9. REQZA

1K 41 4
                                    

Reqza menjadi diam, dia tak tahu harus bagaimana, seolah harinya terombang-ambing. Gerbang menuju basecame terdengar bergeser, tanda ada yang datang. Tanpa menunggu lama-lama, Reqza keluar dan berlari menuju seorang wanita yang berdiri mematung memandangi kekacauan pria tersebut.

"Req..." ucapnya lirih. Req tak mempedulikan Havva, ia hanya butuh sebuah pelukan dikala hatinya rapuh.

"Valeria, dia..." Havva berjalan, Req sudah setengah jalan dan berhenti di tengah-tengah. Havva berjalan menghampiri Req, dan Req pun memeluk Havva dengan erat.

"Havva, dia meninggalkanku.." ucap Reqza. Havva mengelus punggung Req dengan perlahan.

"Semudah itu, Havva. Dia menghempasku? Dia-," Havva hendak melepas pelukan Reqza, namun Req semakin mengeratkan pelukannya.

"Req, aku rasa kau harus melepas pelukan ini," ucap Havva kemudian. Reqza pun melepas pelukannya. Ia menatap Havva dengan lembut.

"Aku tahu kau bisa bicara, grandfa katakan itu di bukunya, tapi yang membuat penasaran mengapa kau tak katakan sejak lama?" Tanya Reqza. Havva hanya tersenyum.

"Aku tidak mau bercerita sambil berdiri, bahkan di halaman basecame mu," Reqza mengerti maksud dari ucapan Havva. Reqza pun menuntun Havva untuk masuk kedalam basecamenya.

"Apa yang membuatmu kemari?" Tanya Reqza. Havva menundukkan kepalanya. Ia kemudian membuk ponselnya dan memberitahu sebuah pesan yang ia dapat dari Valeria.

"Dia bodoh, apa kau setuju dengan ucapanku?" Tanya Reqza pada Havva. Havva hanya tersenyum. Ia tak tahu harus berkata apalagi, yang jelas ia kini merasa bersalah sekali.

"Mengapa kau layu seperti itu? Tenanglah.. aku mendapat pesan yang lebih pedih darimu.. sungguh sangat menyebalkan sekali, Valeria ini!" Reqza menahan rasa sedihnya, padahal Havva tahu pria itu sedang dalam kondisi sulit.

"Req, aku tidak ingin memiliki mu, aku tidak ingin menganggu hubunganmu dengan Valeria, keberadaanku jelas mengganggu sekali, hubunganmu pun menjadi rumit. Req, maafkan aku..." Havva menggenggam tangan Reqza dengan erat, kehadirannya membuat kacau rumah tangga Reqza.

"Havva, tidak ada yang salah menurutku. Kau datang bukan salahmu, sudah waktunya kau hadir dalam keluargamu lagi, namun kenyataannya sangat rumit." Ucap Reqza.

"Jangan bahas itu, biarkan saja." Reqza pun diam. Ia kembali memikirkan hubungannya dengan Valeria.

"Mungkin ini akhir dari kisah ku, hanya karena meminta keturunan dari Valeria, dia malah menceraikan aku. Naas sekali Nasibku.."

Req menarik napasnya.
"Valeria belum siap, mungkin itu yang tidak kau pahami Reqza."

"Havva, pernikahan ini sudah lama terjalin, kami hanya bermain-main saja, apakah dia tidak memikirkan kedua orangtuaku yang menunggu cucu dariku? Apa yang dia pikirkan? Mengapa dia tidak mau mengandung? Apa yang dia tunggu?" Req membuka semua kekecewaannya terhadap Valeria. Havva hanya mendengarkan keluh kesah Reqza, mengamati bahwa sebenarnya Req begitu menyayangi Valeria.

Havva menemani kegelisahan Reqza sampai siang, hingga Havva sendiri merasa lelah mengertikan sikap Req yang kadang berubah-ubah. Terkadang Req merasa sangat bersalah, terkadang juga Req merasa bahwa Valeria yang salah karena telah berani meninggalkannya. Menurut Havva keduanya sama-sama salah, mereka tidak saling memahami satu sama lainnya, membuat pernikahan mereka terpecah begitu saja.

"Mungkin benar, jika saja aku tidak mabuk saat itu, lalu aku tidak menganggap Valeria sebagai Zia, mungkin seharusnya aku menikah denganmu, Havva. Kaulah takdir ku, seharusnya grandfa mengatakan itu padaku, seharusnya ia menolak pernikahanku dengan Valeria.." ucap Reqza menyesal.

REQZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang