IV. Ridiculous (1/2)

1.5K 215 2
                                    

"Akhirnya aku ingat di mana pernah melihat gadis kurir itu," ucap Jasmyn setelah mengusap bibirnya menggunakan serbet.

Mereka bertiga baru selesai sarapan di rumah Hiroaki. Sesibuk apa pun, Hiroaki selalu menyantap makan dengan khidmat. Tidak pernah membawa pekerjaan ke meja makan. Apalagi obrolan yang sia-sia.

"Di mana, Kak?" tanya Jasper, tampak lebih penasaran daripada Hiroaki yang berekspresi datar.

"Di daftar salah satu mahasiswa yang akan magang di pabrik."

Hiroaki meletakkan gelas yang isinya sudah ia teguk. "Kukira ingatanmu lebih tajam daripada aku."

Jasmyn mengangkat alis. "Kau sudah tahu?"

"Kau yang menunjukkan biodata itu padaku," angguk Hiroaki. "Tidak kusangka kau sangat penasaran."

"Maaf." Jasmyn menunduk untuk menghindari tatapan kedua lelaki itu. Hiroaki yang duduk di kepala meja dan Jasper di seberangnya. "Sepertinya aku hanya terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu."

"Tapi itu bagus. Kalau ketemu, aku bisa meminta uang ganti rugi karena sudah menabrak mobil kakak ipar," sahut Jasper menggebu.

"Tidak usah, Jasper," geleng Hiroaki. "Seperti kataku, jangan berurusan dengan dia."

"Benar juga." Jasper memanyunkan bibir.  "Apalagi vespanya butut begitu. Mana mungkin dia punya uang."

"Benar. Uangnya pasti tidak sebanyak milikmu, Jasper. Lebih baik kau yang mengganti rugi."

"Bukan aku yang menabrak. Jadi, bukan salahku."

"Kau yang membawa mobil itu tanpa izin sampai tertabrak. Jadi, itu salahmu."

"Sampai kapan kau mau memojokkanku begini terus?" Jasper cemberut seperti anak kecil yang dilarang beli permen. "Kau, kan, tahu aku tidak banyak uang sepertimu."

"Ini bukan tentang uang, melainkan tanggung jawab," tegas Jasmyn.
***

"Selamat pagi, Ruri," sapa Neo pada Ruri yang sibuk bercermin di spion vespa.

"Hai, Neo," balas Ruri sambil menoleh. "Sudah kuduga kau pasti datang lebih dulu."

"Sengaja. Biar menjadi orang pertama yang kaulihat di sini."

"Tapi tadi aku sudah melihat sekuriti lebih dulu," gurau Ruri sambil menyimpan jaket ke tas. Sekarang, pakaiannya serupa dengan Neo. Kemeja putih dan celana kain hitam.

"Yang itu tidak dihitung," balas Neo dengan humor senada. "Ini sarapan dulu. Kau pasti lupa membeli makan."

Samar, Ruri bisa merasakan lambungnya bergemuruh. Ia menerima sandwich beef bulgogi dan chicken bolognese khas Cakewalkers itu. "Terima kasih, Neo. Nanti minumnya biar aku yang traktir."

"Memangnya kau sudah tahu letak kantinnya?"

Ruri meringis canggung. "Benar juga. Aku belum tahu."

"Nanti kita cari sama-sama," kekeh Neo seraya merangkul bahu Ruri dan mengajak gadis itu berjalan meninggalkan area parkir.

"Tapi sebelum itu, aku mau ke toilet dulu. Riasanku berantakan."

Neo memiringkan kepala, mengamati dengan saksama. "Tidak ada yang salah."

"Maskaraku luntur," ucap Ruri seraya membelai bulu mata kirinya.

"Astaga." Neo menepuk keningnya. "Aku bahkan tidak menyadari itu kalau kau tidak bilang."

Ruri terkekeh. "Kau saja yang kurang teliti."

"Merepotkan sekali menjadi perempuan."

"Sama sekali tidak."

Touch Your Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang