Alarm kantor menggema ke seluruh ruangan. Para pekerja berhamburan keluar gedung sembari menenteng tas kerja sederhana milik mereka. Derap langkah kakinya terhenti kala melihat rintikan hujan tengah menyapanya. Menetes diatap dan meluncur terjun ke tanah hingga memberikan semerbak khas hujan pertama.
Tak berlangsung lama, gerimis mulai mereda. Mereka berlarian ke halte dan menunggu bis arah pulang. Tak memakan waktu barang satu menit, bis dengan santainya melintas. Para pekerja seluruhnya masuk, berebut tempat duduk disana.
Bis melaju membelah jalan. Muatannya sungguh penuh, seperti biasanya. Meskipun ramai, tak ada kebisingan di dalam bis, hanya ada suara mesin yang halus.
Bis sampai di halte pemberhentian pertama. Sebagian karyawan keluar karena rumah mereka disekitaran sini. Salah satu karyawan dengan mantel hitam ikut keluar. Dia berjalan ke sebuah gang kecil yang lumayan kumuh dan menepi di sebuah rumah susun kecil dan sederhana.
Bibirnya tersenyum tipis kala netranya melihat kantung plastik transparan bergelantung di kenop pintu luar kamarnya. Sudah beberapa minggu ini laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu mendapat kiriman ayam goreng dari seseorang. Meski ia tak mengetahui siapa pengirimnya, tetapi ia selalu menerima dan menghabiskannya lalu memberikan note kecil bertuliskan terimakasih di gagang pintu.
Dengan menenteng kantung plastik, ia masuk. Diletakkannya ayam goreng itu di atas nakas, ia beralih membuka mantel dan meletakkan tas lalu mulai ke kamar mandi guna bersih-bersih diri.
Tak kunjung seperempat jam, lelaki itu keluar dengan handuk yang terlilit di pinggang. Masuk ke kamarnya, dan mulai memakai kaos sederhana dan celana kolor.
Hari-harinya tak pernah ada yang spesial. Hanya duduk dan makan sepulang dari kantor. Beruntung setiap sore selalu ada ayam goreng, dia tak pernah berbelanja lauk beberapa minggu ini.
Dibukanya bungkusan itu, beberapa ayam goreng ada didalamnya.
"Ini cukup sampai sarapan besok." gumamnya. Dia mulai menyendok nasi dengan potongan ayam di tangan. Satu persatu mulai ia kunyah, sebelumnya ia sudah menyisihkan satu ayam untuk esok hari.
Rupanya si pemberi sudah tahu, dia selalu memberi dua potong ayam untuk pria ini. Seolah mencegah penghuni rumah membeli makan dengan uang jerih payahnya.
Acara makan selesai, pria bertubuh tinggi ini menyalakan televisi dan masuk ke kamar. Televisi hanya sebagai media agar rumahnya tak begitu sepi. Karena hanya ada dirinya di ruang ini.
Di kamar, ia duduk di tepi kasur. Sekilas ia memandang kalender duduk. Tangannya tergerak mengambil bolpoin di sebuah gelas kaca.
Satu lembar ia sobek, lalu lembar yang menunjukkan angka 26 ia tulis sesuatu.
"14 th, 11 bln, 26 hr."
Senyuman seketika mengembang, "Sebentar lagi kau akan berulang tahun, dik."
*******
Keesokan harinya, pria berjakung itu bergegas memulai aktivitasnya lagi. Kemeja biru mudanya nampak rapi dengan tas kotak yang ia jinjing. Ia datang ke kantor pagi-pagi buta, sebelum seluruh karyawan datang. Sampai di kantor, mulutnya tak pernah berhenti menyapa para pekerja kebersihan hingga sampai di mejanya, semua orang yang ia temui mendadak sumringah ketika melihat dia datang.
Tak lama setelah ia mulai mengaktifkan komputer, banyak para karyawan yang datang. Tetapi tidak langsung ke meja mereka masing-masing, melainkan bergerak menuju ke sebuah papan pengumuman.
Bising pun dimulai. Netra-netra itu menelisik ke tulisan yang tertempel disana. Lelaki berbahu lebar itu pun ikut mengerubung, penasaran.
Banyak jejeran tulisan. Rentetan kebawah hingga beberapa nomor. Di bagian teratas, tertulis daftar nama karyawan yang akan dipindahkan ke kantor pusat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwenchana, Hyungnim
ФанфикJeon Seokjin dan Jeon Jungkook harus berpisah dengan kedua orang tuanya dalam insiden kebakaran rumah. Kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat dirinya harus hidup dalam sebuah panti asuhan. Alih-alih ingin selalu bersama dengan Jungkook, Se...