32 [Salam Perpisahan]

1K 112 17
                                    

Pendarahan yang dialami Jungkook membuat tubuh anak remaja itu belum juga tersadar. Choi mengatakan bahwa kerusakan pada lokasi kateternya cukup dalam. Ditambah sel-sel kanker yang telah menyebar luas hingga merusak sumsum tulang belakangnya menambah parah kondisi Jungkook.

"Jika dalam waktu dua puluh empat jam Jungkook belum juga siuman, terpaksa aku nyatakan dia koma."

Namjoon dan Seokjin kembali merasa dihantam beribu-ribu parang tepat di hatinya. Untuk yang kedua kalinya Jungkook akan mengalami koma. Namjoon dan Seokjin tidak akan tega, tapi bagaimana lagi, Tuhan telah memberinya banyak masalah bahkan kepada Jungkook.

"Hyung, apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkan Jungkook?" Mohon Namjoon pada orang yang dipanggilnya hyung.

Choi hanya menghela nafas,  "Untuk Jungkook solusinya hanyalah kemoterapi dan radioterapi. Tetapi karena kondisinya tidak memungkinkan, untuk sementara kita belum dapat melakukannya. Kita tunggu sampai dia siuman dan benar-benar fit."

Namjoon tampak menyesal. Seokjin pun sama. Orang yang sangat mereka sayangi harus menanggung semua ini. Tidakkah Tuhan memberinya keringanan untuk lepas dari jeratan penyakit mematikan?

Dari ujung koridor datanglah Tan yang terlihat berlari terburu-buru menghampiri mereka.

"Joon, hyung, apa yang terjadi?" Tanyanya segera. Namjoon tidak menanggapi, dia sibuk meracau apa yang harus dia lakukan. Tan menatap Choi, menanti jawaban dari kakak iparnya itu. Choi menggeleng lesu.

"Apakah tidak ada cara lain, hyung?" Tan mengerti apa maksud dari gelengan kepala Choi. Kondisi Jungkook sudah memprihatinkan, Choi sendiri yang bercerita pada Tan setiap dia mendapat informasi bahwa kanker yang bersemayam ditubuh anak temannya sudah mendesak organ-organ dalamnya.

"Kita tidak bisa melakukan hal lain selain kemoterapi dan radioterapi. Tapi untuk melakukan itu Jungkook harus dalam keadaan baik." Ucap Choi frustasi. Tan sempat memegang kepalanya sendiri, lalu ia menangkap sosok lain yang duduk disamping Namjoon. Seketika matanya berbinar, semangatnya kembali dan dia cukup mendapat pencerahan.

"Hyung, bukankah kanker darah bisa disembuhkan dengan transplantasi sumsum tulang?" Tanyanya penuh semangat.

"N-ne. Tapi untuk Jungkook tidaklah mungkin. Dia tidak memiliki saudara kandung yang sedarah." Ucap Choi masih berputus asa. Seketika Namjoon dan Seokjin bangkit mendengar ucapan Choi. Air mata mereka berhenti seketika.

"Hyung, Jungkook memiliki kakak. Dia - dia kakak kandung Jungkook." Tan gemetar sekali saat mengatakan itu. Tangannya menunjuk Seokjin yang berdiri tepat dibelakang Namjoon. Ia tahu ini kesempatan yang tepat untuk menyelamatkan nyawa Jungkook. Meskipun dalam hatinya dia tidak ingin mengatakannya karena takut melukai hati Namjoon, tapi ini tidak dapat dibiarkan. Keselamatan Jungkook lebih penting dan lebih mendesak.

"MWO?!" Choi terbelalak lebar, tak percaya dengan ucapan adik iparnya. Choi tak menyangka ternyata Jungkook memiliki kakak kandung. Jadi namja itu adalah anak sulung Namjoon? Mengapa dia tidak pernah tahu?

"Tapi - bukankah..."

"Hyung, tidak ada cara lain. Ayo kita lakukan transplantasi untuk Jungkook. Seokjin-ssi, kau bersedia kan?"

Namjoon dan Seokjin masih dalam keadaan bingung. Namjoon tak menyangka bahwa Tan akan mengatakan hal itu didepan Choi. Sementara Seokjin tak percaya ada orang lain yang mengetahui permasalahan kehidupannya dan kehidupan Namjoon.

Namjoon lantas menoleh pada Seokjin, ada harapan dihati Namjoon untuk mendengar kata "Ne" dari mulut namja yang kini disampingnya.

"Aku akan membicarakan ini pada presdir. Permisi..." Seokjin mengisyaratkan melalui tatapan matanya bahwa ia membutuhkan waktu bicara empat mata dengan Namjoon. Namjoon menangkap itu, dia dan Seokjin lantas berlalu meninggalkankan Tan dan Choi.

Gwenchana, Hyungnim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang