DBR

339 22 0
                                    


Pertemuan Alan dan Alard

Sebuah mobil mewah meluncur di pelataran rumah mewah milik Alan dahulu. Alan hanya diam, sepintas kenangan bermain di halaman rumah bersama Alard memenuhi ingatannya.

"Sudah sampai my Prince William..."

Alan tersenyum, semboyan itu membuat ia menghangat, rasa kecewa yang ia alami sejak kecil, terlebih beberapa bulan tinggal bersama pamannya membuatnya merasa terbuang.

"Pap, mengapa aku merasa ragu?" Tanya Alan yang mulai ragu. Reqza menepuk bahu jagoannya itu.

"Aku tahu kau ragu, karena kau pernah di cap anak sial, bukan?" Alan mengangguk pelan dan menunduk.

"Lihat, keluarga barumu tak terjadi apa-apa, sial bagaimana nya? Kau anak baik Alan, percaya padaku. Bahkan Grandpa Ogi saja percaya padaku, aku akan merawatmu dan memberi cinta sekalipun kau bukan putraku, kita akan terikat karena kasih sayang.."

Sedikitnya ucapan Papa Reqza membuat Alan lega.
"Uh, aku tak sabar bertemu dengan kakakku.." Alan bersiap. Reqza tersenyum bahagia, kakak bagi Alan adalah segalanya, sedangkan kakak bagi Reqza...? Ya.. kalian tahu sendiri.

Alan keluar dari mobil, seperti kebanyakan anak, dia berlari begitu semangat, ia terlihat antusias bertemu dengan kakaknya, Req mulai berpikir jika ia akan kehilangan Alan harinini bagaimana? Jika Alan tak ingin pulang lagi dengannya bagaimana? Req mulai berlari dan segera meraih Alan.

"Jangan tinggalkan Papa yang mempesona ini, dong! Alan...." Alan tersenyum. Ia menatap Papa Req, dan memberi tosh.
"Hey! Kau harus berjanji, kembali pulang dengan Papa ya?" Tunjuk Reqza. Jujur ia mulai khawatir, ia tak mau melepaskan Alan.

"Tenanglah, Pap."

Reqza bernapas dengan tenang, ia bisa menghembuskan napasnya dengan sangat legaaa..

Aku tahu, Alan tak akan membohongiku.. dia kebanggaan kebangsaaan di keluarga William.
Batin Reqza yang bangga pada putranya itu.

Alanders mengetuk pintu rumahnya, sudah di pastikan rumah Aland ini sangatlah besar dan luas. Tak ada jawaban, hingga Tiba-tiba pintu rumah Alan terbuka dan menampakan seorang bocah lebih tua sedikit dari Aland dengan tatapan dingin.

Reqza memperhatikan anak tersebut, ia melirik ke arag Reqza, reqza tentu tersenyum ramah. Alan tiba-tiba memeluk Alard.

"Aku Merindukanmu, Alard.." ucapnya dengan erat memeluk kakaknya. Namun saat Reqza hendak mendekat, Alard mendorong tubuh adiknya itu hingga mundur ke belakang. Reqza menahan agar putranya tak jatuh.

"Hey, hati-hati.." uvap Reqza kesal. Alan diam, sedangkan Alard dengan angkuhnya berkata.

"Untuk apa kau kesini? Pergi, ini bukan rumahmu lagi!!" Penolakan dari Alard sangat membuat Alan terpukul. Alan bangkit, ia mendorong Alard.

"Ini rumah Papa dan Mama!! Mengapa aku tak boleh disini? Mengapa aku dibuang di panti asuhan?!!!" Teriak Alan kesal. Reqza dalam posisi yang genting, sebagai orangtua ia harus menjadi penengah bukan, maka dari itu ia diam di tengah-tengan antara Alan dan Alard.

"Pap, minggir lah! Aku sedang bicara dengan Alard!" Alan mencoba menyingkirkan Reqza namun Reqza bertahan.

"Nak, papa mu ini sedang jadi penengah yang baik, jangan menyingkirkan aku begitu dong!" Ucapan Reqza membuat Alard tercengang, bagaimana bisa Alan bertemu dengan orang bodoh seperti itu.

"Pergi, Alan! Jangan kemari menemuiku, lupakan saja bahwa kita adalah saudara!" Ucapan Alard membuat Reqza tersulut emosi. Ia berbalik ke arah Alard dan menatapnya tajam.

"Apa kau bilang anak kecil? Kau masih kecil bisa mengatakan hal itu? Berani sekali, aku saja tak berani katakan hal keji itu pada Lexander padahal aku sudah berlatih selama hidupku! Kau dengan mudahnya katakan itu pada adikmu? Astaga!!! Bagaimana dengan perasaanmu?!!" Reqza menghampiri Alard, alard mundur mendapat tatapan sengit dari Reqza.

"Jika kau pengecut, kau tak akan berani!" Jawab Alard. Alan dan Reqza bergabung.

"Kau benar-benar mengatakan hal itu, Alard? Kau sudah tak menyayangi aku? Benar begitu?" Desak Alan. Alard berjalan mundur.

"Ya, pergilah!!!!" Teriak Alard mengusir adiknya itu. Reqza membelalakan matanya, ada yang aneh dengan sikap Alard, Alan yang kecewa pun menatap nanar kakaknya itu.

"Ku kira kau akan menerimaku lagi, namun aku salah.. baiklah! Lagi pula aku tidak berniat untuk kembali, aku hanya ingin melihatmu baik-baik saja."

Alard menahan dirinya untuk sesuatu hal, dibalik tindakannya itu ada maksud kebaikan untuk adiknya itu.

"Pergi, Alan. Jangan kembali.." lanjutnya lagi.

Reqza merangkul putranya yang tengah kecewa.
"Kau pulang bersamaku, Alan. Ada aku yang tak akan mengecewakanmu." Ucap Reqza.

Alard menutup pintu rumahnya dan menangis di balik pintu. Ia senang adiknya baik-baik saja, ia merasa lega karena ada juga yang merawat Alan. Alan sudah seharusnya bahagia, biarlah Alard yang kesusahan disini.

Alan berjalan lemas dengan kejadian yang terjadi, Reqza segera merangkul putranya, Alan pun masuk ke dalam mobil dan Reqza menyusulnya. Req membawa putranya itu pulang. Valeria pasti khawatir dengan psikologis Alan, ia membutuhkan valeria untuk menenangkannya.

"Kau kini sudah tak di anggap oleh keluargamu satu-satunya, jadi sudahi harapan itu. Jadilah anak baik, jadilah putraku yang ceria tanpa beban. Alard sudah memilih kehidupannya, sekarang giliranmu, kau harus memilih juga.."

Alan mengangguk.
"Aku tidak mau bertemu dengan Alard lagi!" Teriaknya marah.

Reqza menggosok rambut Alan, dia hanya diam. Biarlah Alan keluarkan amarahnya, jika nanti sudah tenang, Req akan membujuknya agar tidak membenci kakaknya itu.

Di balik itu, paman Alard tersenyum melihat keponakannya menderita, bagaimanapun Alard harus ada di pihaknya, sebab semua harta kekayaannya itu hanyalah milik Alard. Paman Alard menunggu Alard besar, agar dapat menandatangani semua warisan tersebut untuknya, jadi paman Alard akan merawat Alard dengan baik, kemudian jika saatnya telah tiba, hanya Alard hanya akan tinggal nama saja.

REQZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang