22 [Bimbang]

885 115 12
                                    

Semenjak Namjoon pulang dari Jepang, Irene tak pernah melukai Jungkook lagi. Itu karena Jungkook kerap ikut bersama Namjoon ke kantor dan membuat wanita cantik itu tak bisa memiliki waktu untuk melampiaskan segala amarah hatinya. Jungkook juga sangat betah ikut bersama ayahnya, bukan karena menghindar dari Irene lagi melainkan ada seseorang yang membuat hatinya nyaman.

Namjoon bahkan tak menyangka, anak remaja seperti Jungkook suka sekali mengekor ke kantor yang isinya hanya orang-orang yang pusing dengan pekerjaannya. Bahkan Jungkook tak masalah jika ditinggal meeting beberapa jam oleh dirinya.

Sekarang pun Namjoon yang masih berkutik dengan laptopnya mendadak heran karena saat ia merenggangkan otot-ototnya untuk beristirahat, anaknya sudah tidak ada di ruangan.

"Kemana dia?" Ucapnya seraya menggelengkan kepala dan tak lupa senyumnya yang membuat pipinya melesung. Ia lantas keluar mencari dimana batang hidung anaknya pergi. Dan ternyata, Jungkook tengah duduk menemani seorang karyawan yang tengah bekerja.

"Jungkook? Kenapa disini? Jangan ganggu paman, dia sedang bekerja, nak." Ucap Namjoon yang melihat Jungkook sedang mengajak karyawannya bercanda. Tapi tak Namjoon sangka, Jungkook yang tak suka bergaul kini tengah asyik bersama orang asing.

"Ayah? Aku tidak mengganggunya. Aku hanya ingin berteman dengannya." Ucap Jungkook lirih dengan wajah sedikit menunduk. Dia takut dengan wajah Namjoon jika sudah agak kesal. Padahal Jungkook tidak ingin mengganggu karyawannya, dia hanya ingin duduk dan melihat pekerjaannya karena ia nyaman. Dari dulu Jungkook tak memiliki teman akrab. Ayahnya selalu membatasi pergaulannya hingga ia menjadi anak yang pendiam.

"Maaf, Presdir. Tuan muda hanya ingin melihat saja, tidak mengganggu saya sama sekali." Ucap Seokjin agar Namjoon tak salah mengira.

Namjoon meredakan amarahnya, "Syukurlah kalau begitu. Ayo nak, masuk ke ruangan ayah." Seru Namjoon sembari tangannya meraih lengan Jungkook yang masih duduk disamping Seokjin.

Jungkook hanya menurut dengan sedikit rasa takut. Namjoon belum pernah berwajah seperti itu kepadanya. Apakah sikapnya tadi membuat ayahnya marah?

"Ayah, maafkan aku ya?" Jungkook yang sudah duduk di sofa ruangan Namjoon pun meminta maaf. Namjoon menoleh, ia mengembangkan senyum manis untuk anaknya.

"Tidak apa-apa, Jungkook-ie. Ayah hanya tidak ingin kau bergaul dengan orang asing. Ayah sudah khawatir saat kau pergi dari kantor dan malah ke taman itu. Ayah takut terjadi apa-apa denganmu, nak." Namjoon sangat lembut dalam berucap. Dia memang sangat mengkhawatirkan Jungkook, mudah merasa cemas tentang kondisi anaknya. Jungkook tidak boleh bergaul dengan sembarang anak. Jungkook lebih aman jika tetap bersamanya.

"Ne, ayah." Ucap Jungkook. Namjoon lantas mendekat, memeluk tubuh anaknya cukup lama.

"Gomawo. Kau tahu kan? Putra ayah hanya Jungkook. Ayah akan jaga putra satu-satunya ayah ini. Jadi Jungkook juga harus percaya dengan ayah." Ucapnya lalu berlanjut mengecupi seluruh wajah anak semata wayangnya.

Namjoon sangat tidak ingin Jungkook pergi darinya. Dia hanya memiliki Jungkook, dia tidak memiliki anak selain dia. Istrinya bahkan tak bisa memiliki anak kandung, dia akan menjaga Jungkook seperti buah hatinya sendiri. Dan Namjoon tidak akan menyia-nyiakan seseorang seperti Jungkook selagi Jungkook masih disampingnya. Tan sahabatnyalah yang telah menyadarkannya untuk tetap menjaga anaknya.

Sementara di ruang semi terbuka milik para karyawan, Seokjin masih bertanya-tanya. Apakah putra presdirnya adalah Jungkook adiknya? Memang Kim Jungkook memiliki wajah yang mirip dengan Jungkook, bermata bambi, memiliki dua tahi lalat di bawah bibir dan dileher kirinya. Dia juga memiliki gigi kelinci yang lucu. Tetapi bukankah tanda lahir seperti itu telah umum? Lagipula Jungkook tidak cadel seperti adiknya. Jungkook juga bermasalah dengan matanya, sedangkan adiknya memiliki mata yang normal.

Gwenchana, Hyungnim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang