Jimin memberi kabar bahwa Jungkook sempat collapse. Seokjin yang mendengar itu segera pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang adik. Seokjin mencari celah saat Namjoon tak ada di kamar Jungkook, tentu atas bantuan Jimin. Karena mereka tahu, Namjoon tak akan membiarkan Seokjin masuk melihat anaknya.
Seokjin kini tengah menatap wajah adiknya, si pemilik tubuh yang terbaring tak berdaya. Sungguh ia baru percaya ternyata adiknya sudah sebesar ini. Ia menyesal mengapa sejak dulu ia tak menyadarinya? Mengapa hingga semuanya berakhir runyam dirinya baru percaya jika sosok dihadapannya adalah Jungkook adiknya? Apakah harus terluka dahulu baru semua kenyataan yang ia tampik menyadarkannya?
Seokjin tak ingin menerima semua ini. Jika pertemuannya dengan sang adik hanya memperlihatkan kehidupan yang menyuramkan, lebih baik ia tak pernah bertemu dengan adiknya namun adiknya tetap bahagia bersama keluarganya.
Seokjin menautkan jemarinya ke jemari lemas Jungkook. Halus tangannya menyentuh permukaan Seokjin. Ia masih merasakan Jungkook adiknya ada disini sebagai seorang anak kecil yang selalu ia genggam tangannya saat hendak tertidur. Ia tak menyangka sosok adik kecilnya sudah sebesar ini dengan begitu banyak luka. Jika ia mencarinya sejak dulu, mungkin kisah memilukan ini tak akan ada dalam sejarah mereka.
Ceklek
Dokter Choi membelah kamar inap Jungkook dengan satu bukaan pintu. Seokjin segera memberinya ruang untuk memeriksa.
"Anyeonghaseyo... Oh, apa kau temannya Jungkook?" Tanyanya mencairkan suasana. Sebelumnya Choi belum pernah melihat Seokjin disini.
"Ehm... Ne..." Ucapnya ragu, tidak tahu harus membalas dengan jawaban apa.
Dokter Choi tersenyum kecil seraya mengecek denyut nadi Jungkook.
"Kondisinya lumayan bagus." Ucapnya, kepalanya mengangguk-angguk santai. Reaksi Choi memberi harapan pada Seokjin bahwa adiknya sebentar lagi akan bangun.
"Jungkook nampaknya banyak memiliki teman baru ya. Em ngomong-ngomong, namamu siapa, n-nak?" Tanya Choi seraya menatap Seokjin yang tengah berdiri menanti pemeriksaan. Choi bingung memanggil namja itu dengan sebutan apa. Wajahnya nampak muda tapi terlihat sedikit dewasa dari Jungkook.
"Aku Jeon Seokjin, dokter."
Choi membelalak senang, "Jadi kau Seokjin yang selalu diceritakan Jungkook padaku?" Tanyanya antusias.
Seokjin terkejut. Dia tidak tahu hal itu. Apakah benar Jungkook selalu menceritakan tentangnya pada orang lain? Ia menurunkan pandangannya kearah Jungkook. Ternyata Jungkook begitu memperhatikannya.
"Haha... Santai saja. Oh iya aku Dokter Choi. Aku biasa menangani Jungkook karena dia anak temanku." Ucap dokter Choi yang melihat gelagat Seokjin terlihat canggung. Dokter Choi mengulurkan tangan kanannya. Seokjin pun tersenyum kecil dan membalas jabatan tangan Choi.
"Ah, Ye."
"Kalau begitu, selamat menikmati waktu bersama Jungkook. Banyak-banyaklah mengajaknya bicara agar dia terangsang untuk segera bangun. Berjuanglah." Ucapnya berlalu seraya menepuk bahu Seokjin.
Fokus Seokjin kembali pada tubuh sang adik. Dia mendudukkan diri di kursi besi, memagut tangan kanan Jungkook yang terbebas dari selang infus. Hati Seokjin sakit melihatnya, apapun yang tengah dirasa oleh sang adik, bisakah berpindah ke tubuhnya?
Tautan itu terlepas, berjalan kearah wajah Jungkook yang memucat. Untuk yang pertama kalinya, tangan gemetar itu membelai lembut pipi Jungkook. Rasanya hangat, sedikit tirus, tidak seperti dulu saat Jungkook kecil. Dulu pipi berdaging gempal itu selalu Seokjin cubit karena terlalu gemas seraya memohon agar Tuhan tak mengambil pipi penuh kebanggaan milik sang adik. Namun kini Jungkook tak memilikinya. Membuat hati Seokjin perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwenchana, Hyungnim
Fiksi PenggemarJeon Seokjin dan Jeon Jungkook harus berpisah dengan kedua orang tuanya dalam insiden kebakaran rumah. Kejadian tragis yang menimpa keluarganya membuat dirinya harus hidup dalam sebuah panti asuhan. Alih-alih ingin selalu bersama dengan Jungkook, Se...