II. Rendezvous (1/2)

2K 253 4
                                    

"Yang ini tolong diantar ke alamat yang tadi."

Ruri memasukkan kotak makanan tiga tingkat itu ke dalam insulated thermal bag. Tas yang bisa menjaga suhu makanan agar tetap hangat itu, terpasang di bagian tengah pijakan vespanya.

"Dan yang ini untuk Ruri."

"Eh?" Ruri menatap bingung pada kotak makanan yang disodorkan wanita di hadapannya. "Apa tidak merepotkan?"

"Sama sekali tidak." Wanita bernama Hannah itu menggeleng seraya tersenyum. "Setelah mengantar ini, kau langsung kuliah, kan? Nanti tidak sempat beli sarapan."

"Terima kasih, Bu Hannah." Ruri tidak bisa menyembunyikan rasa syukur dalam suaranya. "Pasti saya cuci dulu wadahnya sebelum dikembalikan."

Wanita berambut hitam itu tertawa kecil. "Hati-hati di jalan, ya."

"Saya berangkat," angguk Ruri berpamitan lantas menjalankan skuter berwarna french rose itu.

Dalam tujuh bulan terakhir, Hannah sudah mempercayakan barang dagangannya untuk diantar Ruri. Tidak jarang, wanita itu memberi ongkos tambahan atau beberapa stoples kue kering buatannya. Namun, ini kali pertama ia mendapatkan kotak bekal. Mungkin seperti inilah rasanya jika memiliki ibu.

Brak!

Terlalu sibuk dengan pikirannya membuat Ruri tidak fokus. Hingga ujung sepatbor menyentuh bumper mobil di depannya. Sedan mewah produksi Tórus itu seharga biaya 100 semester kuliahnya. Ruri tidak berniat kuliah selama itu, tetapi saat ini ia berada dalam masalah besar! Tabungannya tidak akan cukup untuk mengganti rugi. Sekalipun itu hanya lecet sekecil goresan kuku.

Ini sudah yang kedua kali dalam minggu ini. Kejadian sebelumnya, ia beruntung karena perempuan bernama Della itu tidak menuntut apa-apa. Namun, belum tentu kali ini ia akan selamat.

Untuk mengantisipasi dimaki di depan umum, Ruri segera turun dari vespa. Ia menghampiri pengemudi yang baru saja membuka pintu mobil mewahnya. Seorang lelaki bersetelan jas hijau pupus turun dari mobil berwarna putih itu. Dengan raut kesal, ia menyugar rambutnya yang tertata rapi.

"Maaf, Kak. Saya tidak sengaja." Ruri mengumpulkan seluruh penyesalannya dalam setiap kata yang ia ucapkan. Untuk mendukung itu, ia membungkuk-bungkukkan tubuhnya.

"Maaf, maaf! Kau tidak tahu siapa aku?"

Bentakan lelaki itu bercampur deru mesin dan bunyi klakson di sekitar mereka. Meski kesal, Ruri mempertahankan gestur penyesalannya. Ini bukan waktunya bersikap konfrontatif.

"Maaf, Kak. Saya tidak tahu."

"Aku ini pemilik Tórus Motors, kau tahu? Berani-beraninya kau menabrak mobilku!"

Alih-alih merasa terintimidasi, Ruri malah merasa lega. "Syukurlah," ucap Ruri sambil mengangkat wajah.

Lelaki di hadapannya memelotot. "Apanya yang 'syukurlah'?"

"Berarti Kakak tinggal membawa mobil ini ke bengkel perusahaan untuk diperbaiki. Jadi, saya tidak perlu mengganti rugi," tutur Ruri lantas mengangguk hormat. "Selamat pagi, Kak."

"Enak saja!" Lelaki itu mengejar dan mencekal pergelangan tangan Ruri. "Kau harus tetap mengganti rugi!"

Urat-urat di kening Ruri menegang tajam karena sentuhan itu. Apa yang ia alami tadi malam, benar-benar menyisakan ketakutan di benaknya. Ia menarik kasar tangannya. "Jangan sembarangan! Memangnya kau tidak tahu siapa aku?"

Lelaki itu menatap turun pada Ruri. "Tidak," jawabnya dengan nada arogan.

"Baguslah kalau begitu," ujar Ruri lantas bergerak cepat menaiki dan menjalankan vespanya. Tanpa sedikit pun menghiraukan teriakan lelaki itu.
***

Tiga mangkuk itu terisi penuh. Begitu Hiroaki selesai, tiga ekor kucing datang dengan langkah-langkah kecil yang cepat. Mereka berdiri di depan mangkuk yang bertuliskan nama masing-masing.

Miura merupakan nama seekor russian blue bermata hijau cerah. Ada juga kucing berbulu sangat tipis sampai terlihat warna kulitnya yang bernama Beetle. Dan seekor kucing berwajah galak dengan bulu-bulu ikal, namanya Mustang.

Perlahan, Hiroaki mengusap bulu-bulu lembut itu. Tanpa terganggu, ketiga kucingnya tetap melanjutkan makan pagi mereka dengan lahap.

"Hiro, sarapan sudah siap."

Hiroaki menoleh seraya bangkit. "Terima ka-shi, Jasmyn."

Ini adalah rutinitas mereka sehari-hari. Jasmyn datang setiap pukul lima pagi.  Gadis itu bertugas menyiapkan berbagai keperluan Hiroaki. Jas, dasi, hingga sepatu. Juga mengatur menu dan mengawasi koki yang memasak sarapan.

Hiroaki sudah pernah menyarankan agar Jasmyn dan Jasper tinggal di rumahnya. Selain lebih hemat waktu, ia juga tidak akan merasa kesepian di hunian seluas ini. Namun, Jasmyn menolak halus dengan alasan profesionalitas.

"Maaf, ya, Hiro. Lagi-lagi Jasper berpergian dengan mobilmu."

Ketika berada di luar lingkungan kantor, Jasmyn memilih untuk berbicara lebih santai. Sesuai permintaan Hiroaki.

"Tidak apa-apa. Jasper sudah seperti adikku sendiri."

Jasmyn menunduk sambil menyelipkan rambut lurusnya ke belakang telinga. "Kau bersikap terlalu baik padanya."

"Aku hanya menyesuaikan sikap yang aku dapatkan darimu dan Jasper." Hiroaki mengedikkan kepala. "Ayo, makan."

"Ya," angguk Jasmyn sebelum kemudian bunyi bel interkom menarik perhatian mereka.
***

Akhirnya, Ruri tiba di alamat tujuan yang disebutkan Hannah. Sebuah rumah megah  bergerbang kayu. Di balik pagar kanan dan kiri terdapat pohon-pohon bambu yang berkersik kala terkena angin.

Ruri menekan bel.

[Siapa?] tanya seseorang dari interkom.

"Selamat pagi, Kak. Saya dari Ruri Kurir. Ada kiriman untuk Kak Hiro."

Tidak ada jawaban. Sebagai gantinya, salah satu gerbang terbuka. Seorang pria berseragam satpam mempersilakan ia masuk. Ruri berujar terima kasih lantas menunduk sambil memasuki pelataran. Ia melangkah di jalan bebatuan halus yang diapit rerumputan hijau. Pohon berdahan meliuk-liuk dan kumpulan daun serupa payung mendominasi pemandangan.

Ruri berhenti ketika ia melihat sebuah pintu geser. Ia hendak mengetuk, tetapi  rangka kayu berlapis kertas itu lebih dulu terbuka.

Seorang gadis berpakaian formal muncul dari balik pintu. Rambutnya hitam dan lurus. Sangat lurus dan berkilau seperti kain satin. Sampai Ruri bisa membayangkan gadis itu menyetrika rambutnya setiap pagi.

"Ada kiriman apa?"

Suara datar dan lembut itu membuyarkan lamunan Ruri. "Apa Kakak yang bernama Hiroaki?"

"Ya, itu aku."

"Benarkah?" gumam Ruri dengan glabela mengernyit. "Saya kira Hiroaki itu laki-laki."

"Jadi, ada kiriman apa?"

"Ini ada kiriman makanan," ucap Ruri seraya menyerahkan kotak berbungkus kain yang ia bawa di depan dada.

Alih-alih menerima, lawan bicaranya justru melipat tangan di depan dada. "Dari siapa?"  tanyanya, tetapi melihat senyum angkuh di bibir itu Ruri langsung menduga bahwa gadis bertatapan tajam itu sudah tahu jawabannya.

"Ini dari Bu Hannah."

"Kembalikan saja."

Bingung, alis Ruri bertaut. "Boleh saya tahu alasannya, Kak?"

"Karena saya tidak mau menerima kiriman dari wanita itu."

Ruri mengigit bibir bawahnya. "Boleh saya bertemu langsung dengan Kak Hiroaki?"

"Saya Hiroaki," balas gadis itu bersikeras.

Detik berikutnya, pintu kembali bergeser terbuka. Seorang lelaki berpostur tinggi dengan wajah yang pantas menjadi tokoh utama drama Asia. Rahangnya tegas dan dagunya jirus. Di bawah alis yang melengkung indah, sepasang netra tanpa ekspresi melirik sekilas pada Ruri. Bibirnya yang berwarna dadu segar berujar dengan suara yang tegas dan dalam.

Sama seperti perempuan yang mengaku bernama Hiroaki, raut wajah lelaki itu juga jauh dari kata ramah. Ada apa sebenarnya dengan penghuni rumah ini?

Touch Your Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang