Bab 7 | Syafakillah

364 56 349
                                    

Happy reading semoga suka dan bermanfaat ya ❤️

“Maafkan aku yang cemburu padahal kutahu kamu bukan hakku, cukup kata ‘ikhlas’ yang selalu menguatkanku. Biarkan luka ini hilang ditelan waktu.”

Perjalanan Cinta Menuju Jannah


Sekitar pukul setengah sembilan malam Meisya berpamitan pada Mbak Syifa, setelah rapat OSIS dan PMR di sekolah, Meisya tidak langsung pulang melainkan mengambil laporan di rumah Mbak Syifa untuk persiapan acara besok pagi.

Sebelumnya Meisya sudah mengirim pesan pada ayahnya kalau ia terlambat pulang ke rumah, sebenarnya ayahnya khawatir kalau Meisya pulang terlarut malam, namun Meisya meyakinkan ayahnya sehingga ia diizinkan pulang larut malam asalkan kalau ada apa-apa segera hubungi ayahnya.

“Hati-hati, Sya, kalau udah sampai rumah kabarin ya,” ucap Mbak Syifa mengantarkan Meisya ke pintu gerbang.

Meisya mengacungkan jempolnya seraya mengangguk setuju. Kemudian ia men-strater kan motor matic-nya, sebelum melajukan motornya ia berdoa terlebih dulu.

“Meisya, pulang ya, Mbak, assalamualaikum,” ucap Meisya seraya melambaikan tangan lalu menutup kaca helmnya.

“Walaikumsalam, hati-hati, Sya,” balas Mbak Syifa yang diangguki Meisya.

Tak lama motor milik Meisya meninggalkan halaman rumah Mbak Syifa.

Setelah acara baksos, Meisya tidak langsung pulang melainkan ada rapat acara OSIS dan PMR untuk kegiatan besok pagi sehingga ia mengikuti rapat terlebih dulu. Rapat kali ini tidak dipimpin oleh Malik melainkan Bu Alya yang sebagai wakil pembina OSIS.

Rapat juga diakhiri pukul lima sore sehingga ia sampai larut malam dari rumah Mbak Syifa untuk membahas acara besok serta mengambil laporan.

Setelah acara baksos, Malik izin tidak mengikuti rapat karena persiapan acara khitbahnya dengan Dira yang berlangsung nanti malam.

Jujur, hati Meisya digerogoti rasa cemburu dan sedih, namun cemburu pada seseorang yang bukan haknya membuat ia perbanyak istighfar agar setan tidak menghasutnya dan lebih baik selalu berdoa semoga acara khitbahnya Malik dengan Dira berjalan lancar.

Dan Meisya berharap semoga hatinya benar-benar mengikhlaskan cinta dalam diamnya atas izin Allah. Semoga dengan ikhlas, patah hatinya segera sembuh.

Saat di perjalanan pulang, tiba-tiba Meisya merasakan pusing padahal sebelumnya ia merasa baik-baik saja. Mungkin karena ia terlalu banyak kegiatan hari ini sehingga ia kecapekan dan pusingnya menyerang.

Meisya paksakan tetap mengendarai motornya dan bibirnya tak henti-hentinya untuk berdoa dan berdzikir. Lambat laun gerimis menjelma menjadi hujan deras, Meisya tetap melajukan motor matic-nya.

Sepertinya hujan tak mematahkan semangatnya untuk pulang ke rumah meskipun pusingnya semakin lama semakin sakit.

“Hamba mohon Ya Rabb, kuatkan hamba untuk pulang sampai rumah dengan selamat dan kumohon hilangkan rasa pusing ini. Hamba tidak ingin mengkhawatirkan Ayah,” gumamnya seraya melajukan motor dengan hati-hati.

Karena lupa membawa jas hujan dengan nekat Meisya menerobos derasnya hujan. Beberapa kali Meisya mengusap-usap kaca helmnya untuk memperjelas pandangan, Meisya frustasi akhirnya ia membuka kaca helmnya, namun usahanya gagal air hujan itu menetes di pipinya begitu keras.

Perjalanan Cinta Menuju Jannah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang