Enam Puluh Tiga

999 114 27
                                    

Sam Kim -Breath

***

Sena segera berlari menyusuri lorong rumah sakit yang ramai saat itu. Air mata tak berhenti mengucur di pipinya. Ia sedih, tentu saja. Apalagi berita itu datang secara tiba-tiba bahkan ketika rasa bahagia baru saja 'mampir' di hidupnya.

Baru saja ia merasakan apa itu bahagia. Baru saja ia kembali merasakan lagi tertawa tanpa beban. Namun, dalam sekejap Tuhan merenggut kebahagiaannya tersebut. Dalam sekejap kesedihan dan kepedihan kembali menjadi bayang-bayang dalam dirinya. Sena bertanya-tanya dalam batinnya. Apakah Tuhan sebenci itu padanya hingga tak memperbolehkannya bahagia walau sebentar? Dosa apa yang Sena perbuat hingga bahagia mahal harganya?

Sena tahu bahwa ibu dan kakaknya selalu berbuat buruk kepadanya. Sena juga tahu bahwa mereka berdua ternyata bukan keluarga kandungnya. Tetapi tetap saja ketika kabar itu datang bak mimpi buruk, Sena merasa sedih dan terpukul karena pada dasarnya, Sena masih menyayangi mereka.

"Sus pasien atas nama Hasna dan Rena ada di ruang mana ya?" tanya gadis itu kepada suster.

Wanita berbaju putih itu mengetikkan sesuatu di komputernya lalu nama-nama muncul di sana. "Ada di ruang ICU, Kak. Masih perlu perawatan yang intensif," kata suster membuat tubuh Sena hampir ambruk ketika Chiko tak segera menahannya.

"Sen, tenangin diri lo dulu..." ujar Chiko sembari menuntun Sena menuju bangku tunggu sekaligus memberikan gadis itu sebotol air putih.

Sena menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Ia tak pernah menduga peristiwa naas ini akan menimpa ibu dan kakaknya. "Gue takut Ko... Gue takut mereka kenapa-kenapa."

"Kita doain yang terbaik ya Sen..."

Gadis itu menatap Chiko dengan air mata yang berderai. Pancaran yang semula muncul di mata Sena kini kembali meredup. Bahkan, lebih redup daripada biasanya. "Gue pernah merasa menyesal hidup bersama mereka Ko... Bahkan gue pernah sebenci itu sama mereka. Tapi sekarang gue menyesal pernah berperasaan seperti itu. Kalo gini caranya, gue lebih milih buat terus disiksa daripada harus ngeliat Ibu dan Kak Rena sakit. Gue nggak bisa Ko... Gue takut kehilangan mereka... Gue takut mereka bakal ninggalin gue dan gue nggak bakal punya siapa-siapa lagi di dunia ini..."

Chiko memeluk Sena dengan erat. Ia mengusap rambut sahabatnya itu dengan pelan. "Itu semunya udah takdir dari Tuhan Sen... Kita nggak bisa mengubah sesuatu yang sudah terjadi. Kita berdoa aja ya, semoga nyokap sama kakak lo cepat sadar dan bisa sehat lagi..."

Di tengah kecemasan yang melanda keduanya, Shilla dan Zahra datang. Mereka berdua langsung memeluk Sena dengan erat untuk menyalurkan semangat dan kekuatan kepada sahabatnya itu. Di masa-masa sulit seperti ini mereka ingin mengatakan bahwa Sena tak sendirian. Sena masih mempunyai mereka berdua yang bisa diajak berkeluh kesah.

"Sena sayang, Tuhan pasti punya rencana terbaik di balik ini semua. Nggak ada ujian yang Tuhan kasih melebihi kemampuan hamba-Nya. Kita berdoa terus ya," nasihat Zahra sembari terus memeluk Sena yang menangis sesenggukkan di pelukan kedua sahabatnya itu.

Ketika mereka berempat tengah menunggu pulihnya kesadaran Hasna dan Rena, seorang polisi datang. "Adakah di sini dari keluarga Bu Hasna?"

Sena hendak berdiri, namun Chiko mencegahnya. "Lo tunggu di sini aja Sen. Biar gue yang ngurus ini semua," katanya lalu berjalan menjauhi ruang tunggu untuk mengikuti polisi tersebut.

"Thanks ya Ko," ucap Sena sebelum Chiko pergi yang dijawab anggukan oleh lelaki itu.

***

Kegiatan yang paling membosankan di dunia ini adalah menunggu. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Sudah hampir tiga jam lamanya Sena menunggu tanpa ada kabar apapun. Selama menunggu itu, ia hanya bisa melamun, mengenang memori kebersamaannya bersama ibu dan kakaknya. Walaupun lebih banyak dukanya, nampaknya Sena tetap menikmati setiap momen berharga tersebut.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang