Setelah serangkaian proses kemoterapi dijalani, Jungkook menjadi lebih lemas dan tak bertenaga. Tubuhnya kembali terasa sakit dan ngilu. Sekarang pun ia tengah demam, rasa mual dan pening selalu mengiringinya.
Jungkook tidak tahu proses apa yang ia jalani. Kenapa rasanya menyakitkan, seperti ingin membunuhnya. Jungkook masih tak tahu tentang penyakitnya yang tertutup rapat dipikiran Namjoon dan dokter Choi. Yang ia tahu ia hanyalah sakit lemas karena terlalu banyak mendapat perlakuan kasar dari ibunya dulu.
Namjoon masuk dengan sepiring bubur ditangan. Sengaja ia pulang sebentar untuk membuatkan Jungkook bubur beras. Jungkook pernah memuji masakan sederhananya itu dan berharap dapat merasakannya kapanpun ia mau.
"Anak ayah sudah bangun? Ayah membawakanmu bubur beras kesukaan Jungkook. Kau makan ya..." Ucapnya seraya meletakkan bubur semangkuk ke atas nakas. Ia lalu mengangkat punggung Jungkook untuk memposisikannya menjadi setengah duduk, meninggikan kepala brankar dan merapikan bantal. Jungkook terlihat masih kesulitan, ia belum dapat duduk dengan tegap akibat rasa sakit dipunggungnya.
Wajah Jungkook begitu pucat. Namjoon melihat perubahan yang drastis itu sekarang. Bibirnya nampak putih dan kering, matanya cekung dan menghitam. Namjoon tak tega melihat anaknya tak memiliki raut dan rona di wajahnya.
"Kajja, makan buburnya. Aaa..." Namjoon menyodorkan satu suap bubur ke mulut Jungkook. Perlahan Jungkook mulai membuka mulutnya, ia melahap bubur dari Namjoon dengan pelan.
Jungkook mulai mengecap buburnya, tak ada rasa yang ditangkap oleh lidahnya. Bubur buatan Namjoon biasanya sangat enak, tapi ini hanya ada rasa pahit.
"Uhg.. Hugg..." Jungkook merasakan perutnya mual. Satu sendok bubur yang menyentuh dinding-dinding tenggorokannya melesak ingin dimuntahkan. Namjoon yang tahu segera meletakkan buburnya dan mencari kantung kresek hitam dilaci. Ia membeberkan plastik itu dihadapan mulut sang anak.
"Huek... Huek... Huek..." Jungkook mengeluarkan kembali sesendok bubur yang belum berhasil masuk itu. Ditambah lelehan cairan bening yang terdapat di perutnya. Sedari tadi Jungkook belum memakan apapun, hanya minum air putih hangat sebagai bahan menetralkan rasa mualnya.
"Keluarkan semuanya..." Namjoon memijat tengkuk Jungkook untuk membantunya mengeluarkan isi perutnya. Setelah dirasa mual cukup mereda, Jungkook menjauhkan wajahnya dari kantung plastik dan mulai berbaring karena lemas.
"Apakah sudah lebih baik?" Tanya Namjoon. Jungkook hanya mengangguk pelan dengan deru nafasnya yang masih terengah.
Jungkook sangat ketakutan. Wajahnya kini memerah hendak menangis. Rasa sakit yang ia rasakan ditambah mual dan muntah membuatnya tak berdaya. Jungkook menjadi takut dengan dirinya sendiri.
Namjoon melihat itu, anaknya sedang ketakutan. Ia mulai meraih surai sang anak, menyisir dengan jari-jarinya kebelakang, lalu tersenyum padanya. Ia mencoba memberi rasa aman pada Jungkook agar ia tetap kuat.
"Tidur lagi, ne... Kita lanjutkan nanti makannya..." Ucapnya seraya tersenyum. Jungkook mulai memejamkan mata. Menikmati halusnya tangan ayah yang membelai rambutnya pelan. Hati Namjoon kembali sakit, seketika senyum palsunya luntur mengingat betapa bahayanya penyakit yang hinggap ditubuh putra semata wayangnya.
Tak butuh waktu lama, Jungkook mulai tertidur. Wajah Jungkook kembali memucat dengan kening yang berkerut. Namjoon pun mulai merasakan adanya sesuatu yang mengganjal tangannya. Perlahan ia tarik tangan kanannya yang sedari tadi mengelus surai Jungkook. Seketika Namjoon terbelalak, segenggam rambut anaknya tersangkut disana. Air matanya luruh lantah dengan isakan tangis yang mengeras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwenchana, Hyungnim
Fiksi PenggemarJeon Seokjin dan Jeon Jungkook harus berpisah dengan kedua orang tuanya dalam insiden kebakaran rumah. Kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat dirinya harus hidup dalam sebuah panti asuhan. Alih-alih ingin selalu bersama dengan Jungkook, Se...