Double Up Yeyyy 🙌🙌🙌
Happy Reading 😄😄😄
Jungkook menekukkan wajahnya kesal. Dari tadi ayahnya tak mau mendengarkan kemauannya. Jungkook padahal hanya ingin keluar sebentar untuk berjalan-jalan disekitar komplek. Tapi Namjoon selalu menolak dengan tegas.
"Istirahatlah dirumah untuk beberapa hari. Kau terlihat sangat pucat, nak."
Namjoon menghela nafas, tak ada sahutan apapun dari si anak. Jungkook bahkan berbaring membelakanginya.
Namjoon menyadari Jungkook tengah kesal padanya. Namun semua itu ia lakukan demi kesembuhan Jungkook. Jungkook mungkin tak merasa sakit, tapi didalam darahnya banyak sel-sel kanker yang bergentayangan. Namjoon tak ingin karena kelalaiannya Jungkook menjadi kambuh.
Entah sejak kapan anaknya berubah kepribadian. Dulu Jungkook selalu menurut dan mengiyakan apapun yang Namjoon katakan. Dulu tak ada penolakan dari Jungkook meski sangat kecil. Tapi, belakangan ini dia mudah merajuk. Dia juga lebih agresif dan lebih terbuka. Inilah yang tak ingin Namjoon lihat, jika Jungkook terlalu banyak bergaul dan terlalu membuka diri untuk orang lain. Anaknya menjadi tak terkontrol lagi.
Namjoon menatap arloji ditangan, sudah pukul satu siang. Jungkook belum memakan makan siangnya, dia juga belum meminum obat.
Tatapan Namjoon beralih pada tubuh Jungkook yang sedari tadi hanya terbaring menyamping. Anaknya sudah mulai kurus walau hanya dua minggu dirawat di rumah sakit. Harus bagaimana lagi dia membujuk Jungkook agar mau bangun dan makan, Jungkook sangat keras kepala semenjak dia mengalami sakit.
"Nak, bangunlah. Bubur ayah sudah ayah panaskan hingga dua kali. Apa kau tak ingin memakannya?" Ucapnya seraya duduk didekat tubuh sang anak.
Jungkook masih belum mau menampakkan wajah. Namjoon pun mengelus lembut punggung Jungkook bermaksud agar Jungkook mau membalikkan tubuhnya.
"Nak..." Namjoon merasakan getaran di bahu Jungkook. Ia terkejut, ternyata sedari tadi Jungkook menangis. Ia pun segera membalik tubuh sang anak dengan cepat, Jungkook tak dapat menahan tarikan dari kedua tangan Namjoon hingga ia berbalik dan menampakkan diri di depan ayahnya. Wajah Jungkook memerah, matanya bengkak dengan lelehan air mata yang deras. Jungkook semakin sesenggukan saat Namjoon memergokinya.
"Jungkook, kau menangis?" Namjoon padahal sudah tahu hal itu, mengapa ia menanyakannya?
"Hiks... Ayah jahat... Hiks..."
Namjoon terperanjat akan ucapan anaknya. Belum pernah sekalipun Jungkook mengucap kata itu. Namjoon tak pernah mempelajarinya hal tidak baik seperti itu padanya. Lagi-lagi karena teman-temannya, semua kepribadian yang telah dibentuk Namjoon luntur hanya karena sebuah hubungan pertemanan.
Tubuh Jungkook masih terhentak-hentak kasar akibat dari tangisnya yang belum mereda. Ia sedikit meringis saat bagian kateternya terasa ngilu. Jungkook tak menyadari jika ia terus menangis, dadanya akan semakin sakit lantaran hentakan dari tenggorokannya masuk hingga membuat bekas benaman suntikannya bergerak.
Namjoon berhasil menangkap sinyal itu kala Jungkook mengelus dada kanannya seraya mengeluarkan ringisan.
"Sayang, apa bekasnya masih sakit? Sudah ya, jangan menangis lagi. Lukamu masih sensitif, nak."
Namjoon menjauhkan tangan kiri Jungkook yang hendak meremat dadanya sendiri. Dia tidak ingin luka anaknya bertambah parah dan mengeluarkan darah. Apalagi lokasi itu akan selalu digunakan dokter untuk membenamkan kateter. Namjoon harus selalu menjaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwenchana, Hyungnim
ФанфикJeon Seokjin dan Jeon Jungkook harus berpisah dengan kedua orang tuanya dalam insiden kebakaran rumah. Kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat dirinya harus hidup dalam sebuah panti asuhan. Alih-alih ingin selalu bersama dengan Jungkook, Se...