Akhirnya mereka tiba di sebuah café tepat di sebelah pabrik laundry di mana Mama Lita bekerja.
Tampak Sabine, Mama Lita, Olive dan Silvi duduk berempat di salah satu sudut café.
Tidak seperti sebelumnya ketika bertemu Sabine, Mama Lita seperti dilanda kebingungan. Kini justru kehangatan yang terlihat jelas dari raut wajah serta bahasa tubuhnya.
"Maafkan Mama, Sabine," ucap Lita dengan perasaan penuh sesal. Dipeluknya Sabine, diciumnya seluruh wajah Sabine bertubi-tubi, diusap-usapnya kepala anaknya, dikecup-kecupnya ubun-ubun Sabine.
Silvi dan Olive tak kuasa menahan tangis melihat pemandangan yang ada di hadapan mereka. Mereka mengingat-ingat masa-masa dulu. Begitu mereka tidak menyukai kehadiran Sabine. Sabine yang kerap mereka usir ketika memasuki kamar mereka. Sabine yang mereka anggap pengganggu ketika mereka asyik bermain. Sabine yang mereka anggap selalu bersikap manja. Sabine yang hanya bermain sendiri ketika pengasuhnya pulang di malam hari. Sabine yang tidak mereka anggap kehadirannya.
"Aku juga minta maaf, Ma," balas Sabine yang masih berada di pelukan mamanya. Baginya ini saat terindah. Dipeluk hangat orang yang telah membiarkannya menikmati kehidupan, meski penuh kerikil tajam. Dibelai orang yang telah melahirkannya, meski tidak diharapkan.
Lalu Olive dan Silvi turut memeluk Sabine bergantian. Isak tangis pun tidak dapat dihindari. Semua saling meminta maaf.
"Jadi kamu sudah menikah dengan Niko?," tanya Mama Lita saat menyudahi isak tangisnya. Dia terus menggenggam tangan Sabine yang duduk berdekatan di sampingnya.
"Iya, Ma."
"Kemarin Mama sudah menghubungi Bude Rita. Dia sudah menceritakan semua tentang kamu,"
"Oh, iya. Aku lupa, Bude Rita titip salam buat Mama,"
Selita menatap Sabine penuh senyum.
"Bagaimana bisa kamu bertemu dengan Akhyar?," tanya Mama Lita seraya membelai pipi Sabine.
Sabine tertunduk. Dia belum sanggup bercerita. Bayang-bayang Akhyar dulu kembali mengusik pikirannya. Sepertinya dia tidak ingin mengungkapkannya.
Dipandangnya Mama Lita dalam diam. Penuh rasa sesal.
Selita tiba-tiba menyadari kata-kata Akhyar sebelum meninggalkan rumahnya semalam. Dia sedikit terperangah. Dia baru ingat, Akhyar dan Sabine pernah menjalin kasih, saling bercumbu, hingga hampir menikah.
Ditatapnya Sabine yang masih diam. Lalu mengangguk kecil. Begitu banyak pertanyaan berkecamuk di dalam batinnya.
"Olive, Silvi. Bisa Mama bicara dengan Sabine empat mata?"
Olive dan Silvi berdiri. Mereka lalu menjauh ke luar dari café.
Tampak Sabine memastikan mereka berdua benar-benar duduk nyaman di luar. Lalu dia pun berkisah.
"Aku bertemu Daddy di sebuah hotel. Awalnya aku berniat menjadi anak asuh seseorang, yang ternyata adalah staff Daddy di kantornya. Aku belum siap disentuh saat itu. Lalu dia menyuruh aku pergi dengan memberiku uang banyak. Aku bingung, Ma. Aku segan menerima uang itu sementara aku tidak melakukan apa-apa yang membuatnya senang. Lalu aku duduk di sisi lift dengan perasaan bingung. Kemudian, Daddy Akhyar muncul dari lift itu menyapaku. Mengajakku ke kamarnya, mandiin aku...,"
Sabine menelan ludahnya kelu. Tapi entah kenapa perasaannya mulai lega dengan mengisahkan hal yang sebenarnya terjadi.
"Sejak itu aku terus berhubungan dengan Daddy. Kami saling mencintai. Memang ada hal yang membuat kami terus berhubungan. Saling memuaskan. Saling berbagi kebahagiaan. Saling memadu kasih. Kami dekat. Hubungan itu sangat memabukkan, sampai aku hampir melupakan cintaku yang pertama. Aku sangat bahagia saat-saat berdekatan dengannya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabine (The Unforgettable Girl)
RomanceKisah Sabine yang akhirnya bertemu kembali dengan cinta pertamanya. Meski harus melewati masa-masa sulit. Selamat membaca kisah ini. Terima kasih... 18+ #1 in agegap (26 January 2021) #1 in sabine(26 January 2021) #5 in apartemen (26 January 2021) #...