Pukul dua dini hari, Hiroaki tiba di rumah. Persiapan untuk peluncuran sedan terbaru produksi Tórus membuat ia harus bekerja ekstra. Belum lagi, teriakan Ruri di lobi tadi masih terngiang di telinganya.
Hiroaki baru saja menutup pintu geser yang mengunci otomatis ketika ponselnya berdering. Melihat nama peneleponnya, ia mengabaikan panggilan dan menuju dapur untuk mengambil air minum.
Namun, sang penelepon tampak tidak ingin menyerah. Mau tidak mau, Hiroaki menjawab panggilan itu setelah mengempaskan tubuh lelahnya ke sofa.
[Bagaimana kabarmu, Hiro?]
"Kurasa, ini bukan waktu yang tepat untuk menelepon seseorang," gerutu Hiroaki menanggapi dalam bahasa ibunya.
[Jangan dingin begitu pada Ayahmu,] tegur Shigeki Tóru lantas terkekeh. Pria itu sudah terbiasa menghadapi sikap putranya. [Bagaimana keadaanmu?]
"Bukankah itu bisa terlihat jelas dari laporan yang terkirim setiap bulan?"
[Bukan keadaan Tórus, tapi keadaanmu.]
"Baik," sahut Hiroaki sambil memijat-mijat pelipisnya. "Asal wanita jahanam itu tidak mengusikku."
[Sejak kapan aku mengajarimu berbicara kurang ajar?] Nada bicara Shigeki meninggi, tanda ia tidak menyukai kebencian dalam suara Hiroaki. [Seharusnya, dengan berada di sana, kau bisa menilai langsung orang sebaik apa dia. Aku sudah berpesan agar dia membantumu selama kau ada di sana. Berkunjunglah sesekali.]
"Tolong, minta wanita itu untuk berhenti," pinta Hiroaki dengan suara lelah bercampur amarah. "Aku sama sekali tidak berniat menjalin hubungan baik dengannya."
Tanpa menunggu balasan dari Ayahnya, Hiroaki memutus sambungan. Ia hampir melempar gawai di tangannya, tetapi berhasil mengendalikan diri. Wajah Ruri dengan pipi merah terbayang di benaknya. Ia tidak ingin amarahnya melukai seseorang---atau sesuatu lagi.
Bisa jadi, gadis itu benar. Hiroaki adalah lelaki berhati batu.
***Hiroaki menyentuh remai di pipinya. Ia melirik pada botol parfum di lantai---penyebab rasa sakit yang ia rasakan.
'Ayahmu benar-benar tidak tahu diri!' Ibunya---orang yang tadi melemparkan botol parfum pada Hiroaki kembali menjerit. 'Berani-benarinya dia berselingkuh!'
Miho selalu menyukai keindahan dan kerapian. Ia berprofesi sebagai model profesional hingga kemudian menerima lamaran Shigeki---anak tertua keluarga Tóru. Kehidupannya begitu indah dan tertata. Pernikahan yang penuh cinta dan dikaruniai seorang putra.
Semua itu hanya bertahan selama tiga belas tahun. Karena Miho mencurigai suaminya berselingkuh.
Itu mengubah sosok Miho yang selalu berpenampilan cantik dan mewah. Perempuan itu lebih sering mengurung diri di kamar. Ia memaki, berteriak, dan melempar barang ke penjuru ruangan.
Hari ini, Hiroaki mencoba berbicara dengan Ibunya. Alih-alih menjadi tenang, Miho justru melemparinya dengan barang. Beberapa kali ia berhasil menghindar---kecuali botol parfum itu. Usahanya sia-sia.
'Ibu, tenanglah. Ini aku ... Hiro,' ucap Hiroaki dengan suara bergetar.
'Ah, benar. Kau adalah Hiro.' Miho bergerak maju dan memeluk remaja dua belas tahun itu. 'Hiroaki ... anakku.'
'Iya, Ibu,' sahut Hiroaki sambil balas memeluk ibunya. Ia tidak peduli walau rambut kusut wanita itu menggelitik wajahnya. Yang Hiroaki tahu, ia merindukan pelukan ini.
Pelukan seorang ibu.
'Semakin lama kau tumbuh semakin dewasa. Wajahmu semakin mirip dengannya ... dengan ayahmu. Dengan pria jahat itu!' Miho secara tiba-tiba mendorong Hiroaki hingga jatuh terduduk dengan keras. 'Wajahmu membuatku muak!'
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch Your Heart ✔
RomanceSelama bekerja sebagai kurir, Ruri Keyara selalu melakukan tugasnya dengan sempurna. Namun, pagi itu kiriman yang ia antar ditolak dan dibuang di depan matanya. Tidak ada yang pernah melakukan itu. Kecuali si lelaki berhati batu! Bagi Hiroaki Tóru...