Lima Puluh Enam

888 133 30
                                    

"Natalie benci banget sama Sena. Bahkan Sena pernah dibully abis-abisan sama tuh cewek."

Kalimat itu terus terngiang di pikiran Chiko. Ia terlalu syok mendengar penjelasan yang Alvin berikan. Rasanya perasaannya kacau. Mendadak rasa bersalah menyeruak di hatinya karena memang tadi Chiko sendiri yang menyuruh Natalie datang ke apartemennya. Ia pikir karena dulunya Natalie bersekolah di sekolah yang sama dengan Sena, gadis itu dapat menemani Sena untuk menenangkannya di masa terpuruknya. Siapa tau dengan sesama cewek, mereka dapat curhat dengan leluasa. Namun, nyatanya ia salah. Hubungan Natalie dan Sena sudah buruk sejak awal. Bahkan sepupunya itu dikeluarkan dari sekolah karena membully Sena, yang notabenenya adalah sahabat masa kecilnya. Ini sama aja membiarkan predator masuk ke kandang mangsa. Shit! Kenapa ia bisa sebodoh itu? Lantas, bagaimana jika Natalie berbuat sesuatu kepada Sena? Bagaimana jika Natalie melukai Sena? Argh! Jika itu terjadi, Chiko tak dapat memaafkan dirinya sendiri.

Ya Tuhan Chiko berada di posisi sulit saat ini ketika harus memilih membela sepupu atau sahabatnya sendiri.

Alvin dan Alex masih menunggu instruksi pesuruh Alex mengenai titik tempat ponsel Natalie terakhir digunakan. Sembari menunggu, mereka terus berdoa agar Sena selalu diberikan rasa aman oleh Tuhan dan Natalie tak berbuat nekat ataupun jahat kepada Sena.

"Gimana Lex?" tiba-tiba seseorang muncul menanyakan kabar kepada Alex. Ternyata dia adalah Dimas yang datang beserta anggota DB serta Jihan, Shilla dan Zahra. Nampaknya acara penyerahan piala presiden telah selesai dilakukan.

"Dimana Sena sekarang?" tanya Jihan dengan cemas.

Alex mengacak rambutnya dengan frustrasi. Ia tak mau menjawab segala pertanyaan yang muncul hingga mau tak mau Alvin yang menjelaskan. "Sena masih sama Natalie. Kita lagi nunggu instruksi keberadaan mereka."

"Natalie? Maksudnya bukan Kak Natalie yang 'itu' kan?" tanya Shilla mengutip kata 'itu' menggunakan kedua tangannya.

Ketika hal itu tak diinginkan oleh mereka, sayangnya kebenaran tak bisa dielak. Alvin mengangguk dengan lemah. "Iya, Natalie yang pernah bully Sena."

Seketika wajah Shilla dan Zahra pias, sedangkan Jihan mengenggam tangannya dengan kuat. Ekspresi khawatir ketara sekali di wajah mereka. Bagaimana tidak? Kita tahu betapa bencinya Natalie terhadap Sena. Gadis itu bahkan bisa melakukan tindakan nekat agar dendamnya terbalaskan. Apapun itu.

Bunyi pesan masuk membuat Alex bangun dari duduknya. Ia segera mengecek ponselnya ketika sebuah titik koordinat terpampang di sana.

Lelaki itu segera mengambil helmnya lalu mulai mengendarai motornya tanpa kata. Teman-temannya bergegas mengikuti Alex. Untung saja Leon, Akmal, Azka, Dika, dan Dimas membawa motor sehingga mereka dapat menyusul Alex dengan cepat, sedangkan Jihan, Shilla, dan Zahra dibonceng. Jihan dengan Azka tentunya, Shilla dengan Dimas, dan Zahra dengan Leon.

Motor meliak-liuk di celah-celah mobil agar mereka dapat sampai tujuan dengan cepat. Alex meningkatkan laju gasnya agar motor bergerak dengan cepat. Ia harus bertemu dengan Sena secepatnya. Ia mau melihat wajah gadisnya itu atau ia akan gila dibuatnya.

"Sena bukan anak kandung ibunya. Tadi secara nggak sengaja ibunya bilang gitu. Sena terpukul dengan keadaan itu sampai di mau loncat dari jembatan. Untung saja gue datang dan bisa mencegah dia, apa jadinya jika gue telat? Mungkin lo nggak bisa liat Sena sekarang."

Penjelasan Chiko tadi membuat rasa bersalah Alex kembali menguat. Ia segera membuang helmnya ke tanah ketika ia sampai ke tempat tujuan. Ternyata titik koordinat itu sampai di sebuah kafe dengan gaya vintage. Kafe itu terlihat nyaman dan juga sunyi. Hanya beberapa orang saja yang ada di dalam.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang