29

6.6K 743 48
                                    


Ada yang nungguin Abi?
Aduh maaf banget lama update, mood lagi naik turun bgt. Apalagi sekarang banyak banget silent readers. Jadi agak melorod selera nulisku:(

Tapi, makasih banyak-banyak loh buat kalian yang udah support dengan like dan komen cerita ini. Meskipun aku gak bales komen kalian, tapi aku baca satu-satu lohh...

________



Sorry for typo, happy readings...


Hari kesembilan mata indah itu belum mau terbuka, masih betah dalam pejamnya. Ruangan dingin yang hanya terisi suara dari bed side monitor yang menampilkan gambar zig-zag pertanda bahwa seseorang disana masih mempertahankan detaknya.

Tubuhnya semakin kurus, pipi gembung nya pun kini berganti tirus dengan bibir memucat, dan kepalanya masih melekat perban.

Reno menghela nafas berat, ia menghampiri ranjang sang anak yang tadi sempat collapse meski dalam pejam nya. Bahkan alat-alat itu seakan tak berguna, selang ventilator yang dua hari lalu sudah di lepas sekarang harus kembali di masukkan.

Dan ia merutuki kebodohannya tadi,


Dengan meninggalkan Abi sendirian.

Ia pergi menerima telepon diluar, tanpa tahu ternyata Abi tengah sekarat di dalam.
Disana Reno melihat Abi tengah kejang dengan suara mesin memekakan telinga di tambah dengan grafik yang tak beraturan.

Dia panik setengah mati, menekan secara brutal tombol di samping ranjang. Sampai akhirnya dokter datang dan ia harus keluar demi kelangsungan pemeriksaan.

Di luar ruang rawat, hatinya gusar duduk bersimpuh di lantai putih dingin rumah sakit. Tangan nya mengepal dengan kepala menunduk, mulutnya merapal banyak doa untuk sang putra.




....


Dilobi rumah sakit Arga dan restu jalan beriringan, membawa satu plastik coklat batang. Itu untuk Abi, berharap adiknya itu bangun dan memakan semua coklatnya. Entah ide darimana, kakak beradik itu dari lima hari kemarin mengumpulkan coklat setiap hari dan membawanya ke rumah sakit. Berharap sang adik, Abi nya itu lekas bangun dan memakan coklat-coklat itu.

Namun perjalanan santai itu harus berakhir ketika netra mereka melihat sang ayah tengah bersimpuh di lantai dengan kepala menunduk, seketika pikiran buruk menggerayangi otak mereka berdua. Arga mengeratkan pegangannya pada plastik berisi coklat-coklat itu kemudian berlari menghampiri sang ayah, begitu pula restu, bahkan ia langsung memeluk ayahnya.

"Apa yang terjadi, yah?" Tanya Arga, dengan nada sebiasa mungkin. Padahal ada gelenyar aneh di dalam dada nya, yaitu takut.

Reno masih diam, ia sendiri masih teramat shock. Restu kembali memeluk sang ayah disana, mengelus punggung yang biasanya tegap itu.

Jika di tanya perihal bagaimana perasaan nya, yaitu jawaban nya sama, restu takut dengan segala kemungkinan bahwa adiknya akan pergi.

'bunda, restu mohon jangan bawa adek dulu. Restu masih mau sama-sama dengan waktu yang lebih lama sama adek"

Restu menghapus butir air yang hampir jatuh dari matanya. Dan Arga si sulung, ikut mengambil pelukan juga disana. Mengelus punggung sang ayah dan adiknya, begitu juga Reno bergantian mengelus pundak anaknya memberi afeksi ketenangan yang mungkin berefek sementara selagi kondisi Abi belum mereka ketahui.

"Yah..." Panggil restu lirih, setelah dirasa sang ayah tidak setegang tadi, "apa yang terjadi sama adek?" Lanjutnya

Reno menceritakan pada kedua anaknya perihal collapse nya Abi tadi, hingga kemudian dokter keluar di ikuti dua suster.

HASBINAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang