"Minum dulu Sen." Chiko menyodorkan segelas air putih ke arah Sena. "Nggak gue kasih obat bius atau racun kok, tenang aja," kekehnya.
"Lagian gue mati juga gapapa," balas Sena meminum seluruh isi gelas itu dengan sekejap. "Apa yang lo tau dari gue?"
Chiko tertawa. Memang Sena sama sekali tak bisa diajak berbasa-basi. Dia adalah gadis yang to the point, sama seperti dahulu. "Sabar dong, gue ambilin sesuatu dulu."
Sena meremas celananya dengan kuat sembari melihat sekeliling rumah Chiko yang sangat bersih dan rapi. Bahkan di sini sangat sepi, mungkin hanya ada Chiko saja.
Tak tahan dengan keheningan yang melanda, Sena akhirnya berkeliling ke rak-rak yang ada di sampingnya. Ia melihat satu per satu foto yang terbingkai di dalam pigura, mulai dari Chiko saat masih kecil hingga Chiko yang sekarang. Berbagai pose juga lelaki itu lakukan, namun yang paling banyak adalah pose saat ia memegang piala penghargaan. Piala basket tentunya.
Sena mengambil salah satu pigura yang sedikit usang di sana. Ia menjelikan matanya menatap lelaki kecil yang ada di dalam foto dengan seorang anak gadis kecil berkepang dua yang sepertinya ia kenal.
"Itu lo Sen," ucap Chiko sukses membuat Sena terkejut.
"Gue? Kok bisa?"
Chiko memberikan sebuah album foto kepada Sena. Gadis itu segera mengambilnya lalu membukanya perlahan-lahan. Di sana banyak sekali foto-foto semasa kecil Chiko dan juga seorang gadis yang mirip sekali dengan masa kecil Sena.
"Kita dulu tetanggaan Sen, di daerah Jakarta Selatan," terang Chiko membuat susunan puzzle di benak Sena mulai terangkai satu demi satu. "Kita dulu deket, deket banget malah. Tiap hari kita selalu main bareng, lo dengan boneka kelinci lo dan gue dengan mobil-mobilan gue."
Sena menyimak setiap perkataan Chiko diikuti dengan tangannya yang selalu menggulir lembar demi lembar album foto yang ada di hadapannya.
"Gue nggak ingat pasti, tapi tiba-tiba saja lo pindah. Bahkan nggak pamit sama sekali. Saat gue tanya bokap, katanya nyokap lo lagi sakit dan harus cepat diobati."
Ketika kata 'sakit' keluar dari bibir Chiko, Sena segera menatap lelaki itu dengan terkejut. "Sakit?"
Chiko mengangguk. "Iya, bokap gue bilang itu alasan kalian pindah waktu itu."
"Trus?"
Chiko yang semula duduk di hadapan Sena kini pindah di samping gadis itu, membuka lembaran album terakhir yang ada di sana. "Setelah setahun lo pindah dan nggak ada kabar, bokap gue ditelpon sama bokap lo. Katanya—"
"Katanya apa?"
"Katanya nyokap lo nggak bisa ditolong lagi. Dia meninggal tepat di hari ulang tahun lo yang ke delapan tahun," ungkap Chiko membuat satu tetes air mata lolos dari pelupuk mata Sena.
"Karena lo deket banget sama nyokap lo dan tiba-tiba beliau nggak ada, lo trauma banget Sen. Bahkan lo nangis berhari-hari sampai nggak mau makan atau ngomong sama semua orang. Saat itu gue nemuin lo, tapi lo juga nggak mau ngomong sama gue..."
Chiko menunjukkan salah satu foto dirinya dan Sena serta kedua orang tua mereka di depan taman. "Ini nyokap lo," kata Chiko membuat tangisan Sena kembali pecah. Gadis itu memeluk album Chiko sembari meraung-raung memanggil nama ibunya itu. Sena merasa menjadi anak yang durhaka hingga ia tak mengenali ibu kandungnya sendiri. Ia merasa sangat berdosa telah melupakan sosok yang telah melahirkan bahkan menyayanginya itu.
"Gue berdosa banget Ko nggak bisa ngenalin Ibu gue sendiri... Bertahun-tahun gue menganggap orang lain sebagai Ibu gue sedangkan Ibu kandung sendiri gue lupain. Gue berasa jadi anak durhaka Ko..." Sena menangis dalam pelukan Chiko sedangkan lelaki itu hanya bisa menenangkan Sena bahwa itu bukan salahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/148522679-288-k213587.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]
Teen Fiction• COMPLETED || SEQUEL KEYLANDARA || BISA DIBACA TERPISAH • "Let see seberapa kuat lo nahan godaan dari gue, Arsena Lavenia Azura." -Alexander B. Zanuar- "Gue bersumpah kalau jatuh cinta sama lo itu adalah KUTUKAN! Lo sial b...