Namjoon dan Irene merasa was-was akan kondisi Irene. Sedari pagi bangun, wanita cantik itu terus merasa mual dan muntah, makan tak berselera, dan tubuhnya mendadak lemas. Entah apa yang telah dimakan Irene tadi malam, tetapi ia rasa tak ada yang aneh dari menu makan malamnya. Seperti biasa.
Namjoon yang panik dan cemas segera membawa istrinya ke rumah sakit. Kini mereka tengah duduk berhadapan dengan dokter di sebuah ruang periksa setelah Irene mendapatkan beberapa pemeriksaan. Menunggu penjelasan dari pria berjas putih yang sedari tadi hanya senyum-senyum tidak jelas.
"Jadi, istri saya kenapa, dokter?" Namjoon tak tahan menunggu, dia lantas menanyakannya pada dokter muda itu.
"Istri anda baik-baik saja. Anda hanya perlu menyiapkan diri untuk menjadi seorang ayah." Ucap dokter berponi itu seraya mengangguk-angguk dan mengembangkan senyum.
Namjoon dan Irene membelalak, mereka saling tatap tanpa untaian kata yang terucap. Wajah blank mereka terwujud, mencerna kembali pendengaran mereka baru saja. Kata-kata dari dokter itu masih belum mereka pahami. Tetapi mengapa perasaan senang berangsur datang?
"Jadi, maksud dokter... Istri saya hamil?" Tanya Namjoon menduga. Degupan jantungnya terasa mengencang dan hawa panas didada mulai terasa menantikan jawaban dari dokter itu.
Dokter bermarga Tan itu mengangguk dan tersenyum, "Benar, Tuan. Sudah lima minggu ini."
Namjoon dan Irene kembali syok, dia tak percaya atas apa yang mereka alami. Seketika mulut mereka menganga, bahkan manik Irene tengah mengumpulkan butiran bening dipelupuknya.
"Kau... Hamil..?" Ucap Namjoon pada Irene yang masih mematung. Namjoon belum bisa percaya, begitupun dengan Irene.
Irene segera meraba perutnya yang masih rata, merasakan ada sesuatu yang kini hidup didalam sana. Namjoon pun ikut meletakkan telapak tangannya di perut datar Irene. Tertawa kecil dan menangis secara bersamaan.
Namjoon tak menyangka, ternyata Irene bisa hamil. Menurut penuturan dokter beberapa tahun silam, Irene tak akan bisa mengandung karena divonis mandul. Hingga mereka sampai memutuskan apa yang diperintahkan mendiang ibunya, yaitu mengadopsi anak.
Kenyataan bahwa Irene mandul telah Namjoon terima dengan lapang dada. Meski dirinya tak bisa menjadi ayah yang sesungguhnya, yang mampu memiliki buah hati dari hasil dirinya sendiri, tetapi Namjoon bersyukur masih ada Jungkook yang mau hidup bersamanya dan menjadi bagian dari keluarganya.
Tetapi rencana Tuhan begitu indah. Enam tahun lamanya, sejak pernikahan mereka, Namjoon menanti buah hati dengan sabar. Meskipun ia tahu, tak akan terwujud, namun Tuhan berkata lain. Irene kini mengandung.
Namjoon pun sadar, ucapan manusia bukanlah patokan dari kasih sayang Tuhan. Ada banyak cara dan kesempatan dari Tuhan untuk hambanya bila mau mempercayai sebuah keajaiban. Satu tahun yang lalu mereka telah ditimpa musibah besar, yaitu Nyonya Kim yang meninggal secara mendadak. Hampir tak ada semangat untuk hidup didiri Namjoon. Dia sangat terpukul dan sangat putus asa selama setahun itu. Dia bahkan mogok bekerja selama beberapa bulan dan hanya menerima laporan dari sekretarisnya. Seolah hidupnya telah berakhir bersamaan dengan ibunya yang pergi.
Tetapi dengan kekuatan hati, keberadaan Jungkook, dan istrinya yang selalu menemaninya, Namjoon percaya akan ada masa dimana kebahagiaan hinggap kembali ke kehidupannya. Dia hanya perlu menunggu, kapan Tuhan memberikan kepercayaan pada Namjoon. Dan sekarang, Tuhan telah memberinya kepercayaan itu. Sebuah bayi yang hidup di perut sang istri.
"Terimakasih, istriku..." Ucap Namjoon seraya mengecup kening Irene. Tak peduli lagi dengan mata dokter yang senantiasa mengintai gerak-gerik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwenchana, Hyungnim
Fiksi PenggemarJeon Seokjin dan Jeon Jungkook harus berpisah dengan kedua orang tuanya dalam insiden kebakaran rumah. Kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat dirinya harus hidup dalam sebuah panti asuhan. Alih-alih ingin selalu bersama dengan Jungkook, Se...