21

7K 727 37
                                    

Sorry for typo, happy readings...

Setelah lelah mengetuk pintu kamar yang tak kunjung di buka, akhirnya Reno memutuskan  mengambil kunci cadangan. Ia khawatir, anak nya belum makan dan lagi takut sesuatu hal buruk terjadi pada putra bungsu nya.

Setelah mengambil kunci cadangan di lantai bawah, Reno kembali melangkahkan kaki nya ke kamar Abi. Tak lupa, nampan yang masih ikut serta dalam pegangan nya. Padahal bisa di taruh dulu, tapi gimana pikiran nya lagi gak sinkron.

Sampai di depan pintu kamar Abi, Reno memasukkan kunci dan memutarnya agar pintu terbuka. Pintu terbuka setengah, ia melangkah masuk. Dapat dilihat, anak yang sedari tadi di khawatirkan nya sedang asik bersama game nya tak lupa dengan telinga yang tersumpal headset. Pantes saja, namun seketika perasaan nya lega, anaknya tidak papa.

Abi tersentak kaget ketika bahu nya di sentuh seseorang dari belakang, seingatnya tadi pintu kamar sudah ia kunci. Tapi sekarang, bisa di lihat sang ayah dengan muka datar membawa nampan berisi makanan dan segelas susu. Bukannya air putih, malah susu. Kan eneg kalo abis makan malah disuruh minum susu. Ah ayahnya ini bodoh sekali.

"Ayah, ngagetin tau. Bukan nya ketuk pintu dulu atau gak salam. Ini malah main masuk, eh, tapi.... Perasaan aku udah kunci pintu. Kenapa ayah bisa masuk" ujarnya panjang lebar.

"Hhah, udah ayah ketuk ya, gak liat nih tangan ayah sampe merah2 gini. Ada kunci cadangan ya, jangan di bikin susah"

"Dih punya ayah gini bat" cibirnya, "eh iya, Abi lupa. Kan Abi lg ngambek. Udah sana ayah keluar"

"Eh gak ya, makan dulu. Ngambek nya nanti lagi abis makan"

"Abi gak laper" namun bunyi dalam perutnya tak bisa bohong, seketika tawa Reno pecah.

"Hahahaha, gegayaan gak laper. Itu suara perut gak bisa bohong. Udah sini cepetan makan, ayah suapin"

"Gamau ya yah! Abi bisa makan sendiri. mending ayah keluar aja"

"Yaudah, ayah keluar. Dimakan, abis itu jangan lupa di minum obatnya" ujar nya, mengelus kepala Abi singkat.

Abi memutar malas bola matanya, namun setelah itu ia mengangguk. Setelah di rasa ayahnya keluar, ia langsung menghampiri makanan yang ayahnya bawa itu. Iya benar, Abi lapar. Dan perutnya tak berbohong.

Mau makan aja drama dulu Abi mah.




Sementara dilain tempat, toni menatap malas orang-orang di hadapan nya. Makan malam dengan menu menggugah selera tapi nyata nya sama sekali tak menarik di matanya.

Ia mengambil nasi dengan malas, sesekali matanya melirik sang ibu dan pria tua Bangka di depan nya.

"Ibu gak mau tau, kamu harus melakukan tugas itu secepatnya" ujar sang ibu

Toni masih tak ambil pusing, ia masih bergeming dengan mulut mengunyah makanan nya.

"Ck, mana sopan santun mu bocah" bukan sang ibu tapi kali ini pria tua yang bicara.

"Memang nya manusia seperti kalian pantas di perlakukan secara sopan, jangan harap!" Setelah nya Toni bangkit dan berlalu dari tempatnya. Persetan dengan makian sang ibu disana.

Jujur telinga nya panas, berdekatan dengan sejenis iblis. Katakan saja ia anak durhaka, Toni tak peduli.

Ia melajukan motornya, tanpa tujuan. Dia tak punya tempat pulang, rumah yang katanya tempat pulang justru malah seperti neraka.

Dan malam ini, Toni berada di tempat yang di penuhi asap rokok dengan musik keras dan lampu gemerlap. Seperti biasa, Toni melampiaskan semua nya di tempat ini. Tempat penuh kemaksiatan dan kepuasan.



HASBINAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang