Bab 24 | Hanya Kasihan?

6.8K 509 24
                                    

Hidup bukan perihal tentang diri kita sendiri, terkadang kita harus merelakan yang sudah kita rencanakan ke depannya. Walaupun terkadang menyakitkan, tetapi yang namanya takdir akan tetap berlabuh kepada pemiliknya sesungguhnya.

Azzam tampak sibuk memeriksa beberapa berkas pasiennya yang akan ditangani hari ini. Ia begitu larut dengan tumpukan kertas itu, hingga ia hampir lupa bahwa ia belum makan siang.

Pasiennya hari ini cukup banyak dan hal itu cukup melelahkan baginya. Mungkin ia dapat libur dari pekerjaannya hanya satu hari sebelum pernikahannya nanti. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana amukan bundanya dan mengatakan bahwa ia tipe lelaki penggila kerja seperti sang ayah.

Ia mengambil ponselnya dari atas meja kerjanya dan langsung membuka room chat. Senyumannya langsung terbit, ketika melihat pesan dari calon istrinya. Siapa lagi kalau bukan Annisa, yang setiap hari tidak lupa mengingatkannya jangan lupa makan, istirahat yang cukup, dan hal yang membuat dirinya beruntung memiliki calan istri seperti wanita itu.

Mungkin dalam waktu satu bulan ke depan, mereka akan resmi menjadi sepasang suami istri. Ia berharap semuanya berjalan sesuai rencana mereka, walaupun terkadang ada kalanya terbesit ucapan dan keinginan yang selalu mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.

Ucapan Fano yang menginginkan dirinya tetap mempertimbangkan untuk tetap menikah dengan Amel. Sebab hal itu juga, ia sudah cukup lama tidak berkunjung melihat keadaan lelaki itu, hal itu juga sudah ia sampaikan kepada Amel dan gadis itu tidak mempermasalahkannya.

Bukannya ingin lari, tetapi sampai kapan ia terjebak. Melihat keadaan Fano yang semakin lemah, hal itu semakin membuat dirinya tidak tega untuk menolak. Jadi solusi yang paling baik adalah menghindar untuk sementara waktu.

Seketika lamunannya buyar, saat seorang mengetok pintu ruangannya. "Masuk!" Perintah Azzam dengan tegas.

"Permisi Dok, anda dipanggil dokter Amran untuk menemuinya segera ke ruangannya," ucap suster yang barusan mengetuk pintu ruangannya itu.

"Baik, terima kasih Sus," setelah mengatakan itu suster tersebut langsung pergi dari ruangan Azzam.

Azzam langsung melangkah pergi dari ruangannya, untuk menuju ke ruangan dokter Amran.

"Assalamualaikum, Dok." Salam Azzam seketika masuk ke dalam ruangan dokter Amran.

"Waalaikumsalam, silakan duduk Dokter Azzam." Azzam langsung mengambil posisi duduknya.

Ya, dokter di depannya itu merupakan seniornya di sini, tetapi mereka memiliki bidang yang tidak sama dalam pekerjaan. Tetapi entah ada apa dokter Amran ingin dirinya menemuinya saat ini.

"Saya ingin membicarakan perihal perkembangan penyakit pak Fano," mendengar hal itu membuat Azzam bingung. Sebelumnya dokter Amran selalu membahasnya dengan Amel, pernah satu kali membicarakan hal ini, tetapi dirinya yang berinisiatif menanyakan terlebih dahulu.

Ada rasa khawatir yang begitu besar menjalar di dada Azzam. Apalagi ia menjauh dari Fano dan tidak tahu sama sekali perkembangan lelaki itu. Amel juga tidak ada memberikannya kabar apapun, ia pikir semuanya baik-baik saja dalam pantau dokter.

"Ada apa, Dok? Apa yang terjadi dengan om Fano?" Selidik Azzam dengan tatapan matanya yang begitu cemas dan dokter yang hampir menginjak usia senjanya itu menghela napasnya begitu kasar.

"Sebenarnya saya berat untuk menyampaikan hal ini, seharusnya pihak keluarga yang wajib mendengarkannya terlebih dahulu. Tetapi sesuai keinginan pasien sendiri, apapun hasil dari pemeriksaan kemarin, jangan sampaikan kepada putrinya, dia ingin kamu yang mendengarkannya."

Jujur Azzam sangat kaget mendengarkan hal ini, apa sebegitu percayanya Fano terhadap dirinya? Apa lelaki itu tidak merasa kecewa kepada dirinya?

Entahlah, ia bingung dengan semua ini, apalagi ia akan memikul satu beban lagi untuk dirahasiakan dari Amel. Apa ia akan sanggup menutupi semua ini?

Complement of My Heart ✓(Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang