Lima Belas

5.6K 762 71
                                    

"Butuh tumpangan?"

Suara bariton itu refleks membuat Sena menoleh, lalu menyipitkan matanya untuk memastikan siapa orang di balik helm fullface tersebut. Namun, sebelum Sena benar-benar mengenalinya, orang itu sudah menarik tangan Sena dan menuntun gadis itu untuk duduk di bangku belakang.

"Pegangan," titah lelaki itu sembari sedikit menoleh.

Sena yang belum ngeh dengan situasi yang terjadi hanya diam. Hingga sebuah gas membuat Sena hampir terhuyung ke belakang. Untung dengan cekatan Sena menggenggam jaket kulit itu dengan erat sehingga ia tak jadi jatuh mencium aspal. Alhamdulillah!

"Makanya kalo disuruh pegangan itu nurut," ucap lelaki itu.

Sena yang tak mendengar ucapan lelaki itu memajukan badannya hingga menempel punggungnya. "Ha? Lo bilang apa?"

Lelaki itu terkekeh. "Lo beneran nggak denger?"

"Ha? Apa? Bising banget nih!"

"Gue sayang lo!" lelaki itu berucap sambil tertawa sedangkan Sena hanya melongo karena tak dapat mendengar apapun selain suara knalpot motor dan suara abang kernet bus metromini yang berteriak memanggil pelanggan.

Akhirnya sisa perjalanan dipenuhi dengan rasa penasaran yang meluap pada diri Sena.

Setelah lima belas menit, mereka berdua akhirnya sampai di depan gerbang SMA Garuda. Namun sayang, gerbang sekolah sudah ditutup rapat. Lelaki yang membonceng Sena membuka helm fullfacenya. "Yah, udah ditutup," ucap lelaki itu sembari merapikan rambutnya di kaca spion. Seolah-olah ia tak masalah jika kenyataannya gerbang sekolah sudah ditutup. Mungkin, sudah terbiasa.

"Loh? Alex?"

"Kenapa?"

"Kok gue sama elo sih?"

"La elo kenapa sama gue?" tanya Alex balik sembari terkekeh lalu menyentil dahi Sena dengan gemas. "Baru nyadar?"

Sena buru-buru turun dari motor Alex dengan kesal lalu berjalan menuju gerbang utama. Melihat hal itu membuat Alex dengan cepat meraih tangan Sena dan menariknya menuju balik pohon yang ada di pinggiran jalan.

"Apa sih pegang-pegang!?"

Alex langsung mengangkat tangannya ke udara. "Gue kagak pegang!"

Sena menggerutu sebal. "Hmm?"

"Lo mau masuk kandang buaya?"

"Ha?"

Alex memegang kedua pipi Sena, lalu memutarnya menuju ke arah kiri. "Liat deh, si tua bangka lagi ngapain?"

God! Ternyata di lapangan bendera sudah ada beberapa siswa yang dihukum hormat bendera karena terlambat sekolah. Dan siapa biang dibalik itu semua? Tentu saja Pak Brata.

"Lo mau dijemur kayak ikan asin? Kalo gue mah ogah!" Alex berbalik menuju motornya lalu memasang helmnya lagi sedangkan Sena masih menyaksikan betapa sadisnya Pak Brata menghukum siswa-siswi malang itu.

Di saat Sena sedang memikirkan bagaimana keluar dari situasi ini, Alex sudah menghidupkan motornya kembali. Gadis itu bingung. Ia tak punya pilihan. Dengan sedikit berlari, Sena menepuk bahu Alex dengan sedikit kasar. "Gue ikut!"

"Emang gue mau kemana?"

Sena menggigit bibir bawahnya. Iya juga ya, memangnya Alex mau kemana sampai Sena ingin ikut?

"Kemanapun lo pergi sekarang, gue ikut!"

Ucapan itu membuat Alex tersenyum. "Yuk!"

Awalnya, hal pertama yang Alex pikirkan ketika Sena berucap demikian adalah taman hiburan. Namun, Alex sadar, Sena bukanlah gadis yang biasa ia jumpai. Yang sangat mudah untuk diajak ke tempat seperti itu di saat jam sekolah berlangsung. Sena berbeda. Gadis itu sangat sederhana. Yang ia pikirkan setiap harinya bukanlah kemana ia akan pergi berlibur, tetapi bagaimana cara agar mendapatkan nilai yang baik. Tidak peduli baju bermerek, asalkan nyaman, Sena pasti akan memakainya.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang