ini tidak mau mengalah.

"Sekarang juga kebetulan saya bisa bertemu denganmu di pinggir jalan, sudahlah dimana rumahmu?" Tanyanya ketika berbelok ke arah perumahan tempatku tinggal.

Aku menoleh kaget,dia memiliki pendengaran yang tajam.

"Perkiraan saya kamu tinggal di sini jadi kita searah." Tambahnya.

"Darimana kamu tau?" Tanyaku heran.

"Tadi pagi kan kita ketemu di taman ini." Dia menunjuk taman tersebut.

"Di depan belok kanan." Seruku karena hampir terlewat, aku hanya hafal 1 jalan soalnya.

"Dari sini jalan lurus pas gang yang ada pohon besarnya belok kanan, rumah yang bercat cokelat itu rumahku."

Setelah sampai aku berterimakasih kepadanya, belum sempat aku menanyakan namanya dia langsung pergi setelah aku menutup pintu mobilnya.

"Lu habis ngapain? Di luar ujan cokelat." Baru kututup pintu aku langsung ketemu sama kak Nathan.

Dia melonggo ke jendela, "Sutt, Jangan berisik!" Mataku melihat sekeliling.

"Mamah sama papah mana?" Tanyaku.

"Pergi, paling bentar lagi pulang." Jawab kak Nathan, dia sedang memainkan hpnya di ruang tamu.

"Kak jangan kasih tau mereka gue pulang kayak gini, gue mau mandi dulu lengket banget ini."

"Emang kenapa?" Kak Nathan menatapku penuh Tanya.

"Ntar gue ceritain, tapi mulutlu jangan ember!" Aku mengangguk-anggukkan kepala.

"Gue itung sebagai utang."

Terdengar suara mobil mendekat, aku langsung kabur ke kamar dan mengunci pintu kamar karena siapa lagi yang datang kalau bukan mamah sama papah.

2 jam berlalu, hampir sejam aku bercerita dengan kak Nathan di kamarku sendiri. Karena hanya di sana aku bisa leluasa curhat tanpa takut terdengar orang lain, kamarku terletak di lantai dua paling ujung.

"Kalo saran gue lu jangan nyerah buat dapetin hatinya tante Rosa, mungkin suatu saat dia bakalan luluh sama kayak anaknya." Kak Nathan terdiam.

"Kalo soal papah mending lu ikutin aja cara papah yang penting kamu bisa kuliah di sono bareng Varrel." Kak Nathan tersenyum.

Kak Nathan adalah tempat curhatku yang setia, walaupun kadang nyebelin gak karuan tapi dia selalu bisa nenangin dan kasih perkataan yang tepat.

"Tapi syaratnya apaan? Sampe nungguin malem dulu."

"Mana gue tau gue kan anaknya." Jawab kak Nathan cepat.

###

SUDDENLY married {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang