Tiga Puluh Delapan

2.3K 250 34
                                    

PLAY THE PLAYLIST
ENJOYYYY

•••

Sena mengusap lututnya dengan cemas, sudah hampir sepuluh menit bel istirahat berbunyi tetapi tidak ada tanda-tanda kedatangan dari Alvin. Pikirannya kalut, apa mungkin Alvin tak ingin menemuinya lagi?

Lagi dan lagi gadis itu mengecek arlojinya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas kurang lima belas menit. Sedangkan mereka masuk jam sebelas lewat lima menit. Artinya waktu istirahat tersisa dua puluh menit lagi.

Sena tak bisa menunggu terlalu lama mengingat Alex juga tengah menunggunya di rooftop untuk makan nasi uduk pemberian Mak Imah tadi pagi. Akhirnya, ia memutuskan untuk berdiri dari bangku taman. Ketika gadis itu berbalik, ia begitu terkejut melihat Alvin yang sedang berdiri tak jauh dari sana, menatapnya dengan tatapan kosong dan menyedihkan.

Alvin ikut terkejut melihat Sena yang kini membalas tatapannya. Lelaki itu menghirup napas dalam-dalam sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju gadis yang selama ini ingin ia jadikan miliknya.

"Sori, gue telat," Alvin duduk di bangku sebelah Sena dengan canggung.

Sena sendiri juga bingung harus memulai percakapan ini dari mana. Langkah pertama yang ia lakukan adalah memberikan sekotak susu kepada lelaki itu. "Ini Kak, gara-gara ada janji pasti lo nggak bisa ke kantin kan?"

Alvin menerima kotak susu itu lalu tersenyum. "Thanks!"

Hening. Tak ada yang memulai percakapan setelah itu. Hanya ada bunyi decitan dari gesekan pepohonan di taman. Suasana awkward yang sangat dibenci Sena.

Sena melihat arlojinya sekali lagi. Waktunya tersisa sedikit. Ia harus memulainya sekarang atau tidak sama sekali. "Hmm–"

"Kalo tujuan lo ke sini buat minta maaf, gue udah maafin lo kok," ucap Alvin tenang, menatap manik mata Sena yang terlihat kalut dan cemas.

"Kak Alvin–"

"Hidup itu memang harus tentang memilih Sen. Gue tahu memilih itu sulit. Apalagi memilih soal hati." Alvin menatap ke depan, ke sebuah bunga-bunga taman yang dihinggapi kupu-kupu yang cantik. "Itu hak lo untuk menerima atau menolak. Dan untuk saat ini, gue lagi nggak beruntung. Gue berada di posisi tidak terpilih. It's okay. Gue ikhlas kok. Tapi..."

"Tapi apa Kak?" tanya Sena dengan cepat.

"Ketika suatu saat lo nggak yakin sama pilihan lo, gue selalu ada. Gue akan selalu menjadi jalan pulang lo, Sen. Kapapun dan di manapun." Alvin berdiri, menepuk kepala Sena dengan pelan. "Lo harus bahagia sama Alex. Kalo dia nyakitin lo, gue berhak ngerampas lo lagi dari dia, ingat itu!" ucapnya sembari berlalu pergi dengan senyum yang lebih ikhlas dan lebih tabah. Senyumannya pun tulus, tak dibuat-buat seperti tadi pagi.

Rasanya hati Sena lega. Ia lega karena Alvin ternyata sebijaksana itu. Ucapan Alvin benar. Sangat benar. Semua orang memang ditakdirkan untuk memilih. Kita tidak boleh egois dengan memilih keduanya. Walaupun harus merelakan salah satu dari mereka pergi, setidaknya kita tahu apa yang kita pilih adalah yang terbaik buat kita.

Sena berdiri dari duduknya. Ia merentangkan tangannya ke udara. "Thanks Kak Alvin, gue nggak salah milih lo jadi idola!"

Di balik tembok itu, Alvin tersenyum. "Apapun bakal gue lakuin Sen, asal lo bahagia," ucapnya sembari menggenggam kotak susu yang akan menjadi kenangan antara dirinya dan Sena. Bahkan ia sudah berjanji tidak akan meminum susu itu sampai kapapun. Biarlah basi, asal kenangan yang terukir di sana tetap abadi. Susu itu akan mengingatkannya bahwa banyak hal yang tak bisa digapai, sebesar apapun usaha kita menggapainya. Sena contohnya.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang