Lima Puluh Tiga

891 108 16
                                    

"Hari ini kita ada adain rapat buat bahas keberlanjutan acara graduation angkatan kita," Febby sebagai salah satu panitia acara perpisahan itu mulai buka suara, menatap kesepuluh teman-temannya yang hadir di salah satu kafe di Jakarta yang nampak sepi itu. Mereka sedang mengadakan rapat dadakan, mengingat waktu perpisahan tinggal beberapa minggu lagi. Perlu ada konsep yang harus dimatangkan agar acara tersebut berkesan di hati teman-temannya.

Alvin sebagai ketua OSIS ikut dalam rapat tersebut. Lelaki itu yang akan memimpin jalannya rapat malam ini. Bahkan, ia sudah menyiapkan papan tulis untuk menjelaskan rancangannya. "Gue mau jelasin lebih lanjut soal konsep, desain, serta beberapa hal lainnya yang sempet diubah karena ada masukkan dari pihak kepala sekolah dan guru-guru. Untuk dresscode tetap ya, tapi— Sena?" mata Alvin menatap jendela kafe dengan saksama. Matanya menyipit untuk memastikan sesuatu. Ia tak salah lihat kan? Sepertinya tadi ada gadis yang lewat dan dari postur tubuhnya sangat identik dengan Sena. Jika itu Sena, kenapa gadis itu ada di daerah sini yang notabenenya agak jauh dari rumahnya? Malam-malam pula.

Teman-teman panitia yang penasaran ikut menoleh ke arah seorang gadis yang berlari dengan sangat kencang itu. "Gue ijin bentar," ujar lelaki itu berlari meninggalkan kafe untuk menyusul gadis yang ia anggap sebagai Sena itu. Ia benar-benar harus memastikan bahwa gadis tadi bukanlah Sena dengan mata kepalanya sendiri agar pikirannya tenang. Entah mengapa tiba-tiba perasaannya tak enak, seperti ada firasat buruk yang tiba-tiba menggelayuti hatinya.

"Sial!" umpat Alvin ketika teleponnya tidak diangkat oleh Alex. Ia bersumpah jika gadis itu benar-benar Sena, maka ia akan menghabisi Alex saat itu juga. Apalagi lelaki itu sudah berjanji untuk selalu menjaga Sena, apapun kondisinya. Ia juga sudah mengatakan bahwa Sena akan aman dengan Alex, tapi nyatanya? Argh! Semoga saja berbagai prasangka buruk itu tidak benar adanya.

Alvin kembali menelepon Alex, namun hasilnya nihil. Gadis yang ia kira sebagai Sena pun sudah tak ada di sepanjang mata memandang, ia kehilangan jejaknya.

Akhirnya Alvin memutuskan menelpon Shilla dengan harap-harap cemas. Satu detik dua detik belum diangkat. Tiga detik masih terdengar nada menyambungkan hingga pada detik keempat, suara sesenggukkan dari seorang gadis terdengar. "Shill, ada apa?" tanya Alvin tanpa basa-basi.

"Ka—kak, lo liat Sena nggak? Se—Sena nggak bisa dihubungi sejak tadi... Gue takut Sena kenapa-kenapa," ujar Shilla di tengah tangisnya.

Deg!

Perkataan Shilla membenarkan praduganya dan itu adalah sesuatu yang tak ingin Alvin harapkan. Lelaki itu menatap nanar jalanan di depannya dengan tangan yang mengepal kuat. Perasaannya marah, sangat marah hingga rasanya ia ingin memukul semua orang yang menyakiti gadis itu. Apalagi kejadian ketika Sena berlari dengan mengusap air matanya membuat Alvin benar-benar tak terima.

Alvin menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Tenangin diri lo dulu Shil, gue bantu cari Sena."

Lelaki itu segera berlari ke segala arah untuk mencari Sena. Persetan dengan rapatnya, ia sudah tak peduli lagi. Yang Alvin lakukan hanyalah terus berlari menyusuri jalanan dengan cemas. Ia menatap sekitar dan memperhatikannya dengan jeli, siapa tahu ada Sena di sana.

Namun, sudah hampir lima belas menit Alvin mencari, belum ada tanda-tanda Sena di sana membuatnya sungguh frustrasi. "Sena, lo ada di mana?" gumamnya cemas.

***

Sena menutup matanya, menghirup udara segar untuk terakhir kalinya. Merentangkan tangannya di udara malam yang entah mengapa membuatnya ringan.

Ia berbisik, menatap rembulan malam yang indah kala itu. Angin sepoi-sepoi juga terasa sejuk menyentuh kulit dan suara kendaraan yang sepi berlalu lalang menambah kenyamanannya untuk berlama-lama di sana.  "Sampai jumpa lagi bulan... Kamu akan menjadi saksi bisu betapa hancurnya aku malam ini," ujarnya lalu mulai terjun bebas ke bawah sungai sana.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang