Setelah makan malam bersama, sekarang mereka sedang berkumpul di ruang keluarga. Azka sibuk dengan Bilqis yang berada di gendongan istrinya sambil membunyikan mainan berwarna-warni itu, sehingga tawa renyah Bilqis begitu menggoda semua insan yang berada disana.
Berbeda dengan reaksi yang diberikan oleh Amel, sebab hal itu tidak mempengaruhinya sama sekali. Ia lebih tertarik kepada seorang lelaki yang duduk di depannya itu. mereka hanya dipisahkan oleh sebuah meja kaca berukuran besar. Seorang lelaki tampan, berkarisma, tetapi sikap dinginnya mengalahkan kutub utara.
Azzam, lelaki yang berada di hadapan Amel. Ia juga sebenarnya sudah mengetahui bahwa Amel melihat ke arahnya sedari tadi, tetapi ia tidak menghiraukannya sama sekali. Azzam juga mengetahui bahwa Amel memiliki perasaan yang lebih terhadap dirinya, hal itu diketahuinya dari bundanya sendiri. Awalnya, ia sangat kaget mendengar penuturan dari bundanya itu, karena selama ini ia tidak pernah merasa begitu dekat dengan gadis itu. Ia tidak ingin mengetahui lebih tentang kapan gadis itu menyukainya, hal seperti itu saja sudah membuatnya kaget, jadi menurutnya cukup tahu sampai disana saja. Bahkan setiap bundanya menghubunginya, wanita itu selalu menceritakan tentang gadis itu.
"Bang, keluar bentar yok, temenin aku ke supermarket," ajak Zizi.
"Mau cari apa?" Tanya Azzam.
"Ada pokoknya," balas Zizi.
"Ya udah, ayo!" Hal itu sukses membuat Zizi tersenyum. Ia sangat ingin membuat Amel kesal, ia ingin membuat gadis itu memperlihatkan sikap aslinya, ia tidak menyukai Amel yang hanya diam sedari kedatangan Azzam tadinya.
"Zi, aku ikut ya," pinta Amel.
"Yah, rencananya aku mau ngajak abang pake motor aja. Udah lama banget nggak keliling sama abang," hal itu membuat mereka semua kaget dan curiga dengan sikap Zizi.
Hanum yang mendengar hal itu langsung menatap Zizi dengan curiga, pasti putrinya sedang mengerjai Amel. Ia tidak habis pikir dengan gadis berkerudung hitam itu.
"Zi, kenapa bicara gitu? Pake mobil aja kalau memang Amel pengen ikut," peringat Azka.
"Zizi udah rindu sama abang, jadi pengen naik motor berdua."
Amel menggigit bibir bagian dalamnya, ia berusaha lebih tenang dan terlihat baik-baik saja. "Enggak masalah om, aku di rumah aja. Lagian mau istirahat juga sebentar lagi."
"Ayo, katanya mau pergi sekarang," ajak Azzam sambil menatap Amel sekilas.
Zizi langsung mengangguk paham dan ia menyalami orang tuanya terlebih dahulu. Sebelum benar-benar pergi, ia tersenyum jahil ke arah Amel dan hanya dihadiahi sebuah tatapan kesal.
•••
S
etelah ke supermarket dan membeli beberapa makanan ringan, mereka berdua mampir sebentar di taman. Azzam tahu kalau Zizi hanya mengerjai gadis itu.
"Kamu jahil banget sih," ungkap Azzam sambil menggelengkan kepalanya.
"Yah gimana nggak jahil bang, Amel jaim banget di depan abang. Pokoknya dia itu suka banget sama abang, tapi aku heran juga sama dia, dia bisa menahan sikap manjanya di depan abang."
"Emang dia manja?"
Zizi langsung mengangguk dengan cepat. "Parah banget manjanya, apalagi kalau udah sama bunda, kalah sama kita anaknya bunda."
"Dia sering nginep di rumah?"
Zizi kembali mengangguk. "Sering banget, karena Om Fano lagi banyak banget kerjanya. Di rumah masih ada mbok, tapi Amel nggak bisa kesepian gitu. Bunda juga kasihan, makanya selalu diantar ke rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Complement of My Heart ✓(Lengkap)
SpiritualGenre: Romance-Spiritual {story 2} spin-off: Alhamdulillah, Dia Makmumku. ____________________________________________________ ~ Menurut Amel, titik tertinggi dalam mencintai itu adalah ketika dia bisa memiliki seutuhnya. ~ Menurut Azzam, titik tert...