Siapapun di posisi Amel saat ini, tentunya pasti marah banget...
Happy reading 🌠
•
Setelah mendengar ucapan dari Azzam, Amel langsung berlari ke arah resepsionis untuk menanyakan perihal papanya. Ya, ternyata semuanya benar, papanya memang di rawat di rumah sakit ini. Badannya semakin lemas saat mendengarkan hal itu, saat ia ingin beranjak, Azzam sudah berada di belakangnya.
Jujur ia tidak ingin melihat orang-orang terdekatnya saat ini, ia takut kemarahannya ini akan melukai hati mereka. Cukup dia saja yang terluka seperti ini.
“Jangan ikuti aku, Mas! Sebaiknya kamu pergi dari hadapan aku. Aku hanya butuh papa saat ini, aku nggak pengen dengerin apapun selain dari mulut papa,” terang Amel dengan tatapannya penuh kecewa.
Setelah itu Amel langsung mendorong tubuh Azzam sekuat tenaganya. Melihat hal itu Azzam tetap mengikuti langkah wanita itu. Ia tidak bisa marah juga, ia yang harus lebih bersabar saat ini.
Amel langsung membuka pintu perawatan papanya, ia dapat melihat sang papa yang terbaring lemah di sana. Alat-alat terpasang rapi ditubuh papanya, seketika tubuh Amel melemas melihat semua itu. Kenapa semua harus di tutupi dari dirinya? Kenapa mereka dengan tega melihatnya seperti orang bodoh beberapa hari belakangan ini? Apa ia tidak berhak untuk mengetahui semuanya? Bukankah dirinya yang lebih penting di saat keputusan ini diambil?
“Pa,” Amel langsung memeluk tubuh Fano. Sedangkan Azzam langsung menarik tubuh Amel ke dalam dekapannya.
“Lepasin aku, aku benci sama kamu. Puas kamu menghancurkan perasaan aku? Apa aku nggak berhak untuk semua ini?” teriak Amel dengan begitu sarkas kepada Azzam.
“Sayang tenang, aku mohon. Nanti Papa semakin merasa sedih melihat kamu seperti ini,” bujuk Azzam yang menahan rasa sakit ditubuhnya karena pukulan yang begitu membabi buta.
“Diam kamu! Aku mau Papa bangun sekarang juga,” teriak Amel.
“Papa pasti bangun, sekarang Papa masih istirahat,” Amel sama sekali tidak mempedulikannya, ia semakin memberontak mendengar hal itu.
Fano masih dalam pengaruh obat, jadi ia tertidur dengan nyaman, tanpa terganggu oleh suara Amel yang begitu mengusik di ruangan itu.
"Kamu nggak tahu gimana perasaan aku saat ini, yang kamu tahu hanya menjaga amanah itu dan itu. Kalian sama saja, sama-sama membuat aku terluka seperti ini. Apa melihat aku seperti ini, kamu merasa senang? Apa selama ini kamu hanya berpura-pura menyayangi dan melindungi aku?" Kembali Amel berteriak dengan penuh amarah.
Azzam menggelengkan kepalanya dengan tatapan berkaca-kaca. Ia tidak sanggup melihat Amel hancur seperti ini. "Mas nggak pernah ingin melihat kamu seperti ini, Mas selalu pengen membuat kamu bahagia. Tapi semua ini di luar kendali Mas," ungkap Azzam.
"Apa yang di luar kendali Mas? Apa?! Apa susahnya menjelaskan semua ini? Apa?!" Teriak Amel.
"Sayang, kita keluar dari ruangan ini ya. Kasihan Papa butuh istirahat dulu beberapa jam ke depan, nanti keamanan mengusir kamu dari ruangan ini," jelas Azzam.
"Aku nggak peduli!" Bentak Amel yang melepaskan tangan Azzam dengan begitu kasar.
Amel kembali menghampiri papanya dan air matanya kembali berlinang. "Pa, kenapa Papa ngelakuin semua ini ke Amel? Kenapa harus merahasiakannya? Kalau memang ini keputusan yang ingin Papa ambil, Amel bakalan mendukung sepenuhnya. Apa Papa nggak pengen ada Amel di sini?"
Tangisan Amel pecah dan Azzam mencoba menahan agar tidak ikut menangis. Ia mendekati wanita itu dan membawa ke dalam pelukannya.
Amel hanya pasrah dan menumpahkan segalanya dalam pelukan sang suami. Ia sudah tidak bertenaga lagi untuk memberontak, ia sudah sangat lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complement of My Heart ✓(Lengkap)
SpiritualGenre: Romance-Spiritual {story 2} spin-off: Alhamdulillah, Dia Makmumku. ____________________________________________________ ~ Menurut Amel, titik tertinggi dalam mencintai itu adalah ketika dia bisa memiliki seutuhnya. ~ Menurut Azzam, titik tert...