Happy reading semoga suka dan bermanfaat 💓
"Biqadri maa nuhibbu nuhabbu,
sebagaimana kita mencintai, begitulah kita dicintai."Perjalanan Cinta Menuju Jannah
Jam dinding bergerak menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit, terlebih hari ini adalah hari Senin di mana tengah sibuknya dengan menjalankan aktivitas.
Kebetulan hari ini ada upacara, Meisya tidak ingin terlambat sehingga dia sudah siap hendak berangkat.
"Buku udah... Dompet udah... Hp juga udah," monolog Meisya seraya mengecek barang-barangnya yang di dalam tas. Setelah lengkap semua baru dia menggendong tas ranselnya dan memakai sepatu pantofelnya yang berwarna hitam.
Kemudian Meisya menyalami ayahnya yang baru saja keluar kamar. "Meisya, berangkat ya, Yah. Assalamualaikum," ucapnya seraya mencium punggung tangan ayahnya.
Fadil tersenyum seraya mengelus puncak kepala putrinya. "Wa'alaikumussalam. Hati-hati, Sya, jangan ngebut."
Meisya mengangguk sebagai jawaban lalu dia berpamitan pada seisi rumah kemudian berjalan cepat ke arah garasi seraya memanaskan motornya lalu berjalan untuk membuka pagar.
"Duluan, Sya," ucap Mbak Tari seraya mengklakson ketika melihat Meisya di depan pagar.
"Iya, Mbak, hati-hati," balas Meisya yang diangguki Mbak Tari sebagai jawaban.
Beberapa kali dia mengangguk seraya tersenyum ketika tak sengaja berpapasan dengan tetangganya yang baru saja lewat.
Setelah menstrater kan motornya barulah Meisya menancap gas meninggalkan rumah, namun baru saja berjalan dia langsung mengerem motornya secara mendadak membuat kedua roda otomatis berhenti.
"Astaghfirullahaladzim...." Meisya beristighfar karena lupa belum memakai helm. Ketika hendak masuk rumah untuk mengambil helm, namun Fadil sudah berada di depan pintu sambil menenteng helm Meisya.
Meisya menyeringai tak berdosa seraya menerima helmnya. "Makasih, Yah."
Fadil mengangguk. "Lain kali dicek lagi, kemarin lupa kunci motor sekarang helm... Besok-besok motornya malah yang bisa tertinggal," kekeh Fadil mengundang tatapan tajam dari putrinya.
"Ish... Ayah!" Meisya memajukan bibirnya beberapa senti menampilkan raut wajahnya yang cemberut.
Hal itu mengundang tawa Fadil, detik selanjutnya. "Udah sana berangkat, jangan cemberut gitu."
"Iya, Yah... Meisya berangkat, assalamualaikum," ucap Meisya lalu menyalami ayahnya lagi.
"Wa'alaikumussalam, hati-hati," pesan Fadil yang diangguki Meisya sebagai jawaban.
"Loh, Mbak Meisya, belum berangkat? Bukannya udah pamitan tadi?" tanya Yahya yang baru saja muncul di depan pintu utama sambil menenteng sepatu conversenya.
"Kepo," alibi Meisya dengan ketus. Sengaja dia tidak memberitahu Yahya karena anak itu pasti mengejek Meisya kalau Meisya ceroboh meninggalkan barang.
"Ohh helm... Besok-besok helmnya ditali di motor biar enggak lupa," kekeh Yahya lalu kabur dari pandangan Meisya seraya mengangkat kedua jarinya membentuk tanda V meminta damai.
Meisya melotot tajam ke arah Yahya, dia hendak marah namun melihat gelengan dari ayahnya membuat dia mengurungkan niatnya. Kemudian Meisya melanjutkan langkahnya menuju motornya.
Setelah memakai helm kemudian Meisya merapikan jilbabnya sebentar, melihat jam yang hampir menunjukkan pukul enam lantas Meisya mulai bergegas tak lupa membaca doa terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Cinta Menuju Jannah [END]
Любовные романы"Bagaimana rasanya memendam perasaan pada seseorang yang dulu kuanggap sebatas teman?" Jadilah wanita seperti Fatimah yang menjaga kesucian cintanya hingga setan saja tidak mengetahui. Begitu pula dengan Ali, jadilah pria yang berani melamar putri...