17

8.1K 805 86
                                    

Sorry for typo, happy reading...






Seorang pemuda memasuki rumah besar dengan malas, ia mengedarkan netranya dan menemukan sang ibu dan si tua sedang duduk di ruang tamu.

"Sudah pulang nak?" Tanya sang ibu, namun tak di gubris sedikitpun.

"Buah jatuh tidak jauh dari pohon nya" celetuk si pria tua.

Masa bodoh dengan tingkah laku sang ibu dan lelaki tua Bangka itu, pemuda itu semakin berjalan menjauh menuju kamarnya. Muak pastinya.

"TONI!" Bahkan seruan sang ibu tak ia pedulikan.

"Sudahlah runa, dia seperti itu karena dirimu juga" ujar si tua a.k.a Lukman Wijaya.

"Diamlah, lebih baik kau pergi!"

"Jangan lupa runa, misi mu tidak akan pernah berhasil jika tanpaku" ujar Lukman kemudian berlalu dari rumah itu.

Dikamarnya, Toni merebahkan badan nya di kasur tanpa melepaskan seragam sekolah. Pikiran nya mundur ke beberapa jam lalu ketika di sekolah.

Memang saat itu ia sendiri dengan sengaja menabrakan diri ke bocah itu, itu sudah terencana apik di dalam kepalanya. Tapi sayang, rencana itu bukan dari dirinya melainkan sang ibu.

Ia bahkan jengah dengan sang ibu, yang setiap hari selalu membahas perihal kesengsaraan nya. Padahal setau Toni, dulu kehidupan nya sempurna.

Namun, setelah kepergian sang ayah, runa menjadi sosok yang tak Toni kenal lagi.
Apalagi setiap kali sang ibu selalu mendoktrin dirinya untuk membalaskan dendam yang sama sekali Toni tak ketahui.

"Liat foto anak ini, ibu mau kamu buat hidupnya gak tenang" runa menyodorkan selembar foto di hadapan Toni.

"Maksud ibu apa?" Tanya Toni bingung

"Dia anak yang merebut kebahagiaan ibu, jadi kalo kamu mau buat ibu bahagia. Laksanakan saja perintah ibu Toni!"

"Memang sekarang ibu gak bahagia? Ck, lucu ya Bu. Jadi selama ini aku hadir cuma jadi pajangan?" Toni terkekeh, tak habis fikir dengan jalan pikiran sang ibu.

"Bukan seperti itu Toni, ibu bahagia ada kamu. Hanya saja, ibu sakit hati makanya ibu harus balas dendam. Tolong pahami ibu ton"

"Haha, ibu gila! Ibu mau aku pahami, sementara ibu gak pernah memahami! Lagian siapa yang mau ibu balas dendam, kalo yang ada di foto ini aja masih bocah"

"Justru itu, anak itu kelemahan mereka. Mereka yang sudah membuat sakit hati ibu"

Toni menggeleng, menghilangkan pikiran-pikiran tadi.
Jujur saja Toni tak begitu suka jika harus bermain seperti ini. Dirinya memang pembuat onar, tapi jika untuk mencelakakan orang tentu tidak pernah ia lakukan.

.
.
.
.
.

Suara televisi terdengar nyaring ketika Reno memasuki rumahnya, ia tersenyum ketika melihat Abi tertidur di sofa dengan tangan menggenggam ponsel.

Reno mematikan televisi, kemudian beralih mengambil ponsel Abi dan meletakkan nya di meja. Kemudian tangannya beralih mengelus puncak kepala Abi, hingga netra nya menangkap warna kebiruan di sudut bibir sang putra.

Reno menyentuh luka itu pelan, "aw, shshh"

Abi membuka matanya, kemudian menyingkirkan tangan sang ayah yang masih memegang sudut bibirnya itu.

"Itu kenapa?" Tanya Reno

"Emhh, tadi ga sengaja kena meja yah"

"Beneran kena meja? Tapi itu kaya abis di tonjok deh"

HASBINAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang