Enam Puluh Lima

1.1K 122 8
                                    

Sena terbangun dengan mata yang sembab setelah hampir semalaman menangis kala mendengar fakta mengejutkan lainnya yang menghantamkan dirinya kembali ke dasar jurang.

Ia benar-benar tak pernah menduga bahwa sosok yang menjadi dalang di balik kecelakaan yang merenggut nyawa kakaknya dan kejiwaan ibunya itu adalah sosok yang ia kenal. Natalie, kakak kelas yang dulu pernah membullynya habis-habisan karena dekat dengan pangerannya, Alex.

Sena tahu bahwa kejadian itu tak pernah diinginkan oleh siapapun, mengingat Chiko sendiri yang mengatakan bahwa Natalie menyetir dalam keadaan setengah sadar alias mabuk. Mungkin habis pulang dari club setelah pagi-pagi buta? Atau entahlah, bagaimana bisa ia mabuk di jam itu.

"Kalo lo mau nemuin Natalie, gapapa Sen... Gue bakal temenin lo," ujar Chiko semalam.

Apakah ia bisa menemui sosok yang telah menghancurkan hidupnya itu? Apakah bisa ia tak memaki atau bahkan mengumpat di depan orang yang telah mengambil nyawa Rena? Apakah ia bisa tidak mempunyai dendam dengan semua hal yang pernah gadis itu lakukan? Ya Tuhan, Sena juga manusia biasa. Tetapi mengapa kesabarannya diuji bertubi-tubi seperti ini?

"Sena?" Nenek datang setelah mengetuk pintu.

Sena yang melihat itu segera menghapus jejak air mata yang ada di pipi walaupun sia-sia. "Iya Nek?"

Nenek memeluk cucu satu-satunya itu dengan penuh kasih sayang. Bahkan tanpa perlu kata-kata yang terucap, Sena dapat merasakan bahwa Neneknya sedang menenangkan hatinya yang rapuh. "Kemarin Chiko bilang ke Nenek..."

Sena mengangguk. Ia tahu alur pembicaraan kali ini.

"Kalo Sena nggak terima dengan kejadian ini, Sena bisa menuntut Natalie lebih jauh biar hukuman yang Natalie terima lebih berat. Siapa tahu dengan hukuman yang setimpal terhadap pelaku mampu melenyapkan rasa bersalah dalam diri kamu Sen tapi..."

"Tapi apa Nek?"

"Kamu akan terbayang-bayang dengan itu semua sampai seumur hidup."

Sena terdiam. Apa yang dikatakan neneknya benar. Di sisi lain ia ingin Natalie dihukum seberat-beratnya karena telah mencelakakan kedua anggota keluarganya, tetapi di sisi lain ia takut jika apa yang ia putuskan akan menjadi bayang-bayang terseram selama sisa hidupnya. Sena hanya ingin hidup tenang tanpa ada beban. Namun, bisakah itu terjadi setelah menghukum Natalie? Ia rasa tidak karena nyatanya, Sena memang sebaik itu. Pada siapapun, bahkan kepada orang yang pernah membullynya habis-habisan.

"Nanti Chiko bakal nganter kamu ke Natalie. Kamu siap Sena?"

Pertanyaan itu tak ada jawabannya karena siap ataupun tidak, Sena harus menghadapinya. Itulah hidup yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk dirinya.

***

Chiko sudah menunggu Sena sedari tadi. Tetapi gadis itu masih berada di kamarnya, enggan untuk keluar. Lelaki itu paham jika Sena belum siap untuk menemui siapa pelaku di balik kecelakaan ibu dan kakaknya. Jadi, yang ia lakukan hanyalah menunggu dan menunggu.

Sebuah panggilan ponsel berdering. Chiko yang melihat nama yang terpampang di layar tersebut segera menjawabnya.

"Gimana?"

"Sena belum keluar kamar tapi gue bakal nunggu dia sampai dia siap."

Terdengar suara helaan nafas di sana. "Jagain dia ya Ko..."

"Ck! Kenapa nggak lo aja sih ya ke sini dan jaga dia?" tanya Chiko namun sebelum pertanyaan itu dijawab, sambungan telepon telah dimatikan. "Bangsat!" umpat lelaki itu.

"Siapa Ko?" tanya Sena tepat di belakang Chiko. Gadis itu sudah siap dengan pakaian rapi yang melekat di tubuhnya.

Chiko menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Semoga saja Sena tak mendengar percakapan di sambungan telepon itu. "Temen basket gue. Lo udah siap?"

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang