Di sebuah bangku Cafe, Namjoon duduk berhadapan dengan seorang pengacaranya. Pengacara bermarga Park itu menyerahkan surat perintah pada Namjoon bahwa kejaksaan sudah menerbitkan jadwal sidang kedua. Namjoon meraih kertas itu, membacanya sekilas dengan teliti.
"Tuan Seokjin akan membawa dua orang saksi dalam sidang kedua nanti. Aku curiga dia akan menggugat anda atas kelalaian menjaga anak hingga menimbulkan KDRT dan pelanggaran HAM. Mereka sepertinya sudah mengumpulkan banyak bukti yang mudah menjatuhkan kita, Tuan."
Namjoon menghempaskan kertas undangan yang ia genggam keatas meja. Wajahnya frustrasi dan sangat kesal. Seokjin semakin menekannya, dia tidak memberi celah baginya untuk keluar dengan aman.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya mencoba tenang. Energinya tak ingin ia luapkan sekarang.
"Tidak ada jalan lain selain mengakui kesalahan dan menyerahkan Tuan Kim Jungkook pada mereka."
"Apa?! Bicara apa kamu Hah?!" Namjoon terperanjat kaget. Tubuhnya seketika menegang dan mendekat ke pengacaranya. Pengacara Park yang terkejut hanya bisa menghela nafas seraya menetralkan oksigen yang masuk. Dia terpaksa mengatakan itu karena dia tahu posisi Namjoon sudah terancam.
"Kita tidak bisa berkutik, Tuan. Jika kita kalah dalam persidangan ini, kita bisa mendapat sanksinya. Hukuman atas kelalaian dalam berumah tangga sangat berat. Apalagi hingga menimbulkan KDRT dan pelanggaran HAM. Kita juga terjerat undang-undang hak asuh anak dari Komisaris Perlindungan Anak. Kita sudah terkepung, Tuan." Ujar pengacara Park meyakinkan. Selain Jungkook akan berpindah ke tangan lawan, Namjoon juga akan mendapat sanksi atas kelalaian kepala rumah tangga. Pidana yang tengah mengintainya sungguh banyak, menekan dari berbagai sisi. Dia akan dijatuhi hukum hingga pasal berlapis.
Namjoon mengusak kepalanya kasar. Dia tahu hukuman yang akan ia terima jika ia kalah. Benar-benar tidak dapat ia terima. Namun Namjoon tidak ingin semuanya sia-sia. Jungkook tidak boleh lepas dari tangannya. Hanya dia yang tersisa. Hanya Jungkook yang ia miliki.
Namjoon mengeratkan kedua tangannya yang tergeletak diatas meja. Buku-bukunya memutih dan wajahnya memerah.
"Aku tidak peduli! Segera cari cara lain!!!"
*******
Jungkook tengah terbaring di dalam kamarnya. Ia memijit pelipisnya pelan seraya memejamkan mata. Sejak tadi malam, kepalanya sangat sakit. Ia bahkan tak beranjak dari kasurnya sejak tadi pagi.
"Uhh kenapa masih sakit? Bahkan aku sudah meminum obat." Decaknya.
Tok tok tok...
"Masuk..."
Bibi Ahn masuk membawa senampan buah segar untuk Jungkook. Dia tersenyum seraya meletakkan buah itu di atas meja. Bibi Ahn mengerutkan dahi saat menyadari Jungkook terus memijat kepalanya dan meringis.
"Aden ada yang sakit?" Tanyanya khawatir. Jungkook lantas menggaguk.
"Sudah minum obat, den?"
"Sudah. Tapi masih terasa sakit." Jungkook mengadu. Bibi Ahn pun menawarkan buah untuk Jungkook lalu mulai mengupaskannya.
Jungkook memakan buah dengan lahap. Ia berharap dengan memakannya maka sakitnya dapat mereda. Namun sudah tiga buah habis dimakan olehnya, sakit di kepalanya tak kunjung menghilang.
"Bi, ayah kemana?" Tanyanya saat sakit yang ia rasa semakin menjadi.
"Tuan sedang pergi keluar, den. Tapi Bibi tidak tahu kemana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwenchana, Hyungnim
FanfictionJeon Seokjin dan Jeon Jungkook harus berpisah dengan kedua orang tuanya dalam insiden kebakaran rumah. Kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat dirinya harus hidup dalam sebuah panti asuhan. Alih-alih ingin selalu bersama dengan Jungkook, Se...