Bab 20 | Kegundahan

7.1K 532 26
                                    

"Mas, aku masih merasa nggak tenang dengan Azzam maupun Amel," ungkap Hanum dengan lirih.

Azka yang sedang membaca buku seketika menghentikan kegiatannya itu. Ia melirik sekilas ke arah Hanum di atas ranjang mereka dan ia segera menyusul setelah meletakkan buku tersebut.

"Sayang, apa yang masih mengganggu pikiran kamu mengenai mereka? Semuanya sudah baik-baik saja bukan? Azzam sekarang sudah menentukan pilihannya begitupun Amel saat ini fokus dengan kesehatan papanya," balas Azka sambil membawa istrinya ke dalam dekapan hangatnya itu.

Hanum menghela napasnya dengan kasar dan terlihat raut wajahnya yang begitu cemas. "Aku tahu perihal itu mas, tapi aku lihat Amel sebenarnya nggak bahagia dengan keputusannya itu, bahkan dia terlihat begitu kecewa terhadap apa yang terjadi antara dia dan Azzam."

"Sayang, sebaiknya kita nggak usah mencemaskan hal ini secara berlebihan. Kita nggak salah dalam hal ini, kita sudah memberikan jalan melalui perjodohan dan yang pertama kali menolaknya Amel, bukan? Jadi apalagi yang harus kita cemaskan, berarti Amel memang tidak yakin dengan Azzam untuk menjadi pendampingnya kelak."

"Kalau boleh jujur aku sendiri nggak yakin kalau semua itu keputusan yang benar-benar diinginkan oleh Amel, karena aku tahu bagaimana selama ini dia menyukai putra kita," jelas Hanum kembali.

Azka sangat paham dengan semua ini, ia sendiri juga tahu perihal itu, bahkan tentang perasaan putranya sendiri pun ikut ia ragukan, tetapi ia tidak ingin membicarakan hal ini dengan Hanum, ia takut akan menambah beban istrinya saja. Biar dirinya saja yang akan menyelesaikan hal ini.

"Sebaiknya kita istirahat, jangan terlalu memikirkan hal ini. Kamu tenang saja, biar mas yang menyelesaikan kegundahan hati kamu itu," ungkap Azka.

Hanum melepaskan dekapan suaminya itu dan ia mereka saling menatap. "Aku percayakan sama kamu mas."

•••••

"Makasih ya kalian selalu nemenin gue di rumah," ungkap Amel.

"Jangan bicara gitu Mel, kita udah bilang kalau kita bakalan selalu sama lo. Kita tahu kalau lo butuh kita saat ini, jadi jangan merasa sungkan gitu. Kita udah seperti saudara, jadi harus saling menjaga dan mendukung," balas Ayana.

Amel tersenyum mendengar hal itu dan menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian. Saat ini mereka sedang berada di rumah Amel, rencananya malam ini mereka akan menginap di rumah sahabatnya ini.

"Kalian sudah izin kan sama orang tua, kalian buat nginap di rumah gue?" Tanya Amel memastikan kembali.

Kedua sahabatnya itu langsung mengangguk dengan cepat. "Gue nggak perlu izin, mereka lagi di luar ngeri, jadi nggak bakalan ada yang nyari juga. Nggak kayak Zizi, hilang dikit langsung dicari," ungkap Ayana sambil tersenyum jahil ke arah Zizi.

"Kalian pada tahu sendiri, gimana orang tua dan abang gue, telat pulang dari jadwal kuliah saja udah dicariin," keluh Zizi.

"Nikmatin masa-masa seperti itu, lo beruntung Zi, ada yang menyayangi lo. Nggak semua orang bisa mendapatkan hal itu, bahkan lo bisa dapat perhatian secara lengkap kayak gitu," balas Ayana.

Amel mengangguk setuju dengan hal itu. "Ternyata kita dipertemukan gini, karena kita bisa saling melengkapi dan setiap pertemuan itu pasti ada sebab dengan alasan yang tepat."

Ayana dan Zizi sangat setuju dengan hal itu. "Tumben banget kita bicara begitu serius seperti ini," ungkap Zizi.

"Mel, gue mau nanya, tapi kayaknya ini di luar topik pembicaraan kita sedari tadi, nggak masalah kan?" Tanya Ayana.

Amel langsung mengangguk. "Nggak usah merasa sungkan gitu, gue bakalan jawab kok."

Ayana melirik ke arah Zizi sekilas saja. "Mel, gue baru dengar cerita dari Zizi tentang hubungan lo sama Bang Azzam. Apa benar lo yang menolak perjodohan itu?  Bukannya lo pengen banget punya pasangan seperti Bang Azzam? Bahkan secara terang-terangan lo selalu mengatakan Bang Azzam akan menjadi milik lo."

Sebenarnya Amel sudah tahu bahwa Ayana akan menanyakan perihal ini, sebab ia belum menceritakan hal ini dengan sahabatnya itu.

"Gue tahu, mungkin kalian berdua kaget dengan keputusan gue. Ay, bukan hanya dengan lo, sama Zizi saja gue belum cerita, apa alasan gue sebenarnya. Memang selama ini gue mengatakan kalau Mas Azzam adalah milik gue. Seiring berjalannya waktu, gue tahu bahwa nggak semua hal bisa gue paksain, termasuk tentang perasaan. Gue mencoba masuk ke dalam kehidupan Mas Azzam, tapi ternyata bukan gue perempuan yang cocok untuk dia."

Mereka jelas melihat bahwa Amel tidak sepenuhnya jujur atas apa yang ia sampaikan, seakan masih ada alasan yang begitu berat ia menolak perjodohan itu.

Ayana mencoba memahami perasaan Amel saat ini, ia mengusap bahu sahabatnya itu dengan lembut. "Kita nggak tahu semua yang lo sampaikan itu keseluruhannya atau belum, tapi gue cuma bisa mendukung apapun keputusan yang lo ambil. Mel, perasaan lo saat ini benar-benar nggak baik, banyak hal yang lo pikirin. Pokoknya lo harus jujur sama diri lo sendiri, kalau semua itu memang yang terbaik buat lo," ungkap Ayana dengan tegas.

Amel tertegun mendengar hal itu. "Apa selama ini aku hanya berbohong ke diri aku sendiri? Apa itu yang menyebabkan aku nggak bahagia dengan apa yang aku putuskan?" Batin Amel.

•••••

"Apalagi yang membuat lo kayak gini? Gue udah ingetin ke lo, ambil keputusan yang benar-benar dari hati lo," ungkap Dhaffi dengan tegas.

Azzam hanya diam sambil menatap gelas yang berada di depannya itu. "Zam, apa lo bahagia dengan semua ini?"

Dhaffi menatap sepupunya itu dengan tegas, ia ingin meyakinkan satu kali lagi hati lelaki ini. "Zam, gue nanya ke lo!"

Azzam menaikkan pandangannya dan menatap Dhaffi dengan penuh arti. "Apa gue terlihat bahagia dari apa yang bisa lo lihat saat ini?"

Jawaban yang dibutuhkan oleh Dhaffi akhirnya bisa ia dapatkan secepat itu. Ia memegang bahu Azzam dengan tegas. "Zam, berarti lo nggak bahagia dengan keputusan yang lo ambil saat ini. Semuanya nggak berasal dari hati lo."

"Lo jangan sok tahu tentang keputusan gue, lo sendiri udah tahu dari lama kalau Annisa perempuan yang ada di hati gue. Cuma sekarang ini, gue kasihan sama papanya Amel."

"Zam, gue paling tahu siapa lo, kita udah dekat dari kecil, walaupun lo suka Annisa dari lama, bukan berarti hal itu yang bikin lo bahagia kan?"

Azzam tertegun mendengar hal itu dan ia menatap Dhaffi dengan kesal. "Cerita sama lo nggak kasih solusi sama sekali, malah bikin gue tambah pusing."

Azzam langsung berdiri, tetapi ucapan Dhaffi kembali menghentikan pergerakannya. "Zam, penyesalan itu datangnya di akhir, jadi gue harap apa yang gue katakan ini lo jadikan peringatan sebelum hal itu datang ke lo."

•••••

Cerita ini bakalan update hari Selasa, dan terima kasih untuk pembaca setia cerita ini 🧡🧡🧡

Wassalam...

Complement of My Heart ✓(Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang